Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (Deepublish, 2021). Ketika Kita Harus Memilih (Gunung Sopai, 2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (Deepublish, 2022). Merajut Keabadian (Bintang Semesta Media, 2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (Deepublish, 2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mampukah Menjadikan Allah sebagai Pusat Kehidupan?

24 Maret 2022   11:49 Diperbarui: 24 Maret 2022   16:41 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hidup dan mati ada dalam genggaman Illahi. Takdir adalah kepastian, tapi hidup harus tetap berjalan. Proses kehidupan adalah hakikat, sementara hasil akhir hanyalah syariat. Gusti Allah akan menilai ketulusan perjuangan manusia, bukan hasil akhirnya. Kalaupun harus menjumpai kematian, itu artinya mati syahid di jalan Tuhan."- Pangeran Diponegoro, Pahlawan Nasional Indonesia dan pemimpin perang melawan pemerintah Hindia Belanda 1785-1855.

Konsep-konsep dunia yang telah melekat dalam pikiran kita dan telah menjadi irama kehidupan, akan sulit kita lepaskan tanpa adanya keyakinan baru yang kita percayai akan membawa kebaikan.

Kenyataan yang ada di dunia menempatkan apa yang terlihat: materi, kedudukan, jabatan, gelar, kehormatan, dan popularitas menjadi tujuan utama yang dicari banyak orang. Sementara mereka lupa untuk menyiapkan kehidupan setelah kematian.

Orang yang hanya mencari kehidupan fana termasuk dalam kategori orang yang berpusat pada manusia, sedangkan orang yang mengarahkan hidupnya pada perkara fana dan abadi adalah mereka yang dikelompokkan pada orang yang hidupnya berpusat pada Allah.

Pengertian Teosentris dan Antroposentis

Teosentris berasal dari bahasa Yunani, Theos yang berarti Allah, dan bahasa Inggris, center yang berarti pusat, sehingga Teosentris dapat diterjemahkan: menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan. Dengan kata lain orang percaya hidup hanya untuk melakukan kehendak Tuhan dan bukan kehendaknya sendiri.

Teosentris mengacu bahwa sistem keyakinan, moralitas dan nilai-nilai dari Allah lebih tinggi dibandingkan dengan sistem lainnya di muka bumi ini. Sedangkan kebalikan dari Teosentris adalah Antroposentris.

Sebutan Antroposentris berasal dari bahasa Yunani, anthropoi yang berarti orang-orang atau manusia dan bahasa Inggris, center yang berarti pusat, sehingga Antroposentris diterjemahkan: menjadikan manusia sebagai pusat seluruh kehidupan.

Nilai-nilai dari manusia merupakan pusat untuk berfungsinya alam semesta dan alam semesta akan menopang dan mendukung nilai-nilai itu. Manusia mempunyai kebebasan dalam melakukan perbuatannya tanpa campur tangan Allah. (Lorens Bagus, 1996:60).

Ilustrasi Photo by MART PRODUCTION from Pexels
Ilustrasi Photo by MART PRODUCTION from Pexels

Lalu apakah Teosentris akan membatasi keberadaan manusia?

Satu, Tetap memiliki kehendak bebas

Hidup berpusat pada Allah bukan berarti menghilangkan kehendak bebas, manusia tetap diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja. Jika manusia melakukan kebaikan atau keburukan itu merupakan inisiatif murni dari manusia. Meskipun Tuhan menghendaki kita melakukan kebaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun