Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Author: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengkritik Bukan Berarti Membenci

23 Februari 2021   08:35 Diperbarui: 27 Februari 2021   09:47 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kritik tanpa solusi seperti menabur garam di tengah samudera"

Pada 8 Februari 2021 Presiden Joko Widodo meminta masyarakat untuk turut aktif menyampaikan kritik atas pelayanan yang dilakukan pemerintah.

Pernyataan sang presiden mendapatkan tanggapan dari banyak tokoh. Mulai dari mantan wakilnya pada periode 2014-2019, Jusup Kalla yang menanyakan bagaimana caranya memberikan kritik agar tidak ditangkap polisi.

Presiden ke enam Susilo Bambang Yudhoyono memberikan analogi bahwa kritik ibarat obat yang pahit namun berguna bagi kesehatan. Dan pujian seperti gula yang manis namun berbahaya jika dikonsumsi berlebih.

Sedangkan mantan menteri era Presiden Megawati Soekarno Putri, Kwik Kian Gie mengaku lebih nyaman memberikan kritik di zaman Soeharto. Di zaman reformasi ini ia mendapatkan serangan dari para buzzer ketika mengunggah kritik via Twitter.

Wacana Revisi UU ITE

Banyaknya tanggapan miring membuat Jokowi senewen dan berwacana untuk merevisi UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Rupa-rupanya pasal ini yang dipermasalahkan karena di duga berpotensi menjadi pasal karet.

Ya pasal yang menimbulkan multi tafsir dan dapat dimanfaatkan sebagian orang kuat untuk menjerat para pengkritik. Bunyi pasal itu misalnya mengenai pencemaran nama baik, penghinaan, kebencian atau permusuhan.

Sebenarnya di era teknologi informasi saat ini dengan banyaknya media sosial dengan berbagai variasi konten perlu diatur agar para warga net dapat berkomunikasi dengan santun.

Sesuai dengan semangat kebebasan yang bertanggung jawab dan menjunjung tinggi norma budaya timur, saling menghormati, menghargai dan menjaga keutuhan bangsa.

Lemah dalam Implementasi

Harus di akui dalam pelaksanaannya ada beberapa penyimpangan yang dilakukan aparat penegak hukum baik dari kepolisian maupun kejaksaan.

Namun kita juga melihat masih begitu banyak unggahan dengan kata-kata kotor, kasar, hujatan, makian yang diarahkan pada pihak tertentu, tetapi mereka ini lolos dari jerat hukum.

Hal inilah yang menyebabkan mereka terus melakukan aksinya, mungkin dia berpikir toh selama ini aman-aman saja.

Lantas bagaimana caranya melakukan kritik tanpa berurusan dengan polisi? Sebelum kita mengetahuinya terlebih dahulu kita memahami pengertian kritik.

Pengertian Kritik

Menurut kata dasarnya kritik berasal dari bahasa Yunani "clitikos" yang berarti "yang membedakan".

Kata tersebut diturunkan dari bahasa Yunani Kuno "krites" yang berarti orang yang memberikan pendapat beralasan atau analisis, pertimbangan nilai, interpretasi atau pengamatan.

Sedangkan kritik menurut terjemahan KBBI adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya.

Dari pengertian kritik di atas apabila dihubungkan dengan UU ITE maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kritik yang disampaikan tidak melanggar UU ITE.

#1. Kritik Berdasarkan Data dan Fakta

Di dalam memberikan sebuah kritik jangan asal menyampaikan dan tidak berdasarkan data dan fakta, terhadap hal demikian dapat menjurus kepada fitnah.

Sebelum memberikan kritik carilah informasi dan data yang akurat dan kredibel dari berbagai sumber. Kemudian lakukan analisis dan pengamatan yang mendalam.

#2. Kritik Harus Bernilai

Usahakan kritik itu berbobot, bukan hal-hal sepele dan bersifat subjektif. Tidak berkaitan dengan sesuatu yang bersifat pribadi dan menjurus kepada pencemaran nama baik.

Kritik tidak untuk menyerang seseorang atau lembaga tertentu, namun bertujuan untuk kebaikan dan memberikan solusi.

#3. Kritik dengan Bahasa Santun

Untuk menghindari salah persepsi dan mengarah kepada permusuhan, maka sebaiknya gunakan bahasa yang santun.

Bahasa santun membuat penerima kritik tidak tersinggung dan dapat menggunakan kritik sebagai acuan untuk perbaikan.

#4. Kritik Bukan Membenci

Motivasi dalam memberikan kritik bukan karena kebencian dan pamer kepintaran. Tetapi kritik sebaiknya didasari karena kepedulian dan wujud mengasihi.

Dengan demikian ia akan menyampaikan dengan bahasa sopan dan menggunakan media yang tepat agar lebih efektif.

Demikian empat kiat menyampaikan kritik, apabila dilakukan oleh siapa pun dengan baik akan aman dan tidak berurusan dengan polisi.

Kita semua tidak menginginkan dunia maya yang gaduh. Media sosial yang diisi oleh orang-orang yang congkak, kasar dan miskin etika yang berpotensi adanya permusuhan, kebencian dan penghinaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun