GAR ITB menilai penyampaian Din dikesankan seolah-olah Indonesia sedang dalam kondisi sangat darurat, akibat dari praktik oligarki, kleptokrasi, korupsi, dan politik dinasti.
Demikian salah satu poin dari 6 poin yang dituduhkan terhadap Prof. Dr. Drs. K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A atau dikenal dengan nama Din Syamsuddin.
Ia dianggap telah melakukan framing yang menyesatkan masyarakat dan mencederai kredibilitas pemerintahan yang syah. Hal itu dilakukan dalam pra-deklarasi KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) pada tanggal 2 Agustus 2020.
GAR ITB menilai bahwa pernyataan Din Syamsudin dikesankan seolah-olah bangsa Indonesia sedang mengalami kondisi darurat sebagai akibat dari praktik oligarki, kleptokrasi (pemerintahan para pencuri), korupsi dan politik dinasti.
GAR ITB (Gerakan Anti Radikalisme -Institut Teknologi Bandung) mengklaim surat laporan itu ditandatangani oleh 2.075 alumnus ITB dari berbagai angkatan dan jurusan. Surat tersebut dialamatkan ke KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara).
Seperti diketahui Din Syamsudin tercatat sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) dengan jabatan akademik guru besar di UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta.
GAR ITB Bantah Menuduh Din Radikal
Pihak ITB yang diwakili oleh Kepala Biro Humas dan Komunikasi, Naomi Sianturi mengatakan bahwa GAR ITB bukan merupakan bagian dari ITB dan berada di luar organisasi.
Hal ini menanggapi pemberitaan di media bahwa GAR ITB telah melaporkan Din Syamsudin yang merupakan anggota Majelis Wali Amanat (MWA) ITB itu terlibat radikalisme.
Namun hal itu dibantah juru bicara GAR ITB, Shinta Madesari yang mengatakan:
"Kami tidak menuduh Pak Din radikal. Teman-teman di Muhammadiyah belum baca detail laporannya, jadi ambil kesimpulan masing-masing," ujarnya, saat diwawancarai Kompas TV 13 Februari 2021.
Din Syamsudin pernah Masuk Bursa Capres 2019
Pada 18 Februari 2014 Din Syamsudin ditetapkan sebagai Ketua Umum MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan satu tahun kemudian digantikan oleh KH Ma'ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden.
Sebelumnya Din Syamsudin menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015.
Pria kelahiran Sumbawa NTB 62 tahun silam itu pernah menjadi Utusan Khusus Presiden Joko Widodo untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban pada tahun 2017.
Namun menjelang gelaran Pilpres 2019 ia mengundurkan diri karena berniat untuk netral dan tidak ingin terlibat politik praktis. Din mengaku dekat dengan ke dua calon baik Capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Nama Din Syamsudin sempat masuk dalam bursa Cawapres dan para relawan pendukungnya mendorong Din menjadi Cawapres Joko Widodo. Kala itu Din merasa tersanjung dan menyatakan kesediaannya.
Namun Jokowi tidak memilih pria lulusan Ph.D pada University of California, Los Angeles (UCLA) itu dan lebih memilih KH Ma'ruf Amin yang merupakan Ketua Umum MUI setelah selumnya dijabat Din Syamsudin.
Jokowi-Ma'ruf akhirnya terpilih menjadi presiden periode 2019-2024, sedangkan Din Syamsudin tidak mendapatkan posisi apa-apa di jajaran Kabinet Indonesia Maju.
Setelah Pilpres usai Din Syamsudin bersama dengan Gatot Nurmantyo, Rochmad Wahab, Meutia Farida Hatta, MS Kaban, Refly Harun, Said Didu, Rocky Gerung, Ichsanuddin Noorsy, Syahganda Nainggolan, Marfuah Musthofa dan Nurhayati Assegaf mendirikan KAMI.
Din mengaku KAMI dibentuk sebagai rasa keprihatinan terhadap pemerintah Indonesia, mulai dari bidang ekonomi, politik, hingga HAM. KAMI merupakan gerakan politik yang berbasis nilai moral.
Sejumlah pihak menyebut tokoh-tokoh yang hadir dalam deklarasi KAMI adalah barisan para mantan pejabat yang dipecat di era Jokowi dan kecewa saat Pilpres 2019.
Etika ASN
Di dalam UU RI Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN Pasal 2 mengenai kebijakan dan manajemen ASN salah satunya adalah netralitas, persatuan dan kesatuan.
Apakah sepak terjang Din selama ini dengan organisasi KAMI yang menuduh pemerintah melakukan praktik oligarki dan kritis terhadap pemerintah dikategorikan melanggar kode etik sebagai ASN? Tidak netral, dan mengganggu persatuan/kesatuan?
Hal ini akan menjadi perdebatan panjang dan setiap orang akan mempunyai argumentasi, apalagi jika politik sudah masuk di dalamnya, dipastikan menjadi kusut.
Akhirnya kita hanya menunggu keputusan dari KASP sebagai komisi yang berwenang untuk memutuskan masalah tersebut. Apa pun keputusannya para pihak harus bersedia menerimanya.
Dalam situsnya KASP antara lain mempunyai wewenang mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.
Kemudian meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari instansi pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma dasar, kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.
Sedangkan salah satu tugas dan fungsi KASN adalah memutuskan adanya pelanggaran norma dasar, kode etik, kode perilaku Pegawai ASN. (KB)
Rujukan:
- Kompas.com
- Detik.com
- Kasn.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H