Kegaduhan politik muncul saat negeri sedang prihatin melawan ganasnya virus Corona.
Ya politik seolah tidak mau tahu apa yang terjadi di luar dan sedang dialami 270 juta penduduk Indonesia. Alih-alih memikirkan bagaimana distribusi vaksin, yang terjadi bagaimana mengamankan posisi jabatan.
Manakala masyarakat harus berjuang mempertahankan hidup karena kehilangan pekerjaan dan harus mengantre mendapatkan kamar perawatan rumah sakit rujukan Covid-19.
Seolah peristiwa itu tidak terdengar para politikus yang gemar berebut panggung, yang penting ia tetap aman dan dapat memanfaatkan peristiwa untuk sebuah elektabilitas dan popularitas.
Apakah mereka telah kehilangan hati nurani? Sementara mereka mengklaim apa yang dikerjakan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat melalui jabatan yang diembannya.
Agenda mereka adalah jabatan apa yang akan diraih, kapan dapat meraih, bagaimana caranya, siapa yang mendapatkan, berapa lama jabatan itu dan apa keuntungannya.
Maka ketika jabatan yang diraihnya dengan susah payah terusik akan dipertahankan mati-matian. Karena mereka telah mengeluarkan banyak tenaga dan biaya untuk memperoleh jabatan.
Namun mereka lupa bahwa jabatan adalah amanah, jabatan untuk mengabdi kepada masyarakat yang telah mempercayakan jabatan itu.
#Upaya Kudeta
Gonjang-ganjing Partai Demokrat telah menimbulkan keriuhan politik di tanah air. Adalah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menuding orang dekat Presiden Joko Widodo melakukan upaya kudeta pimpinan partai berlambang bintang mercy tersebut.
Orang dekat Jokowi yang dimaksud mengarah kepada Kepala Staf Kepresidenan (KSK) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. Tidak itu saja para petinggi Partai Demokrat juga menyebut ada menteri dan pejabat di lingkaran Jokowi ikut terlibat.
Menurutnya Jokowi telah merestui para tokoh yang di duga akan melakukan kudeta. Itulah yang menjadi dasar AHY mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta klarifikasi dan konfirmasi atas peristiwa tersebut.
Walaupun pihak AHY mengaku keterlibatan Jokowi diperoleh dari informasi  dan testimoni kalangan partai. Jadi sebenarnya tidak ada data yang dapat diverifikasi.
#Apakah Jokowi Bermain?
Pertanyaannya apakah benar Jokowi memerintahkan KSP Moeldoko? Jika jawabnya iya apakah kepentingannya? Selama ini Jokowi dikenal sebagai tokoh yang mau merangkul orang-orang yang berseberangan dengan dirinya.
Sebut saja Ali Mochtar Ngabalin, politikus Partai Golkar ini sebelumnya dikenal kritis menyerang Jokowi, namun ia dirangkul menjadi Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP).
Berikutnya Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon dan Wakil Ketua Umum Partai Gelora yang selalu mengkritisi kebijakan Presiden Joko Widodo, diberikan anugerah Bintang Mahaputera Nararya, tak lebih untuk meredam bibirnya yang tipis.
Yang paling fenomenal ketika Jokowi merekrut bekas rivalnya pada kontestasi Pilpres 2019, Prabowo Subianto dan menyusul Sandiaga Uno masuk ke dalam jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju.
Jokowi juga melakukan pengangkatan Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian (2016) dan Jenderal Listyo Sigit Prabowo (2021) ketika usia keduanya baru mencapai 51 tahun agar waktunya lebih panjang untuk dapat bekerja sama dengannya. ( sesuai peraturan seorang jenderal dapat pensiun maksimal pada usia 58 tahun).
#Strategi Wong Jowo
Rupa-rupanya Jokowi menggunakan strategi merangkul lawan dan membungkam pengkritik agar tidak banyak musuh yang akan menyerangnya dan berbalik mendukungnya.
Di dalam budaya Jawa dikenal istilah 'ewuh pekewuh' atau sungkan, menunjuk pada orang yang telah diberikan kebaikan pasti suatu saat akan membalas kebaikan itu, bahkan dapat melebihi dari apa yang telah diberikan.
Akankah Jokowi akan mengail di air keruh, manakala Partai Demokrat di obok-obok oleh para senior partai yang tidak puas dengan kepemimpinan AHY? Bisa saja AHY terjungkal dan diselamatkan Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H