Belum lama Tri Rismaharini menjabat sebagai Menteri Sosial menggantikan Juliari Batubara langsung menggebrak ibu kota dengan gayanya yang khas yaitu blusukan.
Risma terjun ke lapangan menemui para gelandangan dan pengemis di pinggir jalan dan kolong jembatan di Jakarta.
Risma ingin memotret permasalahan yang terjadi bukan hanya berdasarkan laporan dari stafnya yang cenderung ABS (Asal Bapak Senang). Gaya kepemimpinan seperti ini sebenarnya sudah dilakukan semenjak menjabat Wali Kota Surabaya selama dua periode.
Sejauh ini blusukan cukup efektif selama permasalahan itu di tindak lanjuti menjadi program-program dan dilaksanakan. Wanita kelahiran Kediri 59 tahun silam itu dinilai berhasil memimpin Kota Surabaya.
Sudah delapan kali penghargaan Adipura diraih, kemudian di tingkat Asia-Pasifik memperoleh Future Government Awards tahun 2013, di tahun yang sama Kota Surabaya mendapat penghargaan Asian Townscape Award dari PBB sebagai  taman terbaik tingkat Asia.
Kepemimpinan Risma juga di akui dunia melalui penobatan dirinya sebagai Wali Kota terbaik ketiga dunia versi Word City Mayors Foundation atas keberhasilannya dalam menata kota menjadi lebih hijau dan rapi.
#Gaya Blusukan
Sebenarnya gaya blusukan tidak hanya dilakukan Risma, tetapi juga Joko Widodo selama menjadi Wali Kota Solo dua periode dan Gubernur DKI Jakarta. Blusukan juga menjadi kebiasaan dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah.
#Menimbulkan Polemik
Namun sepak terjang Risma mendapatkan kritikan dari beberapa tokoh dan politikus. Adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menanggapi blusukan Mensos Risma dengan skeptis.
"Saya sendiri sudah hidup di Jakarta sejak umur empat tahun baru dengar ada tunawisma di Jalan Sudirman-Thamrin," ujarnya menanggapi blusukan Risma di jalan protokol ibu kota itu.
Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Prof. Musni Umar berpendapat, "Blusukan tidak ada dalam konsep manajemen. Sudah terbukti hanya ramai di media tidak menyelesaikan masalah kemiskinan dan segala dampaknya," demikian kicauan pria berkumis lebat itu dalam akun twitternya.
Sementara itu pendapat berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno bahwa masyarakat menyukai blusukan karena sebagai ajang bertemu langsung dengan pemimpinnya dan dinilai akan membawa kemajuan.
Terlepas membangun citra atau tidak, yang jelas pemimpin dapat menyentuh tanah, menjadi tidak berjarak dengan masyarakat dan merakyat, lanjut pria yang juga menjadi Dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
#Klarifikasi Kemensos
Dari pihak Kemensos membenarkan dan memberikan dukungan aksi blusukan Risma. Kepala Biro Humas Kementerian Sosial Wiwit Widiansyah mengatakan bahwa apa yang dilakukan atasannya itu dalam upaya menjalankan program Pemerlu Pelayanan kesejahteraan Sosial (PPKS).
#Hasil Penelusuran Kompas
Banyak warga net yang menuduh blusukan Risma sebagai setingan dan gelandangan itu telah di persiapkan sebelumnya. Kompas.com (07/01/2021) mencoba menelusuri keberadaan tunawisma itu.
"Iya. Ketemu ramai-ramai saya enggak tahu. "Saya Jalan ke arah Kota Kasablanka memutar ke mari (Jalan Minangkabau). Ketemu (Risma) di sana (Jalan Jenderal Sudirman)," tambah Nur Saman, tunawisma yang ditemui Mensos Risma.
Pria asli Indramayu itu sehari-harinya sebagai pemulung barang-barang seperti kardus dan botol di sekitar Jalan Minangkabau dan Jalan Sudirman, serta sesekali membantu tambal ban. Ia biasa tidur di trotoar atau emperan toko di Jalan Minangkabau.
____
Mencermati polemik yang ada saya menilai wajar karena apa yang dilakukan Mensos Risma masih tahap awal, khususnya ingin mengetahui permasalahan ibu kota dan akan di tindak lanjuti dengan aksi yang lain.
Namun demikian akan lebih baik apabila Risma dapat berkoordinasi dengan kepala daerah setempat dalam membuat program Kemensos. Dan blusukan tidak hanya dilakukan di Jakarta tetapi juga kota-kota lain di seluruh Indonesia.
Politikus sering mengaitkan blusukan Risma sebagai sebuah pencitraan untuk meraih kursi DKI-1. Bahkan ada beranggapan Risma mempunyai agenda untuk menurunkan elektabilitas Gubernur DKI Anies Baswedan.
Melihat karakter Risma sebenarnya dia bukan tipe pemimpin yang oportunis, terbukti beberapa kali Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menawarkannya sebagai Calon Gubernur Jawa Timur, Gubernur DKI dan menjadi menteri, tetapi tawaran itu ditolaknya karena ia ingin menyelesaikan masa jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya.
Pencitraan atau bukan waktulah yang akan menjawabnya dengan kinerja yang lebih baik dari menteri-menteri pendahulunya. Dan apabila Risma menjadi populer karena aksi blusukan, itu merupakan efek samping dari tindakannya.
______
Rujukan
- Kompas.com
- Sindonews.com
- Pikiranrakyat.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H