Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Author: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Blusukan Risma Layaknya CSR dalam Perusahaan, Mengapa Gaduh?

8 Januari 2021   08:26 Diperbarui: 8 Januari 2021   08:35 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Risma menemui seorang pemulung di kawasan aliran Sungai Ciliwung, Jakarta (TRIBUNNEWS.com/TAUFIK ISMAIL)

Baru hitungan hari Mensos Risma langsung menggebrak Ibu Kota dengan blusukan ke lapangan. Risma rajin melakukannya untuk memotret permasalahan yang terjadi pada kementerian yang dipimpinnya.

Wanita pertama sebagai Wali Kota Surabaya itu tidak canggung-canggung menemui langsung para Gepeng (gelandangan dan pengemis) yang ada di kolong jembatan dan pinggir jalan. Ia ingin mereka mendapatkan kehidupan yang layak.

Blusukan Risma merupakan gaya kepemimpinannya selama dua periode sebagai Wali Kota Surabaya. Dan gaya itu rupa-rupanya cukup efektif untuk mengetahui permasalahan dan mencari solusinya.

Selama menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, Risma dinilai berhasil. Berkat besutannya Kota Surabaya menjadi lebih indah, rapi dan relatif tidak banjir. Surabaya mendapatkan banyak penghargaan baik tingkat nasional maupun internasional.

Salah satunya adalah pada Juli 2018 memperoleh penghargaan Lee Kuan Yew City Prize bersama dengan kota besar dunia lainya yaitu Hamburg, Kazan (Rusia) dan Tokyo sebagai kota besar yang mampu mengelola kampung di tengah kota.

Secara pribadi wanita jebolan S2 Manajemen Pembangunan Kota di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu juga meraih wali kota terbaik ketiga dunia pada tahun 2015 versi World City Mayors Foundation atas keberhasilannya mengubah Kota Surabaya yang di kenal kumuh menjadi hijau dan tertata rapi.

Tidak mengherankan tingkat kepuasan warga Kota Surabaya atas kinerjanya mencapai 97%, sebuah angka nyaris sempurna 100% yang jarang diperoleh para kepala daerah di Indonesia.

Melihat data dan fakta tersebut di atas sebenarnya tidak perlu diperdebatkan blusukan sebagai pencitraan, kecuali ia tidak mempunyai prestasi dan tidak membawa perubahan bagi kotanya. Terhadap yang seperti itu berarti pencitraan hanya mencari sensasi dan popularitas.

Seperti diketahui aksi blusukan Risma menuai kritik dari beberapa politikus, mereka menuding wanita bergelar Dr (HC) dari ITS itu sedang melakukan pencitraan untuk meraih simpati warga Jakarta.

Blusukan Sebagai Gaya dalam Kepemimpinan

Blusukan berbicara gaya dan itu hanya bisa dilakukan oleh para pemimpin yang terbiasa melakukannya seperti Joko Widodo, Ridwan Kamil dan Ganjar Pranowo. Sedangkan yang tidak terbiasa akan canggung dan kaku ketika berhadapan dengan masyarakat.

Bagi para pemimpin yang bersungguh-sungguh mengabdikan dirinya untuk masyarakat, blusukan sebagai sarana untuk mengetahui permasalahan yang terjadi melalui pengamatan langsung tidak hanya berdasarkan laporan-laporan yang cenderung ABS (Asal Bapak Senang).

Selain itu blusukan dapat mendekatkan pemimpin dengan masyarakat dan untuk menghindari salah paham dalam berkomunikasi. Apabila ada permasalahan dapat disampaikan secara langsung.

Blusukan Mirip CSR

Ilustrasi program CSR (KOMPAS.com/Kurnia Sari Aziza)
Ilustrasi program CSR (KOMPAS.com/Kurnia Sari Aziza)

Sebenarnya blusukan tak ubahnya seperti program CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan program tersebut perusahaan menjadi terkenal dan masyarakat menaruh percaya terhadap produk yang dipasarkan.

CSR terkadang dituding sebagai branding perusahaan agar terkenal. Selama CSR dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat menurut penulis itu sah-sah saja.

Demikian halnya blusukan apabila membuat pemimpin itu populer dan dipercaya rakyat merupakan side effect dari aktivitas yang dilakukan dan dirasakan kegunaannya oleh masyarakat.

***

Antara blusukan dan CSR sama-sama dikritisi sebagai pencitraan atau branding. Untuk mendeteksi kebenarannya, dengan melihat bukti nyata program-programnya dapat dinikmati oleh masyarakat atau tidak.

Tidak dapat dipungkiri blusukan dan CRS yang tepat sasaran akan melambungkan namanya dan mendapatkan citra yang positif dari masyarakat. Mereka puas atas kinerjanya dan menumbuhkan kepercayaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun