Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (Deepublish, 2021). Ketika Kita Harus Memilih (Gunung Sopai, 2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (Deepublish, 2022). Merajut Keabadian (Bintang Semesta Media, 2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (Deepublish, 2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Bercerai dan Menikah Lagi, Belum Tentu Bahagia Loh

5 September 2020   06:27 Diperbarui: 18 Januari 2021   19:27 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bercerai, sumber Dokter.id

Beberapa hari lalu berita perceraian di Kabupaten Bandung menjadi viral di media sosial. Mengapa? karena tingkat perceraian meningkat tajam, sehingga para penggugat harus berjejer mengantre.

Yang menjadi unik adalah para penggugat sebagian besar perempuan, dan dilakukan saat pandemi Covid-19, sehingga kuat dugaan diakibatkan oleh faktor ekonomi.

Menurut petugas Kantor Urusan Agama (KUA), bisanya gugatan 800 kasus, tetapi saat ini melonjak sampai degan 1.000 lebih kasus.

Dosen Antropologi Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Budi Rajab memberikan alasan kenapa banyak perempuan mengajukan cerai. Yang pertama karena faktor ekonomi, sebagai dampak dari pandemi maka banyak perusahaan yang melakukan PHK dan pemotongan gaji.

Para suami mereka pendapatannya menurun bahkan kehilangan pekerjaan. Faktor yang ke dua adalah pertimbangan psikologis karena para perempuan ada keberanian untuk bercerai.

Dan itu menandakan para istri dapat mengukur kemampuannya untuk mandiri sebagai orang tua tunggal (single parent).

Ratusan perempuan antre sidang cerai di Kab.Bandung (sumber Warta Kota - Tribunnews.com)
Ratusan perempuan antre sidang cerai di Kab.Bandung (sumber Warta Kota - Tribunnews.com)

Survei Perceraian

Sementara itu sebuah survei yang di publikasi-kan pada Journal of Sex & Marital Therapy, dengan sampel 2.371 pasangan yang baru saja bercerai. Diketahui 44% menginisiasi cerai, 40% di gugat cerai dan sisanya 16% adalah kesepakatan bersama.

Dari hasil riset tersebut disimpulkan ada empat alasan mereka bercerai :

#1. Cinta Hilang

Sebanyak 47% responden mereka mengaku sudah tidak ada cinta lagi, cintanya sudah memudar. Walaupun pernikahan telah berlangsung berpuluh-puluh tahun, namun cinta telah menghilang. "Sudah tidak ada cinta lagi", akunya. Jadi untuk apa dipertahankan kalau tidak saling mencintai.

#2. Komunikasi Hilang

44% responden mengaku mereka kehilangan komunikasi yang harmonis antara suami-istri. Penyebabnya adalah suami kebanyakan diam dan tidak banyak bicara. Mungkin sebagai akibat beban hidup dan pekerjaan dan yang membuat para suami terdiam. Diam para suami menyebabkan para istri stres.

#3. Kepercayaan Hilang

Menurunnya rasa simpati, penghormatan dan kepercayaan yang mengakibatkan biduk rumah tangga guncang. Padahal tiga hal tersebut yang dapat mempererat hubungan suami-istri. Ketika tidak ada kepercayaan mereka saling curiga, tidak ada simpati antar pasangan dan tidak saling menghormati. Pernikahan menjadi hambar dan sulit dipertahankan.

#4. Tinggal Berjauhan

Alasan terakhir mereka mengakhiri hubungan pernikahan adalah tinggal berjauhan. Suami yang bertugas keluar kota sangat rentan menjadi pemicu perceraian. Mereka jarang bertemu sehingga tidak dapat menjalin keintiman suami-istri. Dan dapat menyebabkan perubahan perilaku keduanya.

Mencermati hasil survei tersebut faktor emosional menjadi penting dalam berumah tangga. Sikap mengasihi, menghormati, menghargai dan mempercayai menjadi pondasi yang kuat dalam menikah.

Lantas bagaimanakah menjaga pernikahan tetap harmonis, beberapa hal berikut dapat menjadi rujukan agar dijauhkan dari perceraian :

#1. Menyatukan Dua Perbedaan

Bahwa pernikahan adalah masalah menyatukan dua insan yang berbeda sifat. Laki-laki menggunakan logika dalam berpikir, sementara perempuan menggunakan perasaan. Sehingga laki-laki cenderung to the point sedangkan perempuan berputar-putar sesuai dengan isi hatinya. Ketika ada masalah perempuan cenderung menangis, namun laki-laki segera mencari solusi.

#2. Menikah adalah Memberi Kebahagiaan

Kalau tujuan menikah adalah untuk mencari kebahagiaan akan keliru, karena tidak akan menemukan. Tetapi masing-masing pasangan harus mengubah cara berpikir tujuan menikah. Apabila suami-istri berusaha untuk dapat memberikan kebahagiaan, maka sedikit demi sedikit kebahagiaan akan terajut. Memberikan atau membagi kebahagiaan bukan yang semu tetapi berdasarkan ketulusan hati.

#3. Suami Mengasihi & Istri Hormat

Wanita sebagai insan yang lemah dan halus hatinya harus dikasihi. Berikanlah pujian pada istri yang telah mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus anak. Sebaliknya hormatilah suami yang telah berlelah mencari nafkah, kopi hangat di pagi atau sore hari akan membuat semangat dalam bekerja. Terimalah penghasilan suami dengan ucapan syukur dan jangan meremehkannya.

#4. Jangan Marah Bersamaan

Marah bersamaan akan sangat berbahaya dan mengancam keutuhan rumah tangga. Ada baiknya buatlah kesepakatan berdua untuk menahan marah, apabila salah satu pasangan marah. Namun apabila harus marah jangan sampai keluar kata-kata menyakiti pasangan. Marahlah dengan kasih untuk kebaikan bersama.

#5. Jangan Menjelekkan Pasangan

Kadang secara tidak sadar kejelekan pasangan menjadi topik untuk diceritakan pada teman atau saudara. Hal ini akan melukai pasangan, dan membuat kontra produktif. Tetapi sebaiknya sampaikan pujian, yang akan membuat bangga pasangan.

#6. Pasang Surut

Di dalam pernikahan pasti ada pasang surut baik ekonomi, emosional maupun spiritual. Kiranya masing-masing pasangan harus dapat menahan di kala ada gelombang yang menghantam. Apabila dasar komitmen pernikahan telah kuat maka niscaya dapat mengatasinya dengan baik. Maka diperlukan kedewasaan emosional dan spiritual, yang dilatih melalui peristiwa kehidupan.

#7. Hadapi Bersama

Jaman modern saat ini peran mengurus rumah tangga tidak hanya dijalankan seorang istri tetapi juga suami. Terlebih bagi istri yang bekerja sebagai wanita karier dan mengurus anak. Dia akan kewalahan manakala mengurus rumah tangga dilakukan sendiri tanpa dibantu oleh suami. Jadi tidak ada salahnya suami membantu pekerjaan rumah dan mengurus anak.

Kesimpulan

Supaya dapat mempertahankan rumah tangga, masing-masing pasangan harus mengendalikan kepentingan pribadi. Ingatlah waktu pacaran dan ketika menikah, kebahagiaan menjadi bagian yang menyertai.

Berpikirlah jangka panjang dan bagaimana kelak nasib anak-anak, harus ikut siapa dan harus kehilangan salah satu orang tua, apabila orang tua bercerai.

Juga pertimbangkan karena harus berpisah dengan keluarga besar baik mertua, saudara ipar dan lainnya. Sementara bercerai dan menikah kembali belum tentu bahagia.

Rujukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun