Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (Deepublish, 2021). Ketika Kita Harus Memilih (Gunung Sopai, 2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (Deepublish, 2022). Merajut Keabadian (Bintang Semesta Media, 2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (Deepublish, 2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahu Enggak sih, Giring Nyapres untuk Membuka Jalan Gibran?

1 September 2020   06:54 Diperbarui: 1 September 2020   08:40 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber YouTube.com/Berita Terkini

Pencalonan putra dari Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka sebagai walikota Solo telah menimbulkan polemik pro dan kontra.

Menjadi berita utama karena tidak dapat di pungkiri dia anak seorang presiden yang berkuasa. Adalah Jokowi yang memberikan pernyataan bahwa anak-anaknya tidak tertarik dunia politik dan lebih memilih sebagai pedagang martabak dan pisang goreng.

Itulah yang ditekuni dua anak laki-laki dari seorang mantan pengusaha mebel, Gibran berbisnis martabak bermerek "Markobar" dan adiknya Kaesang Pangarep jualan pisang goreng "Sang Pisang".

Gegara survei elektabilitas yang dilakukan Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) Surakarta, yang menempatkan pria jebolan University of Technology Sydney (UTS Insearch) Australia, berada di peringkat kedua, setelah wakil walikota Solo Achmad Purnomo.

Yang membuat Gibran tergoda jabatan dan banting setir dari pedagang menjadi politikus, sebuah keputusan yang cukup mengagetkan. Dan sang ayah memberikan kebebasan untuk menentukan pilihan, kalau tidak mau dibilang mendukung, ehem.

Lantas menjadi heboh karena semula Achmad Purnomo (71) sudah mendapatkan rekomendasi dari DPC (Dewan Pimpinan Cabang) PDIP  Solo untuk maju dalam Pilkada Solo tahun 2020, berpasangan dengan Ketua DPRD Solo, Teguh Prakosa.

Namun Gibran tidak habis akal, dia memberanikan diri ke Jakarta, menghadap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, kira-kira ide siapakah ini?

Dan pada 17 Juli 2020 rekomendasi dari DPD (Dewan Pimpinan Daerah) PDIP Jateng, menetapkan Gibran-Teguh, menjadi pasangan resmi yang diusung banteng moncong putih, sekaligus menganulir pencalonan Purnomo-Teguh, waduh kasihan.

Apakah tidak ada pilihan lain misalnya mengusung Purnomo-Gibran, perpaduan generasi baby boomer dan milenial, sembari Gibran ngangsu kawruh, menimba ilmu dari Purnomo.

Menahan syahwat politik dan memulai karir sebagai wakil walikota akan lebih elok, tanpa melukai senior. Hal ini akan sedikit menepis aji mumpung seperti yang di tuduhkan para lawan politik.

"Kalau tidak bersedia kecewa, janganlah terjun ke dunia politik" itulah yang dipesankan Walikota Solo FX. Hadi Rudyatmo (60) pada rekannya Achmad Purnomo.

Karena dalam politik tidak ada persahabatan abadi yang ada adalah kepentingan abadi. Agendanya adalah mempertanyakan apa, kapan, dimana, dengan siapa dan bagaimana caranya dapat meraih kekuasaan.

Bagi masyarakat tidak mempersoalkan proses terpilih-nya pemimpin, tapi apakah pemimpin tersebut dapat memajukan wilayah dan membuat sejahtera masyarakat.

Itulah yang membuat sakit hati Purnomo, seorang kader PDIP, berpengalaman sebagai wakil walikota selama dua periode, alumnus farmasi tetapi harus dipaksa menelan pil pahit, mak jleb.

Walaupun konon sempat ditawari jabatan oleh Jokowi namun ia menolaknya, bisa jadi telah membuat hopeless mantan dosen UGM tersebut.

Sebagai obat penawar sakit, Purnomo hanya minta kepada Jokowi untuk membantu pembangunan sebuah Masjid Taman Sriwedari Solo dan konon Jokowi-pun menyanggupi sebesar 138 Milyar, dana dari mana ya? (Pikiran Rakyat 20 Juli 2020).

Dinasti Politik

Berita tak sedap rupa-rupanya tidak sampai berhenti disitu, sang menantu Jokowi yaitu Bobby Nasution (29) ternyata sedang berjibaku dalam kontestasi Pilkada Kota Medan. Rupa-rupanya jejak sang mertua yang sukses meraih RI-1 di negeri seribu pulau ini, telah diikuti menantunya.

Maka aroma tak sedap isu politik dinasti berhembus begitu cepat, sekencang usulan Gubernur Anies Baswedan agar sepeda balap masuk ke jalur tol.

Beberapa warganet yang semula mendukung habis-habisan Jokowi, karena dikenal bersahaja, merakyat dan pekerja keras. Menyayangkan sikapnya dan perlahan mulai luntur kepercayaan-nya, sayang !

Bahkan  isu politik dinasti menjadi peluru yang cukup efektif dari KAMI yang di motori Din Syamsuddin untuk menyerang Jokowi dan pemerintah.

Media asing The Star asal Malaysia dan Straits Times asal Singapura menulis artikel yang hampir sama konten-nya bahwa Jokowi sedang memupuk dinasti politik setelah dua anggota keluarganya maju dalam Pilkada 2020. (Suara.com, 27 Juni 2020).

Giring Bernyanyi Nyaring

Kemunculan si kribo Giring dengan penuh percaya diri bak bintang panggung dengan alunan Laskar Pelangi-nya, berteriak nyaring mau Nyapres tahun 2024.

Tidak ada petir tidak ada hujan, dengan mengejutkan foto dirinya telah terpampang pada billboard di sudut-sudut kota dengan label Capres 2024.

Pria mantan vokalis Nidji itu juga melakukan konferensi pers dan beritanya menghiasi media online tanah air.

Tokoh-tokoh sekaliber Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan yang menempati tiga besar survei elektabilitas Capres 2024 saja masih takut-takut deklarasi, mungkin di suruh deklamasi pun ogah melakukan, hehehe.

Gibran Aman

Namun kalau kita mau mengamati dengan saksama, seiring gencarnya pemberitaan pencalonan Giring, maka secara perlahan berita Gibran menjadi redup.

Lalu warganet mulai membanding-bandingkan antara Giring dan Gibran. Kenapa Giring tidak meniru langkah Gibran menjadi calon walikota?, atau Giring lebih cocok jadi calon walikota daripada Capres

Membandingkan usia Giring (37) dan Gibran (32), juga pengalaman dan kemampuan. Giring sebagai seorang pemimpin grup band dan perusahaan.

Sementara Gibran sebagai pengusaha catering, pedagang martabak, star up aplikasi Kerjaholic  dan ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJBI) Kota Solo.

Lalu mereka lupa kalau Gibran telah membuang Purnomo yang sebenarnya telah mendapat restu dari DPC Solo. Mereka juga lupa ada Bobby Nasution yang sedang melakukan lobi-lobi politik dengan pengurus partai di Kota Paris Van Sumatera.

Publik mungkin akan tersadar dan bertanya apakah sebuah skenario, kemunculan Giring mencalonkan diri sebagai Capres untuk mendongkrak nama Gibran?.

Seorang figur belum kelihatan baik kalau belum ada pembanding-nya. Sebaliknya figur akan kelihatan baik kalau dibandingkan dengan figur yang kelasnya dibawah.

Logika ini yang mungkin sedang dibangun, sehingga masyarakat akan berkata daripada Giring Nyapres, masih lebih baik Gibran yang Nyalon Walikota!

Jagi Giring muncul untuk membuka jalan bagi Gibran, mungkinkah?

01/09/2020

Kris Banarto

Rujukan :

  • www.suara.com
  • id.wikipedia.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun