Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Doa untuk Anak-anakku

12 Juni 2020   08:19 Diperbarui: 16 Januari 2021   10:51 1813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Doa untuk Anak-anakku

***

Rindu hening memelukku, dingin mengusir terik dan hembusan bayu menyatu

Keringat itu tak keluar bersembunyi dalam raga

Suara delman memecah sunyi dan burung bernyanyi tiada henti

***

Mengejar bola, mandi di sungai dan bermain layang-layang

Menjadi bagian masa kecil anak desa jauh dari gemerlap kota

Melangkahkan kaki ke sekolah terkadang menenteng daun untuk makan ternak di sekolah

***

Aku masih mengalami bangku sekolah tinggi bertingkat, pada dua baris belakang

Kapur putih sebagai wahana guru mengajar, anak-anak sering iseng dipakai untuk melukis wajah temannya

Di akhir kelas enam aksi menangkap ikan di kolam sekolah jadi peristiwa puncak yang berkesan

***

Berangkat ke Sekolah Menengah Pertama, naik kendaraan umum yang sesak

Uniknya guru mengajarkan berbagai keterampilan dan praktik memasak, 

Bagi siswa tak mampu melanjutkan menjadi bekal usaha mandiri

***

Menginjak sekolah atas, guru mewajibkan siswa mengikuti kegiatan pramuka

Aku senang kalau ada perhelatan berkemah, menikmati memasak dan makan bareng ala kadarnya

Jerit malam menjadi acara menantang dan menguji nyali, aku paling takut kalau masuk kuburan dan mengelus nisan

***

Memasuki pendidikan tinggi harus berpisah dengan orang tua dan kos berdua agar menghemat biaya

Dengan uang yang terbatas, sesekali aku mesti memasak sendiri 

Di akhir bulan ketika uang menipis, tidak jarang aku berkunjung ke rumah saudara ayah, sekedar mendapat tambahan penyambung hidup

***

Beruntung aku turut kegiatan mahasiswa, menambah pemasukan bilamana jadi panitia

Aku harus pintar merangkai waktu, ada beban mencuci dan setrika sendiri

Syukurlah dapat purna tepat waktu, membuat aku lega dan orang tua bahagia

***

Aku tidak ingin perjuangan seberat ini menimpa anak-anakku

Mereka memang harus berjuang, tapi dengan suasana yang berbeda

Anak-anakku harus lebih berhasil dariku, itulah doa ter-dalam orang tua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun