Menikah pada usia di atas 32 tahun juga mempunyai risiko yang sama pada usia di bawah 20 tahun, hal ini dimungkinkan pada usia tersebut sudah terlampau nyaman dan terlanjur membangun benteng egoisme yang kuat, sehingga ada kesulitan untuk mengalah. Dari hasil survei ini ter-gambar usia ideal menikah adalah 20 sampai 32 tahun, walaupun tentunya tidak menjadi acuan yang pasti.
3. Selisih usia pasangan
Selisih umur pasangan bisa menjadi salah satu penyebab perceraian, semakin jauh jarak umur antar pasangan maka semakin tinggi risiko untuk bercerai sebaliknya semakin dekat selisih usia pasangan akan semakin kecil risiko untuk bercerai. Seperti sebuah studi yang dilakukan Megan Garber dalam The Atlantic yang diterbitkan dalam jurnal Economic Inquiry tahun 2015, menyebutkan bahwa beda satu tahun kemungkinan bercerai 3%, beda usia 5 tahun kemungkinan bercerai 18% dan beda 10 tahun ke atas kecenderungan bercerai 39%.
4. Pekerjaan suami
Salah satu peran suami dalam pernikahan adalah mencari nafkah sehingga dapat menopang keuangan keluarga, pekerjaan yang tidak tetap seorang suami dapat mengganggu keuangan keluarga dan dapat memicu perceraian. Menurut studi yang dilakukan di Harvard University tahu 2016 dan diterbitkan American Sociological Review, menyatakan suami yang mempunyai pendapatan tetap mempunyai potensi bercerai 2.5%, sedangkan suami yang tidak mempunyai pekerjaan tetap berpotensi lebih besar bercerai yaitu 3.3%.
5. Faktor Pendidikan
Studi lain menyebutkan bahwa pasangan yang tidak tamat jenjang SMA mempunyai risiko lebih besar bercerai daripada pasangan yang menyelesaikan pendidikan SMA. Rendahnya pendidikan akan mempengaruhi pekerjaan, dan berimbas pada pendapatan yang tidak besar, sehingga mengganggu ekonomi keluarga. Survei jangka panjang sejak 1979, yang dilakukan The National Longitudinal Survey of Youth, menyebutkan pasangan dengan jenjang pendidikan SMA mempunyai risiko perceraian lebih baik 30% dibandingkan pasangan yang tidak lulus SMA.
Spirit pernikahan adalah bagaimana menyiapkan generasi yang mempunyai tingkat kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya terutama dalam kehidupan rohani yaitu karakter, kepribadian dan sikap. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari pasangan suami-istri, untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, maka diperlukan beberapa hal agar pernikahan berlangsung langgeng :
#1. Jangan marah bersamaan
Selama kemarahan dari satu pihak saja baik dari pihak suami atau istri saja, maka tidak akan terjadi perselisihan, sebaliknya kalau pihak satunya terpancing, maka akan timbul pertengkaran. Menyikapi hal ini diperlukan perhatian beberapa hal :
- Buatlah kesepakatan kalau salah satu marah maka pasangan harus diam, sekalipun pihak yang diam dalam posisi yang benar.
- Apabila ada yang marah lakukanlah dengan kasih dengan arti lain marahlah karena kau mengasihi pasanganmu, maka jangan sampai keluar kata-kata yang menyakitkan pasangan.
- Marah sesuai dengan substansi penyebab kemarahan, jangan sampai mengungkit-ungkit masa lalu, atau menjadi kemarahan liar ke mana-mana
- Setelah marah reda, berikan penjelasan secara baik-baik, selesaikan masalah dengan saling memaafkan.