Ada cerita seorang bos besar yang berhenti di perempatan lampu merah dan dia melihat ada seorang tukang becak yang tertidur pulas di becaknya tanpa terganggu oleh suara bising kendaraan. Di dalam hatinya bos besar ini bergumam enak benar jadi orang kecil, di dalam keramaian saja, dia dapat tidur pulas apalagi apalagi kalau tidur di rumah.
Sedangkan aku mengalami Insomnia (susah tidur), di ruangan besar ber-AC, tempat tidur yang mahal dan istri yang cantik sering kali mengalami gangguan tidur. Karena begitu banyak yang dipikirkan mulai biaya operasional perusahaan, hutang bank yang harus dibayar, tunggakan tagihan yang belum masuk, komplain dari pelanggan sampai karyawan yang belum produktif.
Kalau begitu kenapa aku tidak jadi orang kecil saja ya, yang mencari uang sekadarnya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan anak-anak semampunya, tidak usah memikirkan banyak orang dan tidur nyenyak.Â
Tidak lama kemudian si tukang becak terbangun dan melihat mobil mewah dengan sopir di depan dan satu penumpang di deretan tengah, pikiran melayang dan dia berbicara secara lirih, enak betul orang itu pasti orang kaya.
Ke mana-mana diantar pakai sopir, tidak capek, hujan tidak kehujanan, panas tidak berasa panas, sudah tidak memikirkan hari ini makan apa, tapi hari ini makan di mana dan mau mentraktir siapa. Sedangkan aku orang kecil kehujanan dan kepanasan, tidak tahu nanti bisa makan tidak. Tak lama kemudian lampu hijau menyala dan mobil itu melintas, bersamaan dengan itu si tukang berkata dalam hati, andai aku jadi orang kaya pasti bahagia.
"Bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih? Bahagia karena napas mengalir dan jantung berdetak, sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang"-WS. Rendra
Pengertian Bahagia
Kata bahagia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diterjemahkan sebagai keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan), beruntung; berbahagia. Sedangkan kebahagiaan diartikan kesenangan dan ketenteraman hidup (lahir batin); keberuntungan; kemujuran yang bersifat lahir batin.
Apabila kita mencermati terjemahan tersebut, maka untuk mendapatkan kebahagiaan diperlukan dua syarat yaitu :
1. Bebas dari Segala yang Menyusahkan
Ini menjadi subjektif dan hal yang relatif karena standar bebas dari kesusahan antara orang satu dan lainnya berbeda-beda. Orang yang berpenghasilan sepuluh juta mungkin sudah merasa terbebas dari kesusahan karena bisa hidup sederhana dan tidak mempunyai hutang yang memberatkan.Â
Tetapi berbeda dengan orang yang berpenghasilan seratus juta sebulan, ia merasa belum terbebas dari kesusahan karena terbiasa hidup mewah dan hutang yang besar.
2. Ketenteraman Hidup Lahir dan Batin
Ketenteraman hidup tidak hanya yang terlihat oleh orang luar melalui tindakan, kata-kata dan bahasa tubuh, tetapi juga dari batin, sesuatu yang terdapat di dalam hati dan sesuatu yang menyangkut jiwa. Ketika ada ucapan syukur walaupun penghasilan sepuluh juta sebulan, hidup berasa tenteram.Â
Tetapi bagi orang yang penghasilannya seratus juta sebulan, kalau tidak ada rasa syukur maka tidak menemukan ketenteraman hidup. Dia merasa tidak puas dan akan terus mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
Memahami Kebahagiaan
Kebahagiaan bukan 'andai kata' pada sesuatu yang tidak atau belum terjadi, tetapi bersyukur akan apa yang sudah kita miliki, sehingga ia akan berkata 'walaupun' hidup saya pas-pasan tetap berbahagia. Untuk mencapai kebahagiaan dibutuhkan beberapa pemahaman :
1. Memahami Cara Kerja Tuhan
Sangat sulit kita dapat menerima penderitaan saat pandemi Covid-19 ini, di kala sebelumnya kita tidak pernah mengalami dan semuanya berjalan baik-baik saja. Kita akan berkata ini sebuah kutukan atau bencana yang mengakibatkan kesusahan dan penderitaan. Â
Namun kalau kita dapat memahami cara kerja Tuhan, bahwa semua yang terjadi di planet ini semua atas kendali Tuhan atau atas seizin Tuhan, maka kita jadi mengerti mengapa harus mengutuki penderitaan yang datangnya dari Tuhan?. Pasti Tuhan punya maksud baik atas semuanya itu, bukankah kebaikan datangnya dari atas?
2. Hidup Bukan Hal-hal Fana
Kalau hidup ini kita arahkan pada hal-hal yang fana, kekayaan, kehormatan, kedudukan maka pada saatnya kita akan kecewa. Menjadi tidak berarti kalau kita memiliki banyak harta sehingga bisa membeli pulau, kapal dan helikopter serta bersenang-senang, tetapi setelah itu harus menghadapi realitas kematian.Â
Sedangkan selama hidupnya melupakan Tuhan yang adalah pemilik jagat raya ini. Tetapi berbeda dengan orang yang hidupnya diarahkan pada kehidupan kekal, dia akan menerima keadaan apa pun, karena dia sedang melakukan rencana Tuhan untuk membawa pada kehidupan kekal.
3. Dekat dengan Tuhan
Seperti pohon yang ditanam di tepi aliran sungai, ia akan tumbuh lebat, akar-akarnya menancap kuat di tanah, daunnya segar dan berbuah banyak, menjadi tempat orang berteduh dan tempat burung bersarang. Sangat berbeda dengan pohon yang jauh dari mata air maka akan menjadi kering, layu dan mati.Â
Demikian juga kehidupan kita kalau dekat dengan Tuhan akan merasa tenang dan bahagia. Sebaliknya kalau hidup kita masih jauh dari Tuhan, hidup ini dikuasai keinginan dan nafsu dunia, sehingga tidak ada kebahagiaan dan ketenangan.
Andai kata ada penderitaan menjadi tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan kehidupan kekal yang Tuhan berikan. Seperti seorang atlet yang berlari dalam keadaan luka di kaki, dia tetap berlari karena kalau sampai finish dia akan menerima piala dan hadiah yang besar.Â
Seorang petani dengan tekun merawat tanaman, dengan memberikan pupuk, menyiram dan menghilangkan benalu, dan ketika panen maka kelelahan petani selama itu menjadi hilang.
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum. -Mahatma Gandhi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H