Kebutuhan masyarakat yang mendesak akan budaya etis adalah kesempatan setiap organisasi untuk memengaruhi budaya sosial, dengan membudayakan nilai-nilai etis. Ketika ini terjadi, masyarakat mendapat manfaat dari pengaruh positif yang diambil karyawan dari tempat kerja mereka ketika kembali ke keluarga, teman, dan rekan.
Values Based Culture (budaya berbasis nilai)
Pada abad ke-21, etika bukanlah suatu kemewahan atau suatu pilihan. Lebih dari kompetensi, pengalaman, kecerdasan dan dorongan, orang-orang di semua tingkatan organisasi membutuhkan nilai-nilai etika.
Menurut Kidder (2001), "Tugas utama dekade ini adalah menciptakan dan memelihara budaya berbasis nilai." Karena banyaknya waktu yang dihabiskan orang di tempat kerja, maka proses pendidikan dan pembelajaran itu harus terjadi di lingkungan bisnis.
Rushworth M. Kidder adalah pendiri dan presiden Institute for Global Ethics, sebuah organisasi yang penelitiannya telah mengidentifikasi 4 faktor utama dalam menciptakan budaya berbasis nilai, yaitu :
1. Nilai inti bersama
Ada lima nilai inti yang ditemukan dalam beberapa bentuk di setiap budaya di seluruh dunia. Mereka adalah kejujuran, rasa hormat, tanggung jawab, keadilan dan kasih sayang. Budaya berbasis nilai akan menjadikan nilai-nilai inti ini sebagai kekuatan pendorong dalam pengambilan keputusan.
2. Bahasa umum
Karyawan membutuhkan bahasa etika yang memungkinkan mereka berkomunikasi dengan mudah dan nyaman tentang masalah yang biasanya sensitif dan sulit untuk dibahas. Program pelatihan etika yang efektif menyediakan bahasa umum yang dibutuhkan, sehingga seluruh orang yang terlibat dalam organisasi mudah memahami.
3. Komitmen dari Top Management
Pelatihan etika tidak ada artinya tanpa top management yang mendorong dan selalu berkampanye tentang pentingnya etika bisnis. Ketika para pemimpin secara konsisten menghargai mereka yang memilih untuk melakukan apa yang benar, itu sangat membantu untuk menciptakan budaya etis.