Mohon tunggu...
Kris Banarto
Kris Banarto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Bisnis dan Humaniora

Penulis buku: Transformasi HRD dalam Bisnis (2021). Ketika Kita Harus Memilih (2022). Rahasia Sukses Bisnis Modern (2022). Merajut Keabadian (2023). Kupas Tuntas Bisnis Properti (2024). Website: www.ManajemenTerkini.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika CSR Ditujukan untuk Branding

16 April 2020   21:50 Diperbarui: 20 April 2022   09:54 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program CSR (Corporate Sosial Responsibility) merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab sosial kepada stake holder baik karyawan, pemegang saham, konsumen, masyarakat dan lingkungan. Supaya bisnis dan dampak yang dijalankan bertujuan jangka panjang dan berkelanjutan (sustainable).

Perusahaan tidak hanya profit oriented, tetapi harus melihat dampaknya pada karyawan, masyarakat dan lingkungan (environment). Atas segala tindakan dan keputusan yang tidak cukup hanya mengejar profit dan tidak melanggar hukum tetapi bisnis harus dilakukan dengan menjunjung etika dan moral yang benar. 

Agar tercipta keseimbangan antara pekerja/karyawan & keluarganya, business owner, share holder, masyarakat dan lingkungan sekitar.

CSR bukanlah hanya kegiatan amal dan donasi, CSR juga bukan untuk tujuan branding, tetapi lebih dari itu perusahaan bertanggung jawab atas seluruh sepak terjang yang dilakukan dan dipertanggung jawabkan kepada negara & masyarakat. Tetapi tidak bisa di hindari dengan melakukan kegiatan sosial maka brand image jadi meningkat.

CSR sebaiknya memenuhi 3 P : yaitu perusahaan mendapatkan Profit untuk kelangsungan hidup perusahaan, perusahaan harus memperhatikan People baik di internal maupun eksternal perusahaan dan bagaimana perusahaan menjaga lingkungan baik air, tanah dan udara (Planet), supaya perusahaan dapat meninggalkan heritage yang baik kepada generasi penerus bangsa.

Perusahaan Perhatikan K3

Ada kisah dokter yang menangani pasien sakit paru-paru, ketika ditanya apakah punya riwayat sakit paru-paru dia bilang tidak, apakah merokok dia juga katakan tidak, lalu dokter itu bertanya dulu kerja di mana? Pasien yang sudah pensiun itu menjawab dahulu bekerja di konveksi, lalu dokter melanjutkan pertanyaan apakah waktu bekerja pakai masker, dia jawab tidak. Apakah perusahaan memberikan vitamin, dia jawab juga tidak. 

Ada kemungkinan besar pasien tersebut mengalami sakit paru-paru karena pernah bekerja di konveksi dan tidak menggunakan perlindungan yang memadai dan ironisnya penyakitnya muncul sepuluh tahun kemudian.

Lalu beberapa tahun kemudian dokter mendapat kabar kalau pasien itu meninggal karena sakit paru-paru.  Jadi sebaiknya sebelum perusahaan melakukan program CSR, fokuslah terlebih dahulu pada K3 (Keselamatan dan kesehatan Kerja), jangan sampai risiko karyawan tidak sebanding dengan penghasilannya.

Perusahaan Fokuslah pada Dampak Bisnis

Adalah perusahaan air mineral yang mempunyai program CSR dengan menanam pohon, hal ini sesuai (related) antara bisnis yang dijalankan dengan dampak negatif terhadap lingkungan. Sudah berapa besar perusahaan tersebut menyedot air dari bumi (konon 200 meter kubik per bulan), dan atas nama keseimbangan ia mempunyai tanggung jawab sosial untuk menggantinya.

Sehingga wajar kalau Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyerahkan penghargaan yaitu Corporate Social Responsibility (CSR) untuk bidang kesehatan kepada Danone-AQUA atas implementasi program akses Air Bersih, Sanitasi dan Higienitas atau Water Access, Sanitation, Hygiene (WASH).

Program CSR salah satu perusahaan rokok sangat lengkap, dari situs resmi terlihat program CSR mulai dai sumbangsih sosial, beasiswa, trees for life,sampai apresiasi budaya. 

Kemudian ada renovasi dan bantuan panti asuhan, pelayanan medis masyarakat desa & pesantren, operasi katarak gratis, operasi sumbing bibir dan langit-langit, satgas pencegahan kebakaran, pemberantasan sarang nyamuk, penyediaan air bersih, donor darah dan bantuan bencana alam. Tetapi kalau kita amati program tersebut yang sesuai dengan dampak negatif dari bisnis tembakau mungkin hanya 10% dari semua program yang ada.

Menurut data dari WHO Indonesia menempati persentase penduduk sebagai perokok terbesar di dunia: 76 persen pria berusia di atas 15 tahun tercatat sebagai perokok. Sekitar 80 persen perokok dunia hidup di negara berpenghasilan rendah dan menengah dan 226 juta di antaranya dianggap miskin.

WHO mengatakan, banyak orang tidak menyadari bahwa hampir setengah dari kematian itu, sekitar tiga juta kasus per tahun, adalah karena penyakit kardio vaskular, termasuk serangan jantung dan stroke.

"Kebanyakan orang tahu bahwa konsumsi tembakau menyebabkan kanker dan penyakit paru-paru, tetapi banyak orang tidak menyadari bahwa tembakau juga menyebabkan penyakit jantung dan stroke - pembunuh utama di dunia," kata direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pernyataan. Sebuah keuntungan dengan mengorbankan kesehatan masyarakat, yang nota bene bos nya menjadi orang terkaya di Indonesia.

Apakah tidak sebaiknya prioritas program pada dampak negatif  bisnis, misalnya membangun rumah sakit paru-paru atau rumah sakit jantung, memberi bea siswa dokter untuk mengambil spesialis jantung dan pembuluh darah atau Sp.JP(K), memberi bantuan peralatan untuk jantung & paru-paru, bantuan obat-obatan seputar jantung, pembuluh darah, paru-paru & kanker.

Sebuah contoh bagus dilakukan Pemerintah Kabupaten Karawang, Jawa Barat memulai pembangunan rumah sakit khusus pasien paru-paru di Desa Baloggandu, Kecamatan Jatisari. Biaya pembangunan bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT).
"Jadi biayanya bukan dari APBD. Ini dari kucuran dana DBHCT sejak tahun 2012," kata Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana saat ground breaking pembangunan di Jalan Raya Jatisari (Health Detik.com, 9 Agustus 2018)

CSR Menurut ISO 26000

Jadi perusahaan dapat menyusun ulang program-program CSR sesuai batasan -- batasan dari ISO 26000. Bahwa tanggung jawab sosial dapat dilakukan seluruh jenis organisasi, yakni perusahaan maupun non perusahaan, contoh di Indonesia termasuk PT, firma hukum, CV, dan yayasan, koperasi, perkumpulan, organisasi massa, dan serikat pekerja.

Definisi tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 ialah tanggung jawab organisasi atas dampak keputusan dan aktivitas terhadap masyarakat dan lingkungan hidup dengan cara transparan dan beretika, berkontribusi kepada pembangunan berkelanjutan.

Ruang lingkup CSR menurut ISO 26000: tata kelola organisasi, HAM, praktik tenaga kerja, operasi bisnis yang adil, isu konsumen, lingkungan hidup, serta pelibatan dan pengembangan komunitas. 

Jadi tanggung jawab sosial tidak hanya donasi atau filantropi meski kedua hal itu disebut dalam ISO 26000 sebagai bagian kecil dari tanggung jawab sosial.

Sumber :

https://mediaindonesia.com

https://www.dw.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun