Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sharenting: Gaya Hidup atau Edukasi?

30 Januari 2025   10:59 Diperbarui: 30 Januari 2025   10:59 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang mendorong orang tua untuk membagikan momen-momen pribadi anak mereka di media sosial? Apakah hal ini sekadar menjadi tren atau ada tujuan yang lebih dalam, seperti mendidik atau berbagi pengalaman dengan orang lain? Fenomena ini dikenal dengan istilah sharenting, sebuah gabungan antara kata share dan parenting, yang merujuk pada kebiasaan orang tua membagikan foto atau informasi pribadi tentang anak-anak mereka melalui platform media sosial.

Menurut penelitian oleh Livingstone dan Third (2017), sharenting menjadi lebih umum seiring dengan semakin berkembangnya media sosial. Dalam laporan mereka, mereka menjelaskan bahwa hampir 90% orang tua di dunia berbagi informasi mengenai kehidupan anak mereka di platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter. Aktivitas ini berkembang sebagai cara untuk berbagi kebahagiaan keluarga, serta mendokumentasikan tumbuh kembang anak bagi orang tua yang aktif secara digital.

Perkembangan sharenting tidak lepas dari peran besar media sosial yang menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, memungkinkan orang tua untuk membagikan momen-momen istimewa dengan keluarga dan teman-teman mereka. Seiring waktu, berbagi tentang anak-anak ini tidak hanya menjadi sarana untuk berbagi cerita pribadi, tetapi juga menjadi medium untuk mencari koneksi dengan orang tua lain dan berbagi pengalaman dalam pengasuhan.

Namun, apa sebenarnya motivasi di balik sharenting? Apakah orang tua melakukannya semata-mata untuk menunjukkan gaya hidup mereka, ataukah ada tujuan edukasi yang ingin mereka sampaikan melalui pengalaman mengasuh anak? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi penting untuk dibahas lebih lanjut, mengingat pengaruhnya terhadap anak-anak dan masyarakat secara lebih luas.

Sharenting sebagai Gaya Hidup

Dalam era media sosial, banyak orang tua yang menjadikan sharenting sebagai bagian dari cara mereka membangun identitas keluarga secara online. Orang tua berbagi foto, cerita, dan momen-momen tertentu dengan tujuan menunjukkan kebahagiaan dan keharmonisan keluarga mereka. Ini sering kali dilihat sebagai representasi positif dari kehidupan pribadi yang bisa dilihat oleh teman, keluarga, bahkan orang asing di internet. Melalui berbagi momen anak-anak mereka, orang tua tidak hanya memamerkan anak-anak mereka, tetapi juga menciptakan citra keluarga yang ideal di mata publik.

Penting untuk dicatat bahwa hal ini bisa berfungsi sebagai cara orang tua untuk memperlihatkan peran mereka dalam kehidupan anak dan menunjukkan kebanggaan mereka terhadap pencapaian anak. Hal ini seringkali disertai dengan caption yang mengandung pesan emosional atau kebanggaan, menciptakan narasi yang sesuai dengan citra keluarga bahagia yang diinginkan.

Sharenting juga dapat dilihat sebagai manifestasi dari kebutuhan orang tua untuk menonjolkan kehidupan pribadi mereka dalam dunia maya. Dalam dunia media sosial yang sangat visual dan berbasis pada interaksi, orang tua merasa bahwa berbagi gambar dan cerita tentang anak-anak mereka menjadi cara untuk terhubung dengan audiens yang lebih luas dan memperlihatkan sisi diri mereka sebagai orang tua yang perhatian dan terlibat.

Fenomena ini berkaitan dengan teori identitas sosial yang menjelaskan bagaimana individu mencoba untuk membangun dan memelihara citra mereka dalam masyarakat. Dengan memamerkan kehidupan keluarga yang bahagia melalui sharenting, orang tua tidak hanya membentuk identitas diri mereka sebagai orang tua yang baik, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dengan orang lain yang memiliki pengalaman serupa.

Tidak dapat dipungkiri bahwa norma sosial dan budaya media sosial juga berperan besar dalam mendorong sharenting. Di era digital, ada kecenderungan kuat untuk mengikuti tren dan mendapatkan pengakuan dari orang lain. Banyak orang tua merasa terdorong untuk ikut serta dalam tren berbagi foto dan cerita tentang anak-anak mereka karena melihat orang lain melakukannya.

Tekanan sosial ini diperburuk oleh algoritma media sosial yang sering memprioritaskan konten pribadi dan emosional, seperti foto keluarga, yang mendapatkan perhatian lebih banyak dalam bentuk likes dan komentar. Hal ini menguatkan dorongan orang tua untuk terus berbagi dan mencari validasi dari audiens online mereka. Dalam beberapa kasus, ini bahkan bisa menjadi kompetisi tak terucapkan antar orang tua mengenai siapa yang bisa memamerkan kehidupan keluarga mereka dengan cara yang paling menarik atau inspiratif.

Sharenting sebagai Edukasi

Sharenting tidak hanya sekadar berbagi foto atau cerita, tetapi juga bisa menjadi platform bagi orang tua untuk berbagi pengalaman dan tips seputar pengasuhan anak. Banyak orang tua yang menggunakan media sosial untuk memberikan wawasan tentang bagaimana mereka mengelola kehidupan keluarga, tantangan dalam pengasuhan, serta cara mendidik anak dengan cara yang positif. Melalui berbagi pengalaman ini, orang tua dapat memberikan contoh konkret yang bermanfaat bagi orang tua lainnya yang mungkin menghadapi situasi serupa.

Misalnya, ada orang tua yang membagikan rutinitas harian anak mereka, cara mengatasi tantrum, atau tips untuk membangun komunikasi yang sehat dengan anak-anak. Konten-konten seperti ini memberikan panduan praktis yang dapat diadaptasi oleh orang tua lain yang mencari cara untuk mendidik anak dengan pendekatan yang lebih baik dan penuh kasih.

Selain berbagi pengalaman pribadi, sharenting juga dapat menjadi sumber edukasi positif yang berguna baik untuk orang tua maupun anak-anak. Banyak orang tua yang memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan konten yang mengedukasi tentang pengasuhan yang sehat, perkembangan anak, dan kesejahteraan keluarga. Konten seperti artikel, video, atau infografis yang membahas pentingnya pola makan yang sehat, cara mengelola stres keluarga, atau teknik pengasuhan yang berbasis kasih sayang dan disiplin, dapat membantu orang tua meningkatkan kualitas pengasuhan mereka.

Bahkan, beberapa orang tua berbagi kegiatan pendidikan yang mereka lakukan bersama anak-anak, seperti belajar melalui permainan, eksperimen sains sederhana di rumah, atau membaca buku bersama. Ini tidak hanya memberikan inspirasi bagi orang tua lain, tetapi juga membantu anak-anak tumbuh dengan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat untuk perkembangan mereka.

Selain memberikan tips dan edukasi positif, sharenting juga bisa menjadi sarana untuk berbagi pembelajaran dari pengalaman pribadi, termasuk kesalahan yang pernah dilakukan dalam pengasuhan anak. Beberapa orang tua menggunakan platform media sosial untuk berbagi tantangan yang mereka hadapi, seperti mengatasi perbedaan pendapat dengan pasangan dalam hal pengasuhan atau bagaimana mereka menangani situasi sulit yang melibatkan anak-anak mereka. Dengan berbagi cerita tentang kesalahan dan bagaimana mereka belajar darinya, orang tua dapat memberikan wawasan yang lebih realistis mengenai dunia pengasuhan, serta mengingatkan orang tua lain bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi kesulitan ini.

Pembelajaran dari kesalahan ini bisa sangat berguna, karena memberi contoh bahwa pengasuhan bukanlah proses yang sempurna. Hal ini bisa mengurangi tekanan bagi orang tua yang merasa harus selalu tampil sempurna di depan publik dan mendorong mereka untuk menerima bahwa kesalahan adalah bagian dari perjalanan pengasuhan yang dapat mengarah pada perkembangan dan pembelajaran bersama.

Dampak Negatif dari Sharenting

Salah satu dampak negatif paling signifikan dari sharenting adalah ancaman terhadap privasi anak. Ketika orang tua terlalu sering membagikan foto atau informasi pribadi tentang anak-anak mereka tanpa batasan yang jelas, hal ini dapat menempatkan anak pada risiko pelanggaran privasi. Foto anak yang diunggah ke media sosial dapat dengan mudah tersebar dan dilihat oleh orang yang tidak dikenal. Meskipun orang tua mungkin tidak berniat buruk, anak-anak tidak selalu memiliki kontrol atas gambar atau data pribadi yang dibagikan tentang mereka.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zwitter (2020) menunjukkan bahwa meskipun orang tua percaya mereka dapat mengontrol siapa yang melihat konten mereka, kenyataannya informasi di internet seringkali sulit untuk dikendalikan. Gambar atau data pribadi yang dibagikan di media sosial dapat dengan cepat diunduh, dibagikan ulang, atau bahkan disalahgunakan, yang dapat membahayakan anak-anak saat mereka tumbuh dewasa dan mencari jejak digital mereka.

Konten yang dibagikan tentang anak-anak di media sosial tidak hanya berisiko mengganggu privasi mereka di saat ini, tetapi juga dapat memiliki dampak psikologis yang signifikan di masa depan. Anak-anak yang foto atau informasi pribadinya sering dibagikan mungkin merasa tidak nyaman atau bahkan terluka ketika mereka menyadari bahwa kehidupan mereka telah terpapar di dunia maya tanpa izin mereka. Beberapa studi menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang terlalu terekspos di media sosial dapat merasa kurang memiliki kendali atas identitas mereka dan lebih rentan terhadap perundungan siber atau eksploitasi digital.

Anak-anak yang tumbuh dengan banyaknya konten pribadi yang tersebar di internet mungkin juga menghadapi tantangan dalam membangun citra diri mereka secara mandiri. Mereka mungkin merasa terjepit antara identitas yang dibentuk oleh orang tua mereka di media sosial dan identitas yang ingin mereka ciptakan untuk diri mereka sendiri ketika mereka mulai dewasa.

Orang tua memegang peran penting dalam menjaga batasan antara berbagi informasi pribadi dan melindungi hak privasi anak. Tanggung jawab orang tua dalam sharenting mencakup kesadaran bahwa anak-anak memiliki hak untuk memilih bagaimana kehidupan mereka dibagikan kepada publik, dan hak tersebut harus dihormati. Orang tua sebaiknya memikirkan dengan matang dampak jangka panjang dari berbagi informasi tentang anak mereka, serta mengevaluasi apakah tujuan dari berbagi tersebut sesuai dengan kepentingan anak.

Bahkan jika orang tua merasa bahwa mereka bertindak dengan niat terbaik, mereka harus selalu mempertimbangkan batasan yang etis dan hukum dalam berbagi konten anak-anak mereka. Mempertimbangkan masalah privasi dan dampak psikologis ini bisa menjadi panduan bagi orang tua dalam memutuskan apakah suatu konten pantas untuk dibagikan atau tidak. Orang tua juga harus mengajarkan anak-anak mereka tentang pentingnya menjaga privasi dan membantu mereka memahami jejak digital yang mereka tinggalkan.

***

Sharenting, sebagai fenomena yang semakin berkembang seiring dengan pesatnya penggunaan media sosial, mencerminkan dua sisi yang saling terkait: sebagai gaya hidup dan sebagai bentuk edukasi. Di satu sisi, sharenting bisa dilihat sebagai bagian dari kebutuhan orang tua untuk membangun identitas keluarga mereka secara online, memperlihatkan kebahagiaan, dan terhubung dengan komunitas digital. Di sisi lain, sharenting juga memiliki dimensi edukatif, di mana orang tua dapat berbagi pengalaman pengasuhan, memberikan tips parenting, serta menyebarkan informasi yang bermanfaat bagi orang tua lainnya.

Namun, meskipun sharenting bisa menjadi alat yang bermanfaat untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, penting untuk diingat bahwa dampak negatifnya, terutama terkait dengan privasi anak, harus menjadi perhatian utama. Di masa depan, anak-anak mungkin menghadapi tantangan psikologis akibat eksposur digital yang berlebihan, serta perasaan kehilangan kontrol terhadap identitas mereka. Oleh karena itu, orang tua perlu merenung dan mempertimbangkan lebih dalam apakah berbagi informasi pribadi tentang anak-anak mereka benar-benar bermanfaat, baik untuk diri mereka maupun untuk anak-anak mereka di masa depan.

Untuk menjalankan sharenting secara bijak dan etis, orang tua harus berhati-hati dalam memilih momen dan jenis informasi yang akan dibagikan.

Sebagai pembaca, sudahkah Anda memikirkan dengan matang bagaimana cara Anda menggunakan media sosial dalam konteks keluarga? Sebagai orang tua, Anda berperan penting dalam menentukan narasi yang terbentuk tentang keluarga Anda di dunia maya. Ini bukan hanya tentang berbagi kebahagiaan, tetapi juga tentang menjaga privasi dan melindungi kesejahteraan anak-anak Anda. Mari kita semua lebih sadar akan dampak yang ditimbulkan oleh sharenting, dan berusaha untuk menggunakan media sosial dengan bijak, sehingga pengalaman keluarga kita tetap menyenangkan tanpa mengorbankan hak privasi dan kehormatan anak-anak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun