Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lahan Parkir Jadi "Harta Karun": Solusi Cerdas Warga di Tengah Keterbatasan

18 November 2024   21:08 Diperbarui: 18 November 2024   22:28 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi parkir.(Thinkstock via Kompas.com)

Kepemilikan mobil kini semakin menjadi kebutuhan primer bagi sebagian masyarakat, termasuk mereka yang tinggal di kawasan perkampungan. Sayangnya, tidak semua pemilik mobil memiliki garasi untuk menyimpan kendaraannya. Alhasil, jalan-jalan sempit di perkampungan sering kali disesaki oleh kendaraan yang diparkir sembarangan, menciptakan konflik antarwarga dan menambah keruwetan lalu lintas.

Fenomena ini tidak lepas dari fakta bahwa kepemilikan mobil di Indonesia terus meningkat pesat. Berdasarkan data terkini, jumlah kendaraan roda empat bertambah setiap tahun, sementara lahan untuk perumahan, apalagi garasi, semakin terbatas. Situasi ini menciptakan tantangan besar, terutama di wilayah padat penduduk seperti perkampungan perkotaan.

Namun, di tengah keterbatasan itu, muncul peluang kreatif yang menguntungkan. Warga setempat melihat lahan kecil yang mereka miliki, seperti halaman rumah atau pekarangan kosong, sebagai solusi sekaligus sumber pendapatan baru. 

Tak heran, lahan parkir kini berubah menjadi "harta karun" yang tak terduga bagi sebagian orang. Bagaimana ini bisa terjadi, dan apa dampaknya bagi kehidupan masyarakat? Mari kita bahas lebih lanjut.

Fenomena Lahan Parkir di Perkampungan

Perkampungan di kawasan perkotaan kerap identik dengan gang-gang sempit, rumah-rumah berdempetan, dan minimnya ruang terbuka. Dengan kondisi seperti ini, lahan yang tersedia pun biasanya hanya cukup untuk kebutuhan esensial, seperti tempat tinggal atau area aktivitas sehari-hari. Tidak heran, keberadaan garasi untuk kendaraan pribadi sering kali diabaikan atau dianggap sebagai prioritas kesekian.

Namun, seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat, kepemilikan kendaraan, terutama mobil, justru melonjak tajam. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan jumlah kendaraan roda empat di wilayah perkotaan meningkat. 

BPS mencatat (tahun 2014-2023) terdapat 18,29 juta mobil di Indonesia, jumlahnya belum termasuk bus dan truk. Dibanding satu dekade lalu, jumlahnya naik 45%. Ironisnya, peningkatan ini tidak diimbangi dengan perencanaan infrastruktur yang memadai, termasuk ketersediaan lahan parkir.

Kondisi ini menciptakan lonjakan kebutuhan lahan parkir, terutama di perkampungan padat penduduk. Banyak pemilik mobil akhirnya terpaksa memarkir kendaraan di tepi jalan, bahkan hingga mengganggu akses warga lain. Sementara itu, warga yang memiliki lahan kosong mulai melihat peluang dari situasi ini. Mereka menyewakan halaman atau pekarangan sebagai tempat parkir alternatif bagi pemilik mobil tanpa garasi.

Fenomena ini mencerminkan realitas bahwa kebutuhan akan kendaraan pribadi di perkotaan terus meningkat, meskipun ruang untuk mendukung penggunaannya semakin terbatas. Di satu sisi, hal ini memberikan solusi praktis bagi pemilik mobil, namun di sisi lain, menimbulkan tantangan baru dalam tata kelola ruang dan lingkungan di perkampungan.

Lahan Sewa Parkir (Sumber: infoperbankan.com)
Lahan Sewa Parkir (Sumber: infoperbankan.com)

Kreativitas Warga dalam Memanfaatkan Lahan

Keterbatasan ruang di perkampungan tidak menghalangi kreativitas warganya. Ketika masalah parkir menjadi semakin akut, banyak warga yang memiliki lahan kecil, seperti halaman rumah, gang samping, atau pekarangan kosong, mulai menyulap area tersebut menjadi tempat parkir yang disewakan. Langkah ini tidak hanya membantu pemilik mobil yang membutuhkan tempat aman untuk memarkir kendaraan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi pemilik lahan.

Beberapa contoh solusi kreatif warga antara lain:

  • Menyewakan halaman rumah: Halaman yang sebelumnya hanya digunakan untuk menjemur pakaian kini disulap menjadi tempat parkir untuk satu hingga dua mobil.
  • Menyediakan parkir di gang kecil: Beberapa warga membuka akses gang samping rumah sebagai area parkir dengan pengaturan tertentu agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
  • Pemanfaatan lahan kosong: Pekarangan yang tidak terpakai diratakan dan diberi tanda parkir sederhana untuk menampung kendaraan lebih banyak.

Sistem sewa lahan parkir ini pun beragam:

  • Per jam: Umumnya digunakan untuk parkir sementara, misalnya bagi pengunjung yang datang ke kawasan tersebut.
  • Harian: Cocok untuk pemilik mobil yang hanya membutuhkan parkir untuk waktu singkat.
  • Bulanan: Sistem ini paling populer di perkampungan, di mana pemilik mobil menyewa tempat secara tetap, sehingga tidak perlu mencari lahan parkir setiap hari.

Dari segi ekonomi, keuntungan yang dirasakan pemilik lahan cukup signifikan. Rata-rata tarif parkir bulanan di perkampungan berkisar antara Rp300.000 hingga Rp500.000 per kendaraan, tergantung lokasi dan fasilitas. 

Bagi warga yang memiliki lahan lebih luas, pemasukan ini bisa menjadi sumber penghasilan tambahan yang cukup menjanjikan. Selain itu, penyewaan lahan parkir juga membantu mempererat hubungan antarwarga melalui transaksi berbasis kepercayaan dan saling membantu.

Kreativitas seperti ini menunjukkan bagaimana masyarakat bisa beradaptasi dengan keterbatasan ruang sekaligus menciptakan peluang baru yang bermanfaat bagi semua pihak.

Dampak Positif dan Negatif

Fenomena penyewaan lahan parkir di perkampungan membawa dampak yang beragam, baik positif maupun negatif. Dari sisi positif, penyewaan lahan ini memberikan pemasukan tambahan bagi warga setempat. 

Lahan yang sebelumnya tidak dimanfaatkan kini menjadi sumber penghasilan baru, membantu perekonomian warga, terutama di tengah meningkatnya kebutuhan hidup. Selain itu, adanya lahan parkir yang disewakan juga mengurangi kendaraan yang diparkir sembarangan di jalan umum, sehingga akses jalan lebih lancar dan meminimalkan potensi perselisihan akibat kendaraan yang menghalangi.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena ini juga menimbulkan dampak negatif. Salah satunya adalah potensi konflik antarwarga, terutama akibat kebisingan dari kendaraan yang keluar-masuk, terutama pada malam hari. 

Ketidaknyamanan ini dapat memicu gesekan antar tetangga jika pengelolaan parkir kurang baik. Selain itu, penumpukan kendaraan di area terbatas dapat menurunkan kualitas lingkungan, seperti meningkatnya polusi udara, rusaknya estetika perkampungan, dan berkurangnya area hijau yang sebelumnya menjadi ruang terbuka untuk warga.

Pentingnya regulasi mengenai kepemilikan mobil dan ketersediaan garasi menjadi hal mendesak untuk mengatasi masalah parkir di perkampungan. Kebijakan yang mewajibkan calon pemilik mobil memiliki garasi sebelum membeli kendaraan dapat menjadi langkah awal untuk mencegah masalah parkir sembarangan. 

Regulasi ini perlu disertai dengan pengawasan yang ketat untuk memastikan implementasinya berjalan efektif. Selain itu, potensi kolaborasi dengan pemerintah atau pihak swasta dalam menyediakan lahan parkir umum juga harus dimaksimalkan. 

Fasilitas parkir umum yang strategis dan terjangkau dapat menjadi solusi jangka panjang, sekaligus mengurangi tekanan pada warga yang harus menyulap lahan pribadi menjadi tempat parkir.

Tak kalah penting, edukasi kepada warga mengenai tata kelola parkir yang aman dan nyaman perlu terus digalakkan. Warga perlu memahami pentingnya mengatur ruang parkir agar tidak mengganggu kenyamanan lingkungan sekitar, termasuk meminimalkan kebisingan dan mengelola akses keluar-masuk kendaraan secara tertib. Dengan regulasi yang jelas, kolaborasi yang baik, dan edukasi yang konsisten, masalah parkir di perkampungan dapat diatasi secara lebih terstruktur dan berkelanjutan.

***

Keterbatasan ruang di perkampungan memang menjadi tantangan besar, namun justru dari keterbatasan ini muncul solusi-solusi kreatif yang bermanfaat. Fenomena penyewaan lahan parkir menjadi salah satu contoh bagaimana warga dapat beradaptasi dengan kondisi sekitar dan menciptakan peluang ekonomi baru. Meskipun demikian, penting untuk melihat masalah ini sebagai pemicu bagi pemikiran lebih luas terkait solusi transportasi yang lebih berkelanjutan.

Harapan ke depannya, fenomena ini dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat dan pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang lebih baik dalam mengelola ruang perkotaan dan fasilitas transportasi. Dengan kolaborasi yang baik dan perencanaan yang matang, kita bisa menciptakan sistem transportasi yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan terjangkau.

Sebagaimana pepatah yang mengatakan, "Di tengah keterbatasan, selalu ada peluang bagi yang kreatif." Fenomena ini membuktikan bahwa dalam setiap masalah, selalu ada potensi untuk menciptakan solusi inovatif yang bermanfaat bagi semua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun