Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Memaafkan vs Melupakan, Apakah Ini Insting Bertahan Hidup Kita?

10 Agustus 2024   16:12 Diperbarui: 13 Agustus 2024   05:17 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pemaafan bukanlah tindakan yang mudah dilakukan; ia memerlukan kekuatan dan kesabaran yang luar biasa," kata Oprah Winfrey dalam sebuah wawancara dengan The Oprah Magazine. 

Dalam perjalanan hidup, kita sering dihadapkan pada situasi di mana memaafkan seseorang adalah langkah pertama menuju penyembuhan, namun perasaan sakitnya tetap membekas. Ketidakmampuan untuk melupakan setelah memaafkan menjadi masalah yang sering dihadapi banyak orang, menciptakan konflik internal yang membingungkan. 

Artikel ini akan menjelajahi apakah kesulitan untuk melupakan setelah memaafkan bisa dianggap sebagai bagian dari insting bertahan hidup manusia. Memahami dinamika ini tidak hanya penting untuk kesehatan mental kita, tetapi juga untuk membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang sehat. Dengan mengetahui mengapa kita cenderung membawa kenangan buruk meskipun telah memaafkan, kita bisa lebih baik dalam mengelola perasaan dan memperbaiki hubungan yang rusak.

Memaafkan dan Melupakan: Apa Bedanya?

Memaafkan adalah proses psikologis di mana seseorang melepaskan rasa marah, dendam, atau kepahitan terhadap seseorang yang telah menyakiti atau mengecewakan kita. Dalam konteks psikologi, memaafkan tidak berarti melupakan atau membenarkan tindakan yang salah, melainkan menghilangkan beban emosional dari hati dan pikiran kita. 

Menurut psikolog Robert Enright, memaafkan adalah langkah penting dalam penyembuhan emosional yang memungkinkan individu untuk melanjutkan hidup tanpa terhambat oleh rasa sakit masa lalu. 

Dalam hubungan pribadi, memaafkan bisa memperbaiki ikatan yang rusak dan mengembalikan harmoni, tetapi proses ini seringkali memerlukan waktu dan usaha yang signifikan.

Di sisi lain, melupakan merujuk pada proses mental di mana kenangan atau perasaan tentang pengalaman negatif secara bertahap menghilang dari ingatan kita. Namun, melupakan bukanlah hal yang mudah dilakukan karena otak manusia dirancang untuk mengingat pengalaman-pengalaman penting yang berpotensi membahayakan. 

Penelitian dalam neuropsikologi menunjukkan bahwa emosi yang kuat terkait dengan peristiwa negatif dapat meninggalkan jejak mendalam dalam otak, khususnya dalam area yang mengatur memori dan emosi seperti amigdala dan hipokampus. Ini membuat proses melupakan menjadi tantangan, bahkan setelah kita memaafkan tindakan atau orang yang telah menyakiti kita.

Memaafkan dan melupakan, meskipun sering kali saling terkait, adalah dua proses yang berbeda. Memaafkan lebih berkaitan dengan keputusan dan tindakan sadar untuk mengatasi dan mengatasi rasa sakit emosional, sementara melupakan melibatkan proses alami dalam otak yang sering kali di luar kontrol kita. 

Banyak orang dapat memaafkan tindakan atau kesalahan seseorang, tetapi kenangan dan perasaan negatif mungkin tetap ada karena bagaimana otak menyimpan dan memproses trauma. 

Ini menjelaskan mengapa seseorang mungkin merasa telah memaafkan seseorang tetapi masih merasa kesulitan untuk sepenuhnya melupakan atau mengabaikan perasaan tersebut. Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat lebih bijak dalam mengelola harapan dan strategi kita untuk menyembuhkan luka emosional.

Insting Bertahan Hidup Menurut Ahli

Dalam konteks psikologis, otak manusia memiliki sistem emosi yang kompleks yang berperan dalam memaafkan dan melupakan. Studi oleh David Lieberman dan koleganya (Lieberman, D. A., et al., 2007) menunjukkan bahwa amigdala, bagian otak yang mengatur respons emosional, berperan penting dalam bagaimana kita mengalami dan menyimpan memori emosional.

Ketika seseorang mengalami peristiwa negatif, amigdala mencatat emosi tersebut sebagai ancaman, sementara hipokampus menyimpan detail kejadian tersebut. Ini menjelaskan mengapa kenangan menyakitkan bisa bertahan lama dalam ingatan kita, meskipun kita telah memaafkan pelakunya. 

Proses memaafkan sering kali melibatkan upaya sadar untuk mengatasi dan mengatur emosi yang terkait dengan memori tersebut, yang bisa mempengaruhi cara kita merespons dan mengingat peristiwa negatif.

Dari perspektif evolusi, kesulitan dalam melupakan pengalaman yang menyakitkan bisa dianggap sebagai mekanisme bertahan hidup yang telah berkembang pada manusia. 

Menurut teori evolusi yang dikemukakan oleh John Leach (Leach, J., 2005), ingatan yang kuat terhadap peristiwa negatif membantu individu untuk menghindari ancaman serupa di masa depan. Proses ini memberikan keuntungan adaptif dengan memastikan bahwa kita tetap waspada terhadap bahaya yang pernah kita alami. 

Oleh karena itu, meskipun secara emosional kita mungkin telah memaafkan seseorang, mekanisme otak kita tetap menyimpan kenangan tersebut sebagai cara untuk melindungi diri dari kemungkinan bahaya di masa depan.

Memahami bahwa kesulitan melupakan adalah bagian dari insting bertahan hidup manusia dapat memberikan perspektif baru dalam proses penyembuhan dan perbaikan hubungan. 

Penelitian oleh Daniel Kahneman (Kahneman, D., 2011) menunjukkan bahwa dengan menyadari bagaimana mekanisme otak bekerja, kita dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mengelola perasaan kita. Dengan menggunakan teknik seperti terapi kognitif dan mindfulness, individu dapat belajar untuk mengurangi dampak emosional dari kenangan buruk, sekaligus memperbaiki kualitas hubungan interpersonal mereka. 

Mengetahui bahwa ketidakmampuan untuk melupakan adalah bagian dari strategi bertahan hidup dapat membantu kita lebih memahami dan menerima proses penyembuhan kita sendiri.

***

Dalam memahami hubungan antara memaafkan dan melupakan, kita menemukan bahwa ketidakmampuan untuk melupakan setelah memaafkan dapat dianggap sebagai bentuk insting bertahan hidup. 

Otak kita menyimpan kenangan negatif sebagai mekanisme perlindungan, memungkinkan kita untuk menghindari bahaya serupa di masa depan. Namun, meskipun memahami proses ini dapat membantu kita menerima kenangan buruk yang masih ada, penting untuk mengelola perasaan kita secara efektif. 

Beberapa tips praktis termasuk menerapkan teknik mindfulness untuk meningkatkan kesadaran diri, menggunakan terapi kognitif untuk mengubah pola pikir negatif, dan melibatkan diri dalam aktivitas yang membawa kebahagiaan serta kepuasan. 

Memahami dinamika antara memaafkan dan melupakan tidak hanya penting untuk kesejahteraan emosional kita tetapi juga untuk memperbaiki hubungan dan membangun hidup yang lebih harmonis. Dengan terus belajar dan memahami kompleksitas ini, kita dapat lebih siap untuk menghadapi tantangan emosional dan menciptakan keseimbangan yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun