Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Hati-Hati, Empty Nest Syndrome Bisa Memunculkan Tantangan Relasi Mertua-Menantu

14 Mei 2024   21:06 Diperbarui: 15 Mei 2024   22:15 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi empty nest syndrome (sumber: sdrelationshipplace.com)

"Seorang anak memasuki rumahmu dan selama 20 tahun berikutnya membuat begitu banyak kebisingan sehingga kamu hampir tidak tahan. Anak itu pergi, meninggalkan rumah begitu sunyi sehingga kamu pikir kamu akan gila." - John Andrew Holmes

Ketika anak-anak kita tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah untuk memulai petualangan mereka sendiri, seringkali kita dihadapkan pada perasaan yang rumit dan terkadang menyakitkan yang dikenal sebagai Empty Nest Syndrome. 

Ini adalah saat di mana rumah yang sebelumnya riuh rendah dengan tawa dan kegiatan anak-anak menjadi sunyi, meninggalkan kita dengan ruang yang kosong dan kehampaan yang sulit diisi. 

Seiring pintu kamar mereka yang tertutup, kita mendapati diri kita merenungkan bukan hanya peran orangtua kita yang telah berubah, tetapi juga identitas dan tujuan hidup kita sendiri di luar peran tersebut. Meskipun ini adalah tahap alami dalam siklus kehidupan, bagi beberapa orangtua, mengatasi perasaan ini bisa menjadi tantangan besar. 

Empty nest syndrome memunculkan tantangan emosional yang dalam, merangsang refleksi tentang perjalanan hidup yang telah kita jalani, serta membuka pintu menuju pengalaman baru yang menggairahkan dan, pada saat yang sama, menantang.

Apa Saja Tanda Umum Empty Nest Syndrome?

Mengutip dari laman alodokter.com, gejala setiap orang bisa berbeda-beda tandanya. Namun, secara umum, empty nest syndrome dapat dikenali dari tanda-tanda berikut:

1. Mengalami languishing

Salah satu tanda yang paling banyak dialami oleh orangtua yang mengalami empty nest syndrome adalah merasakan perasaan hampa, terjebak, atau tidak bersemangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari akibat perubahan lingkungan keluarga yang memasuki babak barunya. Kumpulan berbagai perasaan ini disebut juga dengan istilah languishing.

2. Merasa gelisah

Merasa gelisah tanpa alasan yang jelas setelah kepergian anak dari rumah juga bisa menjadi salah satu tanda empty nest syndrome. Akibat kegelisahan yang dirasakan, biasanya orangtua yang mengalami empty nest syndrome juga menjadi sulit fokus saat melakukan berbagai kegiatan dan terbayang-bayang saat anak masih ada didekatnya.

3. Merasa kesepian

Merasa kesepian saat anak pergi dari rumah tentu merupakan hal normal yang dialami orangtua. Akan tetapi, pada empty nest syndrome, rasa kesepian dapat berlangsung untuk waktu yang lama. Selain itu, orangtua yang mengalami sindrom ini biasanya juga masih merasa kesepian meski sedang berada di keramaian.

4. Mudah marah atau tersinggung

Orangtua yang mengalami empty nest syndrome mungkin juga cenderung menjadi lebih mudah marah atau tersinggung pada orang-orang di sekelilingnya. Hal ini biasanya terjadi karena ia merasa seolah-olah tidak memiliki kuasa untuk dapat mengendalikan apa pun dalam hidupnya seperti sebelumnya.

Pengalaman empty nest syndrome dapat mempengaruhi orangtua secara emosional, sosial, dan bahkan fisik. Dalam beberapa kasus, gejala ini dapat mengganggu kesejahteraan dan kualitas hidup seseorang. 

Oleh karena itu, penting untuk mengatasi perubahan ini dengan cara yang sehat dan konstruktif. Bahkan empty nest syndrome juga dapat memengaruhi relasi antara orangtua dan menantu dengan berbagai cara.

ilustrasi empty nest syndrome (sumber: sdrelationshipplace.com)
ilustrasi empty nest syndrome (sumber: sdrelationshipplace.com)

Empty Nest Syndrome dan Relasi Mertua-Menantu

Salah satu tantangan utama adalah penyesuaian terhadap peran baru dalam keluarga setelah anak-anak pergi. Orangtua mungkin merasa sulit untuk menemukan keseimbangan antara memberikan ruang kepada anak-anak mereka untuk hidup mandiri dan mempertahankan keterlibatan dan dukungan yang mereka butuhkan. 

Di sisi lain, menantu mungkin merasa sulit menjalankan peran mereka dalam keluarga, terutama jika ada perbedaan pendapat atau ekspektasi dengan orangtua pasangannya.

Potensi konflik juga dapat timbul dari perbedaan dalam nilai-nilai atau cara pandang tentang bagaimana keluarga harus dijalankan. Misalnya, orangtua dan menantu mungkin memiliki pendapat yang berbeda tentang bagaimana mengasuh anak-anak, mengelola keuangan keluarga, atau bahkan bagaimana merencanakan waktu bersama. Perbedaan ini dapat menyebabkan ketegangan dan konflik jika tidak diatasi dengan komunikasi yang terbuka dan pengertian satu sama lain.

Empty nest syndrome sering kali memberikan dampak yang signifikan pada hubungan antara mertua dan menantu. Saat anak-anak meninggalkan rumah, orangtua mungkin mencari pengalihan emosional atau keterlibatan yang hilang dengan lebih dekat kepada menantu. Namun, interaksi ini dapat menjadi kompleks karena perasaan tidak terungkap atau harapan yang tidak terpenuhi. 

Misalnya, mungkin ada ekspektasi tidak langsung bahwa menantu akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh anak-anak yang pergi, yang dapat menempatkan tekanan tambahan pada relasinya. 

Di sisi lain, menantu mungkin merasa tidak nyaman dengan perubahan dalam dinamika keluarga atau dengan rasa tanggung jawab yang dirasakan untuk "menggantikan" anak yang pergi. Konflik juga dapat timbul dari perbedaan dalam nilai, budaya, atau harapan tentang bagaimana sebuah keluarga harus berfungsi.

Oleh karena itu, penting untuk membuka saluran komunikasi yang jujur dan terbuka antara mertua dan menantu, membangun pemahaman yang mendalam satu sama lain, dan menciptakan ruang untuk pertumbuhan dan keselarasan di dalam hubungan keluarga yang berubah. 

Dengan kerja sama dan pengertian bersama, mertua dan menantu dapat mengatasi tantangan yang muncul dari Empty Nest Syndrome dan memperkuat relasi mereka di masa depan.

Tips Mengatasi Empty Nest Syndrome

Berikut tiga tips yang dapat membantu orangtua mengatasi empty nest syndrome dan menjaga relasi yang harmonis dengan menantu.

Membangun Komunikasi yang Terbuka dan Jujur.

Komunikasi yang baik adalah kunci untuk menjaga hubungan yang sehat. Orangtua dapat memulai dengan berbicara terbuka kepada menantu tentang perasaan mereka terkait dengan kepergian anak-anak mereka dan bagaimana hal itu mempengaruhi mereka secara emosional. 

Sementara itu, mendengarkan dengan empati terhadap perspektif dan perasaan menantu juga penting. Dengan membangun saluran komunikasi yang terbuka dan jujur, orangtua dan menantu dapat lebih mudah menyelesaikan masalah dan memperkuat hubungan mereka.

Menjaga Keterlibatan yang Positif dalam Kehidupan Anak-Anak.

Meskipun anak-anak telah meninggalkan rumah, orangtua masih dapat mempertahankan keterlibatan positif dalam kehidupan mereka. Ini bisa berarti memberikan dukungan moral dan emosional kepada anak-anak, tetapi juga memberi ruang kepada mereka untuk tumbuh dan belajar dari pengalaman hidup mereka sendiri. 

Dengan memahami batas antara memberikan dukungan dan memberikan ruang, orangtua dapat membantu anak-anak mereka merasa didukung tanpa merasa terlalu tergantung.

Menjalin Relasi Pribadi dengan Menantu.

Mengembangkan relasi pribadi yang positif dengan menantu dapat membantu memperkuat hubungan keluarga secara keseluruhan. Orangtua dapat mencoba menghabiskan waktu bersama menantu dalam aktivitas yang disukai keduanya, seperti makan malam bersama atau berlibur bersama. 

Melalui interaksi positif dan penghargaan terhadap menantu sebagai anggota keluarga, orangtua dapat membantu membangun kepercayaan dan hubungan yang harmonis di masa depan.

Kesimpulannya, empty nest syndrome adalah tantangan yang nyata bagi banyak orangtua saat mereka memasuki tahap baru dalam kehidupan keluarga mereka. Namun, ketika kita menutup halaman pada periode ini, penting untuk diingat bahwa kesempatan untuk memperkuat relasi antara mertua dan menantu tetap hadir. 

Meskipun anak-anak telah meninggalkan rumah, relasi ini terus berkembang, dan dengan kesabaran, pengertian, dan komunikasi yang terbuka, kita dapat menjaga ikatan keluarga yang harmonis dan mendukung. 

Melalui pengalaman empty nest syndrome, kita juga belajar tentang fleksibilitas, keberanian untuk menyesuaikan diri, dan kekuatan dalam memelihara koneksi yang bermakna. Dengan demikian, mari kita memandang masa depan dengan optimisme, siap untuk menjalani setiap babak hidup dengan penuh keberanian dan cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun