Bahariwan terbesar sepanjang sejarah peradaban dunia. Diksi tersebut pantas saja melekat pada sosok Cheng Ho. Sebesar apa sebenarnya pengaruh Cheng Ho terhadap perkembangan peradaban dan perdagangan di kawasan Asia Afrika? Adakah jejak sejarahnya di tanah Lampung?
Merujuk pada sumber (Michael Dillon, China's Muslim Hui Community, 2013:45), "Zheng He atau yang dikenal sebagai Cheng Ho lahir di Yunan pada 1371.Â
Dia berasal dari suku Hui, salah satu dari 5 suku terbesar di Cina. Kebanyakan orang Hui memeluk Islam karena kerap bersinggungan dengan saudagar dari Persia (Iran) dan Arab sejak abad ke-7 Masehi".Â
Pada abad ke-15 jauh sebelum imperialis barat menjamah wilayah timur Cheng Ho diutus oleh Kaisar Yongle dari Dinasti Ming untuk memimpin ekspedisi maritim yang sangat besar dan mengunjungi lebih dari 30 kawasan di Asia dan Afrika.Â
Menurut penjelasan Titiek Suliyati seorang Sejarawah dari Universitas Dipenogoro pada channel Kompas TV, "Armada Cheng Ho menjadi kiblat dunia pelayaran kala itu. Jadi kalau diperkirakan dengan kapal-kapal bangsa Portugis yang datang ke Indonesia, kapalnya itu 5 kali lebih besar.Â
Dan oleh bahariwan Portugis, itu jadi prototype yang ditiru kapal Cheng Ho ini". Dalam setiap perjalanan maritimnya kapal besar Cheng Ho mampu mengikutkan hingga 30 ribu orang. Sudah bisa dibayangkan betapa besarnya armada yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho tersebut. Tetapi tidak semua tempat di sepanjang jalur sutra pelayaran Cheng Ho disinggahi oleh armada besar itu.Â
Berdasarkan catatan Bambang Budi Utomo, seorang peneliti senior di Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkelologi Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, kota-kota di Nusantara yang pernah disinggahi adalah "Gresik, Surabaya, Canggu, dan Majapahit yang semuanya ada di wilayah Provinsi Jawa Timur.Â
Kemudian Cheng Ho juga berlayar menuju Palembang dengan melalui kota-kota Tuban, Lasem, Jepara, Semarang, Cirebon, Sundakalapa (Jakarta), dan daerah Lampung (Tulang Bawang). Selanjutnya, dari Palembang pelayaran dilanjutkan ke Melaka, Aru (Deli), Nakur (Pendada, Sumatera Utara), Lide (Meureudu), Samudra (Lhokseumawe), dan Lambri (Banda Aceh) dengan tempat-tempat yang dilalui Pulau Berhala (Jambi), Pulau Alang Tiga, muara sungai Kampar, Pulau Kundur, Kepulauan Karimun, dan Pulau Buaya".
Terkait singgahnya Laksamana Cheng Ho di Lampung masih menjadi tanda tanya bagi sebagian besar sejarawan dan belum ada bukti meyakinkan mengenai jejak peninggalannya. Adanya persepsi mengenai hal tersebut mungkin merujuk pada temuan bahan-bahan keramik dari Dinasti Han (200 SM-220 M) dan Dinasti Tang (607-908 M).Â
Menurut temuan tersebut, di wilayah Lampung telah berdiri Kerajaan Tulang Bawang pada abad VII M yang dianggap sebagai nenek moyang suku ulun Lampung. Kerajaan yang diduga terletak di dekat Way Tulang Bawang ini dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya dan mendapat pengaruh ajaran Hindu-Buddha.
Sejarah kerajaan Tulang Bawang tersebut juga masih sulit ditemukan hingga saat ini. Dikutip dari artikel mengenai Sejarah Kabupaten Tulang Bawang dalam laman (http://tulangbawangkab.go.id.), Â "Tulang Bawang digambarkan merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, disamping kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan Tarumanegara.Â
Meskipun belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang pejiarah Agama Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur dan berjaya, To-Lang P'o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman Chrqse (pulau emas Sumatera).Â
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.Â
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P'o Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini".
Hilman Hadikusuma seorang pakar Adat-Budaya Lampung di dalam Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam Volume 7 memaparkan informasi yang agak sedikit berbeda. Hilman menduga bahwa para perompak Cina pimpinan Leang Tao Ming yang tinggal di Palembang adalah asal nenek moyang suku ulun Lampung.Â
Mereka diduga menyingkir ke wilayah Sekala Brak setelah Laksamana Cheng Ho membebaskan Palembang dari kekuasaan mereka dan mendirikan komunitas Cina muslim di sana.Â
Jadi bukan Cheng Ho serta armadanya yang akhirnya menetap dan membangun peradaban baru di wilayah Lampung tersebut. Fakta lain bisa juga menjadi pertimbangan kemungkinan Cheng Ho beserta armadanya mungkin memang pernah berkunjung  ke wilayah Lampung. Kota Menggala dan alur sungai Tulang Bawang pada abad ke-15 merupakan dermaga tempat bersandarnya kapal-kapal dari pelosok Nusantara. Jalur Sutra yang tercatat di sejarah yaitu melewati Selat Malaka untuk menuju Palembang.Â
Fakta bahwa Palembang letak geografisnya berdekatan dengan Lampung, kemungkinan armada tersebut bisa singgah di dermaga Tulang Bawang.
Melalui kisah perjalanannya ke berbagai wilayah dimana Cheng Ho selalu membawa misi perdamaian. Tidak ada catatan sejarah yang menyatakan Cheng Ho menciptakan konflik di daerah yang pernah dikunjunginya.Â
Dalam catatan M. Yusuf di Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok (22 Feb 2005), "orang-orang Tionghoa yang datang bersama Cheng Ho juga melakukan pertukaran kebudayaan dengan misi kebudayaan penduduk setempat akan dikembangkan kembali di dataran Tingkok, selain itu mereka juga mengajarkan beberapa teknik pertanian yang lazim dipakai di Tiongkok, mereka juga telah berjasa menemukan teknik baru pengolahan padi, antara lain pada tahun 1750 memperkenalkan alat penyosoh padi yang dengan menggunakan dua-tiga ekor sapi dapat mengolah sampai 500 ton padi per hari, menggantikan sistim tumbuk tradisional memakai lesung yang hanya menghasilkan 100 ton per hari. Selain itu orang-orang Tionghoa juga memperkenalkan pompa berpedal, pemeras kelapa dan bajak serta teknik pembuatan garam.Â
Berkat orang-orang Tionghoa yang datang bersama Cheng Ho, orang-orang di Nusantara mengenal jarum jahit, bahkan pakaian yang dijahit pun berasal mula dari Tiongkok. Mereka juga mengembangkan budi daya tanaman kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, semangka dan nila atau tarum yang dijadikan bahan pewarna. Sejak tahun 1611 mereka mengembangkan penyulingan arak yang dibuat dari beras yang difermentasi, tetes tebu dan nira. Dari kacang hijau dan kedelai mereka menghasilkan taoge, tahu, tauco dan kecap".
Dengan banyaknya armada yang dibawa dalam setiap eksedisi serta canggihnya perlengkapan kapal, bisa saja Cheng Ho menduduki wilayah yang didatanginya. Diterimanya Cheng Ho beserta armadanya diberbagai wilayah dengan kebudayaan yang berbeda-beda dikarenakan sikap plurasimen yang dibawanya. Cheng Ho dalam catatan sejarah dikenal sebagai sosok yang menghargai budaya setempat dan tidak memaksakan sistem value (value system).
Referensi:
Bambang Budi Utomo. "Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi." http://repositori.kemdikbud.go.id
Hilman Hadikusuma. "Masyarakat Dan Adat-Budaya Lampung". (Bandung: Mandar Maju, 1989). Di dalam Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam Volume 7, Nomor 2, Agustus 2021 p-ISSN: 2443-0617 e-ISSN: 2686-1100. Yosieana Duli Deslima. "Dakwah Kultural Di Provinsi Lampung (Filosofi Dakwah Pada Makna Lambang Siger)". Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia.
Iswara N. Raditya. "Perjalanan Armada Laut Laksamana Cheng Ho ke Wilayah Nusantara", https://tirto.id/csoQ. 2021
M. Yusuf. "Sam Po Kong-Laksamana Cheng Ho". Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok. 22 Feb 2005 di dalam Dinamika Pelestarian Sejarah Peninggalan Cheng Ho di Semarang 1970 -- 2005. Cahya Dwi Prabowo. Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta 2006
"Sejarah Singkat Kerajaan Tulang Bawang". http://tulangbawangkab.go.id/informasi/sejarah-tulang-bawang
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H