Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Film

Film The Substance dari Sudut Pandang Teori Psikologi

17 Oktober 2024   15:10 Diperbarui: 17 Oktober 2024   15:23 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film "The Substance" dari Sudut Pandang Teori Psikologi

Film horor sering kali menyajikan pengalaman yang mendalam, tidak hanya untuk menakuti, tetapi juga untuk mengungkapkan realitas psikologis yang lebih dalam.

David Cronenberg, seorang sutradara yang terkenal dengan pendekatannya yang unik terhadap horor, memberikan kita "The Substance"---sebuah film yang mengajak kita menyelami sisi gelap kepribadian manusia. Dari sudut pandang teori psikologi, film ini menjadi kajian penting tentang trauma, alam bawah sadar, dorongan primal, dan bagaimana kekuatan psikologis ini memengaruhi tindakan serta keputusan manusia.

Alam Bawah Sadar: Konteks Psikologi Freud

Dalam kerangka teori Freud, "The Substance" dapat dilihat sebagai perwujudan dari ketegangan antara alam bawah sadar dan kesadaran manusia. Freud membagi pikiran manusia ke dalam tiga komponen: id, ego, dan superego. 

Id adalah bagian dari diri kita yang berfungsi berdasarkan prinsip kesenangan, dorongan-dorongan primal, seperti nafsu dan agresi. Ego adalah mediator yang mengatur tindakan-tindakan kita, sementara superego adalah komponen moralitas yang dibentuk oleh masyarakat.

Dalam film ini, karakter utamanya menghadapi zat misterius yang tidak hanya merusak tubuh secara fisik, tetapi juga membangkitkan trauma-trauma masa lalu dan memengaruhi alam bawah sadar mereka. Dalam perspektif Freud, zat tersebut mungkin mewakili "id" yang mendominasi, membuat mereka bertindak tanpa kendali dan memicu dorongan-dorongan primal yang tersembunyi di bawah permukaan kesadaran.

Freud berhipotesis bahwa trauma yang tertekan di alam bawah sadar dapat muncul kembali dalam bentuk mimpi atau perilaku yang tidak dapat dijelaskan. Dalam "The Substance", zat tersebut memicu trauma-trauma yang terpendam, membangkitkan mimpi buruk yang tersembunyi dalam pikiran para karakternya. 

Munculnya hal ini menunjukkan bahwa alam bawah sadar tidak pernah benar-benar terkubur; sebaliknya, ia tetap hidup dan dapat diaktifkan oleh pemicu yang tepat.

Teori Trauma dan Efeknya pada Perilaku

Teori trauma juga memainkan peran penting dalam memahami film ini. Dalam kajian psikologis, trauma diartikan sebagai peristiwa yang sangat mengganggu, sehingga berdampak jangka panjang terhadap kesehatan mental seseorang. Trauma dapat memengaruhi kepribadian seseorang, mendorong mereka untuk mengalami flashback atau reaksi emosional yang intens ketika dipicu oleh sesuatu yang mengingatkan mereka pada trauma tersebut.

Dalam "The Substance", kita melihat bagaimana trauma masa lalu dari para karakter muncul kembali setelah terpapar zat misterius. Zat tersebut dapat diartikan sebagai katalis yang memaksa karakter untuk menghadapi trauma yang telah lama mereka hindari. 

Penelitian menunjukkan bahwa trauma yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan gangguan kecemasan, depresi, dan bahkan gangguan kepribadian. Hal ini relevan dengan film, di mana para karakter mulai kehilangan jati diri dan berperilaku di luar kendali, seolah-olah zat tersebut mengambil alih pikiran dan tubuh mereka.

Penelitian oleh Herman (1992) menunjukkan bahwa trauma yang diredam dapat menyebabkan perubahan pada fungsi otak dan persepsi realitas. Dalam film ini, perubahan fisik yang dialami para karakter akibat zat tersebut dapat dipahami sebagai metafora dari kerusakan yang dialami otak akibat trauma. Ini memperkuat gagasan bahwa "The Substance" bukan sekadar film horor fisik, tetapi juga kajian mendalam tentang bagaimana trauma psikologis memengaruhi tubuh dan pikiran.

Hipotesis: Zat Sebagai Simbol Pemicu Alam Bawah Sadar

Salah satu hipotesis yang dapat dikembangkan dari film ini adalah bahwa zat misterius tersebut bukan sekadar entitas fisik, tetapi simbol dari pemicu psikologis yang memaksa individu untuk menghadapi alam bawah sadar mereka. Ketika seseorang terpapar zat tersebut, mereka dipaksa untuk membuka kembali bagian-bagian dari diri mereka yang selama ini tersembunyi atau tertekan.

Ini sejalan dengan teori psikologi Jung, yang menekankan pentingnya menghadapi "bayangan"---bagian dari diri kita yang terdiri dari ketakutan, trauma, dan keinginan yang kita tolak. Menurut Jung, ketidakmampuan untuk menghadapi bayangan ini dapat menyebabkan penderitaan psikologis. 

Dalam "The Substance", kita melihat bagaimana karakter dipaksa untuk menghadapi bayangan mereka, baik dalam bentuk trauma masa lalu, ketakutan terdalam, maupun dorongan primal yang tidak dapat mereka kontrol.

Studi kasus mengenai efek psikologis dari pemicu trauma juga mendukung hipotesis ini. Penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang dihadapkan pada pemicu tertentu, mereka dapat mengalami respon psikologis yang intens, termasuk ledakan emosi yang tidak terduga atau tindakan agresif. Hal ini dapat dilihat pada karakter dalam film yang kehilangan kendali setelah terpapar zat tersebut.

Asumsi: Ketidakberdayaan Manusia dalam Menghadapi Trauma

Salah satu asumsi yang dapat kita tarik dari film ini adalah bahwa manusia, dalam banyak kasus, tidak memiliki kendali penuh atas trauma yang mereka alami. Trauma yang tidak diatasi dapat merusak kesehatan mental dan emosional seseorang, menciptakan siklus ketidakberdayaan. Dalam "The Substance", zat misterius tersebut menjadi simbol dari ketidakberdayaan ini, di mana karakter-karakternya tampak tidak mampu melawan pengaruh zat tersebut dan harus menyerah pada kehancuran fisik dan mental mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh van der Kolk (2014) tentang trauma dan tubuh menunjukkan bahwa trauma tidak hanya memengaruhi pikiran, tetapi juga memiliki dampak fisik yang nyata. "The Substance" mengambil konsep ini dan membawanya ke tingkat yang lebih ekstrim, di mana trauma yang dialami karakter mengubah fisik mereka, memanifestasikan penderitaan mental dalam bentuk nyata.

Conjecture: Alam Bawah Sadar Sebagai Kekuatan Tak Terkendali

Dari sudut pandang conjecture atau dugaan yang belum terbukti, film ini mungkin mencoba mengajukan gagasan bahwa alam bawah sadar manusia adalah kekuatan yang tidak bisa dikendalikan. Zat dalam film ini bisa dilihat sebagai metafora dari kekuatan ini, yang ketika dilepaskan, menyebabkan kehancuran. Alam bawah sadar kita menyimpan lebih dari sekadar trauma; ia menyimpan dorongan primal yang, jika tidak diatur oleh ego dan superego, dapat memicu perilaku yang merusak.

Freud dan Jung sama-sama sepakat bahwa ada bagian dari diri manusia yang tidak sepenuhnya dapat dipahami atau dikendalikan. Mungkin film ini berfungsi sebagai pengingat bahwa, tidak peduli seberapa rasional kita mencoba menjadi, selalu ada elemen dalam diri kita yang tidak bisa dijelaskan sepenuhnya dan, ketika diaktifkan, bisa menghancurkan keseimbangan psikologis kita.

Pelajaran yang Dapat Dipetik

Dari film ini, kita bisa mengambil beberapa pelajaran penting tentang psikologi manusia. Pertama, trauma yang tidak diatasi memiliki kekuatan destruktif yang besar. Manusia harus menghadapi dan menyembuhkan trauma mereka, atau risiko mereka kehilangan jati diri menjadi nyata.

Kedua, alam bawah sadar adalah bagian yang tidak bisa kita abaikan. Seperti yang diungkapkan dalam film, apa yang tersembunyi dalam pikiran kita suatu saat bisa muncul ke permukaan dengan cara yang tak terduga. Kita perlu memiliki kesadaran diri yang cukup untuk memahami dan mengelola bagian dari diri kita yang tersembunyi ini.

Ketiga, film ini juga menekankan bahwa ada aspek primal dari kepribadian manusia yang tidak bisa dihilangkan sepenuhnya. Kita mungkin memiliki norma-norma sosial yang mengatur perilaku kita, tetapi dorongan-dorongan primal seperti ketakutan, agresi, dan hasrat selalu ada di bawah permukaan.

Kesimpulan

"The Substance" adalah lebih dari sekadar film horor. Dari sudut pandang psikologis, ini adalah kajian mendalam tentang bagaimana trauma, alam bawah sadar, dan dorongan primal membentuk kepribadian manusia. 

Zat misterius dalam film berfungsi sebagai katalis yang memaksa karakter untuk menghadapi bagian terdalam dari diri mereka---bagian yang mereka hindari atau sembunyikan. 

Ini adalah pengingat bahwa manusia tidak pernah sepenuhnya mengendalikan pikiran mereka, dan bahwa trauma serta alam bawah sadar memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan kita.

Melalui lensa teori kepribadian Freud dan Jung, kita dapat melihat bahwa film ini tidak hanya memberikan ketakutan fisik, tetapi juga ketakutan psikologis yang mendalam, mengingatkan kita akan kekuatan alam bawah sadar dan pentingnya menyembuhkan trauma. (KH.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun