Penelitian oleh Herman (1992) menunjukkan bahwa trauma yang diredam dapat menyebabkan perubahan pada fungsi otak dan persepsi realitas. Dalam film ini, perubahan fisik yang dialami para karakter akibat zat tersebut dapat dipahami sebagai metafora dari kerusakan yang dialami otak akibat trauma. Ini memperkuat gagasan bahwa "The Substance" bukan sekadar film horor fisik, tetapi juga kajian mendalam tentang bagaimana trauma psikologis memengaruhi tubuh dan pikiran.
Hipotesis: Zat Sebagai Simbol Pemicu Alam Bawah Sadar
Salah satu hipotesis yang dapat dikembangkan dari film ini adalah bahwa zat misterius tersebut bukan sekadar entitas fisik, tetapi simbol dari pemicu psikologis yang memaksa individu untuk menghadapi alam bawah sadar mereka. Ketika seseorang terpapar zat tersebut, mereka dipaksa untuk membuka kembali bagian-bagian dari diri mereka yang selama ini tersembunyi atau tertekan.
Ini sejalan dengan teori psikologi Jung, yang menekankan pentingnya menghadapi "bayangan"---bagian dari diri kita yang terdiri dari ketakutan, trauma, dan keinginan yang kita tolak. Menurut Jung, ketidakmampuan untuk menghadapi bayangan ini dapat menyebabkan penderitaan psikologis.Â
Dalam "The Substance", kita melihat bagaimana karakter dipaksa untuk menghadapi bayangan mereka, baik dalam bentuk trauma masa lalu, ketakutan terdalam, maupun dorongan primal yang tidak dapat mereka kontrol.
Studi kasus mengenai efek psikologis dari pemicu trauma juga mendukung hipotesis ini. Penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang dihadapkan pada pemicu tertentu, mereka dapat mengalami respon psikologis yang intens, termasuk ledakan emosi yang tidak terduga atau tindakan agresif. Hal ini dapat dilihat pada karakter dalam film yang kehilangan kendali setelah terpapar zat tersebut.
Asumsi: Ketidakberdayaan Manusia dalam Menghadapi Trauma
Salah satu asumsi yang dapat kita tarik dari film ini adalah bahwa manusia, dalam banyak kasus, tidak memiliki kendali penuh atas trauma yang mereka alami. Trauma yang tidak diatasi dapat merusak kesehatan mental dan emosional seseorang, menciptakan siklus ketidakberdayaan. Dalam "The Substance", zat misterius tersebut menjadi simbol dari ketidakberdayaan ini, di mana karakter-karakternya tampak tidak mampu melawan pengaruh zat tersebut dan harus menyerah pada kehancuran fisik dan mental mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh van der Kolk (2014) tentang trauma dan tubuh menunjukkan bahwa trauma tidak hanya memengaruhi pikiran, tetapi juga memiliki dampak fisik yang nyata. "The Substance" mengambil konsep ini dan membawanya ke tingkat yang lebih ekstrim, di mana trauma yang dialami karakter mengubah fisik mereka, memanifestasikan penderitaan mental dalam bentuk nyata.
Conjecture: Alam Bawah Sadar Sebagai Kekuatan Tak Terkendali
Dari sudut pandang conjecture atau dugaan yang belum terbukti, film ini mungkin mencoba mengajukan gagasan bahwa alam bawah sadar manusia adalah kekuatan yang tidak bisa dikendalikan. Zat dalam film ini bisa dilihat sebagai metafora dari kekuatan ini, yang ketika dilepaskan, menyebabkan kehancuran. Alam bawah sadar kita menyimpan lebih dari sekadar trauma; ia menyimpan dorongan primal yang, jika tidak diatur oleh ego dan superego, dapat memicu perilaku yang merusak.
Freud dan Jung sama-sama sepakat bahwa ada bagian dari diri manusia yang tidak sepenuhnya dapat dipahami atau dikendalikan. Mungkin film ini berfungsi sebagai pengingat bahwa, tidak peduli seberapa rasional kita mencoba menjadi, selalu ada elemen dalam diri kita yang tidak bisa dijelaskan sepenuhnya dan, ketika diaktifkan, bisa menghancurkan keseimbangan psikologis kita.
Pelajaran yang Dapat Dipetik
Dari film ini, kita bisa mengambil beberapa pelajaran penting tentang psikologi manusia. Pertama, trauma yang tidak diatasi memiliki kekuatan destruktif yang besar. Manusia harus menghadapi dan menyembuhkan trauma mereka, atau risiko mereka kehilangan jati diri menjadi nyata.