AI, Masa Depan Dunia Kerja dan Gen Z
AI dan Masa Depan Dunia Kerja: Bagaimana Kecerdasan Buatan Mengubah Pasar Tenaga Kerja & Keterampilan Apa yang Dibutuhkan Gen Z untuk Sukses
Di era Revolusi Industri 4.0, peran teknologi semakin dominan dalam segala aspek kehidupan. Salah satu teknologi yang paling berpengaruh adalah kecerdasan buatan (AI).
 Menurut laporan Future of Jobs dari World Economic Forum, pada tahun 2025, 85 juta pekerjaan diprediksi akan hilang akibat automasi dan AI. Namun, di sisi lain, teknologi yang sama juga akan menciptakan 97 juta pekerjaan baru.Â
Jadi, perdebatan soal AI dan dunia kerja bukanlah apakah pekerjaan akan hilang, melainkan pekerjaan seperti apa yang akan tetap ada, dan keterampilan apa yang perlu dimiliki untuk tetap bertahan.
AI Mengubah Lanskap Dunia Kerja
Tidak diragukan lagi, AI telah dan akan terus mengubah cara kita bekerja. Dalam dunia industri, AI membantu mengoptimalkan proses produksi, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan produktivitas. Di bidang pelayanan, AI digunakan dalam chatbot, analitik data, dan bahkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya membutuhkan interaksi manusia. AI memiliki kemampuan untuk menganalisis data dalam jumlah besar, membuat prediksi yang akurat, dan bahkan 'belajar' dari pola yang ada. Ini membuat AI menjadi alat yang tak ternilai di berbagai industri.
Namun, ini juga berarti pekerjaan yang berulang, rutin, dan berbasis data akan semakin berkurang. Misalnya, pekerjaan sebagai kasir, resepsionis, atau pengolah data mungkin akan tergantikan oleh mesin.Â
Sebuah studi dari McKinsey Global Institute memperkirakan bahwa sekitar 50% dari pekerjaan saat ini dapat diotomatisasi dengan teknologi yang sudah ada. Jika kita melihat ini secara global, AI bukan sekadar ancaman, tetapi peluang bagi mereka yang mau belajar dan beradaptasi.
Skill yang Dibutuhkan Gen Z di Era AI
Dengan munculnya AI dan automasi, keterampilan apa yang dibutuhkan agar Gen Z dapat bertahan dan berkembang?Â
Jawabannya bukan sekadar pada kemampuan teknis, tetapi juga pada keterampilan non-teknis atau soft skills yang semakin penting. Berikut adalah keterampilan-keterampilan utama yang perlu dikuasai Gen Z:
1. Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah Kompleks
Â
 AI mungkin sangat baik dalam menganalisis data, tetapi untuk masalah yang rumit dan melibatkan banyak variabel, manusia tetap unggul. Berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah adalah keterampilan yang tak tergantikan oleh AI. Menurut laporan dari World Economic Forum, keterampilan berpikir kritis dan analitis adalah dua dari sepuluh keterampilan yang paling dibutuhkan pada tahun 2025.
2. Kreativitas dan Inovasi
  AI mampu menghasilkan pola dari data yang ada, tetapi kreativitas manusia dalam menciptakan sesuatu yang baru tetap tak tertandingi. Perusahaan-perusahaan besar saat ini semakin menyadari pentingnya inovasi untuk tetap kompetitif. Gen Z perlu berfokus pada pengembangan ide-ide baru yang out-of-the-box dan memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk mewujudkan inovasi tersebut.
3. Keterampilan Emosional dan Sosial (Emotional Intelligence)
  Keterampilan sosial seperti kemampuan berkomunikasi dengan baik, memahami emosi orang lain, dan bekerja dalam tim adalah elemen penting yang sulit direplikasi oleh AI. Di tempat kerja yang semakin mengglobal dan lintas budaya, kemampuan untuk memahami dinamika interpersonal akan menjadi kunci keberhasilan.
4. Adaptasi dan Pembelajaran Berkelanjutan
  Dunia yang dipengaruhi oleh AI berubah dengan cepat. Untuk tetap relevan, Gen Z harus memiliki mindset pembelajaran berkelanjutan. Seperti yang dikatakan oleh futuris Alvin Toffler, "Buta huruf di abad ke-21 bukanlah mereka yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi mereka yang tidak bisa belajar, "unlearn", dan belajar ulang." Adaptasi terhadap perubahan teknologi menjadi salah satu kemampuan esensial.
5. Keterampilan Teknologi
  Tentu saja, memahami teknologi dasar, seperti pengkodean, analisis data, dan pemahaman mendalam tentang cara kerja AI akan memberikan keunggulan. Gen Z yang menguasai keterampilan ini akan lebih siap untuk bekerja sama dengan AI daripada bersaing melawannya.
Teori Teknologi dan Dunia Kerja
Di balik perkembangan AI dan dampaknya terhadap dunia kerja, ada berbagai teori yang menjelaskan hubungan antara teknologi dan perubahan sosial. Salah satu teori yang relevan adalah "creative destruction" yang diperkenalkan oleh ekonom Joseph Schumpeter. Teori ini menggambarkan bagaimana inovasi teknologi menghancurkan pekerjaan lama tetapi juga menciptakan pekerjaan dan industri baru. Misalnya, meski internet telah menggantikan pekerjaan di media cetak, ia juga menciptakan pekerjaan baru di bidang teknologi informasi, pemasaran digital, dan e-commerce.
Dengan perkembangan AI, kita melihat proses "creative destruction" ini terjadi lagi. Pekerjaan manual atau berulang yang digantikan oleh AI akan memberi ruang bagi pekerjaan baru di bidang teknologi tinggi, pengembangan perangkat lunak, dan manajemen data.
Namun, tantangan utamanya adalah, apakah tenaga kerja kita, khususnya Gen Z, sudah siap untuk beradaptasi dengan cepat?Â
Dalam konteks ini, teori "human capital" dari ekonom Gary Becker menjadi relevan.
 Becker menjelaskan bahwa tenaga kerja yang memiliki investasi pendidikan, keterampilan, dan pelatihan yang tepat akan lebih mungkin untuk sukses di pasar kerja yang berubah. Artinya, Gen Z harus melihat pendidikan dan pelatihan keterampilan sebagai investasi jangka panjang yang akan memungkinkan mereka beradaptasi dengan perubahan yang dibawa AI.
Argumentasi: Mengapa Gen Z Harus Bersiap Sekarang
Lantas, mengapa penting bagi Gen Z untuk mulai mempersiapkan diri sekarang?Â
Pertama, perkembangan AI bergerak sangat cepat. Menurut laporan McKinsey, sekitar 60% perusahaan saat ini telah mengadopsi setidaknya satu bentuk AI. Ini berarti, perubahan besar di pasar tenaga kerja sudah mulai terjadi. Menunda untuk belajar keterampilan baru hanya akan membuat Gen Z tertinggal jauh di belakang.
Kedua, meskipun AI membawa automasi, bukan berarti manusia akan sepenuhnya tergantikan. Sebaliknya, manusia dan AI dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang lebih baik. Misalnya, dalam bidang medis, AI dapat membantu dokter menganalisis data pasien dengan cepat, tetapi tetap dibutuhkan keahlian manusia untuk membuat keputusan akhir yang melibatkan etika dan pemahaman mendalam tentang konteks pasien.
Ketiga, banyak pekerjaan yang baru akan muncul di masa depan adalah pekerjaan yang mungkin belum ada hari ini. Sebagai contoh, pekerjaan sebagai "data scientist" atau "machine learning engineer" mungkin tidak pernah terbayangkan 20 tahun lalu.Â
Demikian juga, dalam beberapa dekade ke depan, akan ada pekerjaan baru yang dihasilkan oleh perkembangan AI dan teknologi lainnya. Oleh karena itu, memiliki kemampuan untuk belajar dan beradaptasi akan menjadi penentu kesuksesan.
Kesimpulan: Masa Depan yang Penuh Peluang
AI tidak harus dilihat sebagai ancaman, melainkan sebagai alat yang membuka peluang baru di dunia kerja. Namun, untuk meraih peluang tersebut, Gen Z harus berinvestasi dalam pengembangan keterampilan yang relevan. Keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kecerdasan emosional, dan adaptasi terhadap teknologi akan menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang di dunia yang semakin terdigitalisasi.
Di tengah perkembangan AI yang cepat, tantangan bagi Gen Z bukan sekadar bagaimana bersaing dengan mesin, melainkan bagaimana bekerja sama dengan AI untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Mereka yang mampu beradaptasi, belajar, dan memanfaatkan AI sebagai alat akan menemukan diri mereka berada di garis depan dari revolusi teknologi ini. (KH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H