Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Sulit Bersyukur?

16 Oktober 2024   16:26 Diperbarui: 16 Oktober 2024   17:16 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGAPA SULIT BERSYUKUR

Mengapa Sulit Bersyukur? Memahami Perspektif Psikologis, Sosial, dan Spiritual

Rasa syukur adalah salah satu kualitas yang sering kali dipandang sebagai kunci kebahagiaan, namun sulit untuk dipraktikkan secara konsisten. Banyak orang mudah sekali melupakan hal-hal yang bisa mereka syukuri seperti kesehatan, kemampuan bergerak, dan kebebasan dari penyakit. Kenapa ini bisa terjadi? Mengapa bersyukur, yang seharusnya menjadi tindakan sederhana, justru begitu sulit dilakukan?

Untuk memahami fenomena ini, kita akan melihatnya dari tiga perspektif: psikologis, sosial, dan spiritual. Dengan menggali lebih dalam, kita bisa menemukan bagaimana manusia modern sering kali terjebak dalam pola pikir yang menghambat rasa syukur dan bagaimana kita bisa membangun kesadaran akan hal-hal yang sering kita abaikan.

Perspektif Psikologis: Bias Kognitif dan Psikologi Ketidaksyukuran

Dari perspektif psikologis, ada beberapa teori dan konsep yang bisa menjelaskan mengapa orang sulit bersyukur. Salah satunya adalah **negativity bias**, sebuah kecenderungan alami manusia untuk lebih fokus pada hal-hal negatif dibandingkan dengan yang positif. Ini merupakan mekanisme bertahan hidup yang diturunkan oleh evolusi. 

Di masa lalu, fokus pada ancaman dan bahaya membantu nenek moyang kita bertahan hidup, namun di era modern ini, bias ini bisa menjadi penghalang bagi rasa syukur. Saat seseorang terlalu fokus pada masalah atau hal-hal yang tidak berjalan sesuai rencana, mereka cenderung melupakan kebaikan-kebaikan kecil yang sebenarnya mereka alami setiap hari.

Teori kognitif dalam psikologi juga dapat menjelaskan fenomena ini. Salah satu konsep yang penting adalah proses habituasi, di mana otak manusia cenderung terbiasa dengan rangsangan yang konstan. Ketika seseorang selalu sehat, misalnya, kesehatan itu menjadi sesuatu yang dianggap biasa saja. 

Mereka tidak lagi merasakan betapa berharganya hingga kesehatan itu terancam atau hilang. Ini bisa disebut sebagai "adaptasi hedonis," di mana manusia cenderung kembali ke tingkat dasar kebahagiaan mereka meskipun mereka memperoleh sesuatu yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan mereka.

Ada juga fenomena yang dikenal sebagai psikologi ketidaksyukuran. Menurut penelitian, individu yang cenderung memiliki kepribadian **neurotik** atau kecenderungan untuk mengalami emosi negatif seperti kecemasan dan kekhawatiran, cenderung lebih sulit untuk merasakan rasa syukur. Hal ini bisa dijelaskan dengan model kepribadian Big Five, di mana orang dengan skor tinggi dalam dimensi neurotisisme lebih fokus pada potensi ancaman dan masalah dibandingkan dengan hal-hal yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun