Dalam beberapa kasus, mengambil waktu untuk *detox* digital atau membatasi penggunaan media sosial bisa menjadi langkah yang bijak. Fokus pada hubungan nyata, menjalani kehidupan yang autentik, dan mencari kebahagiaan dari dalam diri dapat membantu kita melepaskan diri dari kebutuhan untuk pamer.
Kesimpulan
Fenomena pamer di media sosial bukanlah sekadar tren, melainkan cerminan dari kebutuhan manusia untuk merasa diakui, diperhatikan, dan dihargai. Dari perspektif psikologis, perilaku ini merupakan bagian dari upaya manusia untuk membentuk narasi diri, sedangkan dari sudut pandang teori sosial, ini adalah hasil dari budaya konsumsi dan kapitalisme modern. Sementara itu, teknologi semakin memperkuat perilaku ini dengan menciptakan pola kecanduan.
Namun, pada akhirnya, spiritualitas mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari apa yang kita tunjukkan kepada dunia, melainkan dari kesederhanaan, keikhlasan, dan ketenangan batin.Â
Dengan memahami fenomena ini dari berbagai sudut pandang, kita bisa belajar untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan mencari kebahagiaan dari dalam, bukan dari validasi eksternal. (KH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H