Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ilusi Keadilan, Adil untuk Siapa dan Seperti Apa?

16 Oktober 2024   12:13 Diperbarui: 16 Oktober 2024   12:21 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilusi Keadilan: Adil untuk Siapa dan Seperti Apa?

Dunia ini tidak adil. Jadi biasakanlah (Bill Gates)



Keadilan adalah salah satu konsep yang sering didengungkan dalam berbagai wacana sosial, politik, dan hukum. Banyak yang menganggap keadilan sebagai landasan etis yang universal dan harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Namun, kenyataannya, keadilan lebih sering menjadi ilusi yang sulit dicapai. Banyak dari kita memiliki pandangan berbeda tentang apa yang disebut dengan keadilan, yang menyebabkan munculnya konflik kepentingan dan kekecewaan terhadap institusi yang seharusnya menjaga prinsip tersebut.

Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa keadilan lebih sering terlihat sebagai idealisme utopis yang sulit diwujudkan dalam dunia nyata. Dengan memanfaatkan teori psikologi dan sosial, kita akan mengurai ilusi keadilan dan menggali apakah keadilan benar-benar relevan dalam dunia yang kompleks ini, atau jika konsep tersebut perlu digantikan dengan sesuatu yang lebih empiris dan terukur.

Keadilan sebagai Slogan

Pertama-tama, mari kita mulai dengan mengakui satu hal: keadilan adalah slogan yang sangat menarik. Dari pidato politik hingga kampanye hak asasi manusia, kata "keadilan" sering digunakan untuk menarik dukungan emosional. Namun, seringkali apa yang dijanjikan oleh slogan keadilan ini tidak sejalan dengan apa yang benar-benar terjadi di lapangan.

Mengapa demikian? Salah satu alasannya adalah karena keadilan itu sendiri merupakan konsep yang sangat subjektif. Ketika seseorang berbicara tentang keadilan, ia sering kali merujuk pada definisi pribadi yang didasarkan pada pengalaman hidup, nilai-nilai budaya, dan kepentingan pribadi. 

Hal ini sejalan dengan teori relativisme moral dalam psikologi sosial, yang menunjukkan bahwa individu cenderung mendefinisikan keadilan berdasarkan apa yang mereka anggap benar atau salah, tanpa mempertimbangkan standar objektif yang mungkin berbeda dari orang lain (Forsyth, 1980).

Misalnya, sekelompok orang mungkin merasa bahwa keadilan tercapai ketika hak-hak individu dihormati sepenuhnya, sementara kelompok lain mungkin merasa bahwa keadilan berarti tercapainya kesetaraan sosial dan ekonomi, meskipun itu memerlukan pembatasan tertentu terhadap hak individu. Maka, pertanyaan utamanya adalah: keadilan untuk siapa? Keadilan untuk individu atau masyarakat secara keseluruhan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun