Mohon tunggu...
Kretek Indonesia
Kretek Indonesia Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asap Rokok vs Asap Kendaraan Bermotor

18 Juli 2016   23:14 Diperbarui: 18 Juli 2016   23:42 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang ironis di negeri ini. Sementara asap rokok distigma sedemikian rupa, dengan selalu didampingi peringatan ancaman bahaya kematian bagi penghisapnya, asap kendaraan bermotor dibiarkan merajalela meracuni bumi Nusantara, khususnya di kota-kota besar.

Kumpulan asap kendaraan bermotor itu seakan tertawa terbahak-bahak, “Huaahaha… semua senang kehadiranku. Terus hiruplah, hiruplah daku… kalian akan sekarat”.

Tidak semua bisa mendengar tawa mengerikan itu. Faktanya, memang selalu disediakan “karpet merah” bagi kendaraan bermotor, khususnya kendaraan kendaraan pribadi, baik mobil maupun motor. “Karpet merah” itu berupa jalan-jalan baru, termasuk jalan tol, jalan yang diperlebar, serta dari sisi finansial berupa kebijakan akses kredit murah bagi masyarakat  untuk bisa memiliki mobil atau motor.

Akibatnya, kemacetan menggejala di mana-mana. Waktu dan energi terbuang sia-sia. Asap kendaraan bermotor pun makin memenuhi bumi, makin mempersempit ruang hidup sehat kita.

Sikap Diskriminasi
Bagi saya yang perokok,  mem-bully rokok dan perokoknya di satu sisi serta membiarkan produksi asap kendaraan bermotor terus meningkat tak terkendali, jelas merupakan sikap yang  sangat diskriminatif.  Bagaimana tidak, sebelum membuka bungkus rokok, kita sudah dihadapkan pada ancaman bahaya kematian di setiap bungkus rokok lengkap dengan foto-foto, entah siapa, yang diklaim sebagai korban rokok.

Tidak hanya itu, makin banyak tempat larangan untuk merokok. Larangan itu sah-sah saja. Sebagai perokok, saya juga enggan merokok di tempat-tempat yang tidak semestinya dan di sekitar orang-orang yang memang tidak merokok. Tapi kalau melarang merokok di terminal bus atau di tempat parkir kendaraan bermotor, jelas itu sangat berlebihan.

Sebaliknya, adakah pendidikan publik mengenai bahaya asap kendaraan bermotor? Adakah kebijakan untuk mengurangi asap kendaraan bermotor itu?

Di benak saya muncul pertanyaan sederhana: Sebenarnya, lebih bahaya mana asap rokok dibanding asap kendaraan bermotor?

Saya dengan mudah bisa menjawabnya, “Jauh lebih bahaya asap kendaraan bermotor!” Mungkin jawaban saya itu subjektif, karena saya perokok. Tapi coba lihat kenyataan empirisnya. Ada cukup banyak berita di media yang menceritakan orang meninggal di dalam mobil karena keracunan asap mobil. Tapi belum pernah ada berita orang meninggal di mobil karena “polusi” asap rokok.

Coba lihat di kafe-kafe, di mana asap rokok berlimpah ruah. Tak ada cerita orang meninggal karena keracunan asap rokok di sana. Saya sendiri pernah ikut dalam kegiatan meditasi di  ruangan ber AC di Yogyakarta, di mana medianya adalah asap kretek divine, yakni asap kretek yang telah dibebaskan dari kandungan radikal bebas logam berat, serta ukuran asapnya diperkecil menjadi nanometer.

Ketika itu, ada sekitar 50-an orang di ruangan itu. Tak ada yang mengeluh sesak karena asap rokok kretek divine yang memenuhi ruangan itu. Bahkan, beberapa peserta pun terpekur ketiduran, mungkin karena merasa nyaman.

Lain kenyataan empiris, lain pula “teori” tentang bahaya kedua jenis asap itu. Coba simak, banyak tulisan menyebutkan, kandungan asap kendaraan bermotor itu “hanya” lah CO (karbon monoksida),  CO2 (karbon dioksida),  HC (hidro karbon), NO (nitrogen oksida), NO2 (nitrogren dioksida), SO2 (sulfur dioksida),  serta Pb (timah hitam).

Sementara itu, asap rokok disebutkan memiliki kandungan lebih dari 100 senyawa. Senyawa berikut ini sering disebut-sebut, yaitu: NH3 (amonia), As (arsen), C4H10 (butana), Cd (cadmium), CO (karbon monoksida), HCN (hidrogen sianida), CH3OH (metanol),  naphthalene, C6H5OH (phenol), polonium-210, C7H8 (toluena), CO (NH2)OC2H5 (uretan)

Di antara zat-zat yang tersebut di atas, ada beberapa yang disebut-sebut sangat berbahaya, yaitu arsen, cadmium, hidrogen sianida, polonium dan karbon monoksida.

Wuih! Terkesan rokok lebih berbahaya dari asap kendaraan bermotor, sekalipun jika disuruh memilih “menghisap mana?”, saya tetaplah suka rokok. Nggak sudi menghisap asal knalpot.

Studi Komparasi
Kembali pada pertanyaan “bahaya mana?”. Ada cara untuk menjawabnya, yaitu dengan uji komparasi memakai hewan coba, entah tikus atau kelinci. Pada hewan coba itu dipapari masing-masing jenis asap itu, pada konsentrasi yang berbeba-beda.

Dari uji komparasi itu, dapat diketahui jawaban pada konsentrasi berapa asap mana akan mengakibatkan kematian dan masalah kesehatan jangka panjang (kanker, jantung, dsb.) melalui uji jaringan pada hewan coba.

Idealnya, atas nama kesehatan nasional, pemerintahlah yang menginisiasi hal ini. Bisa menggunakan dana cukai rokok atau pajak kendandaraan bermotor.

Saya, sih, berharap, jika hasil uji laboratorium itu membuktikan asap kendaraan bermotor jauh lebih membahayakan –sebagaimana kenyataan empirisnya— maka pemerintah selanjutnya perlu mengeluarkan kebijakan yang keras sifatnya untuk mereduksi asap kendaraan bermotor.

Misalnya, jumlah pemakaian mobil dan motor pribadi dibatasi, angkutan umum khususnya kereta bawah tanah diperbanyak, jalur sepeda diperbanyak dan dibuat aman-nyaman,  trotoar diperlebar huntuk memfasilitasi para pejalan kaki, dan di trotoar yang lebar itu tumbuh banyak pohon-pohon besar untuk melindungi pejalan kaki dari sengatan matahari, serta bangku-bangku untuk orang-orang yang ingin sekedar istirahat.

Jika itu terjadi, percaya deh, jumlah wisatawan di kota-kota yang menerapkan hal itu akan meningkat. Kota juga akan terasa lebih ramah, karena lebih banyak terjadi interaksi yang sehat antar warga kota, selain karena oksigen yang lebih banyak terhirup dibanding gas buang kendaraan bermotor.

Dan jika benar hal itu terjadi, saya akan senang sekali. Saya bisa duduk di salah satu bangku di trotoar di bawah pohon trembesi yang rindang… sambil merokok!

Anto Prabowo, peneliti di Budi Santoso Foundation (BSF) Semarang.

Sumber: http://www.kretek.co/index.php/2016/06/07/asap-rokok-vs-asap-kendaraan-bermotor/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun