Lain kenyataan empiris, lain pula “teori” tentang bahaya kedua jenis asap itu. Coba simak, banyak tulisan menyebutkan, kandungan asap kendaraan bermotor itu “hanya” lah CO (karbon monoksida), CO2 (karbon dioksida), HC (hidro karbon), NO (nitrogen oksida), NO2 (nitrogren dioksida), SO2 (sulfur dioksida), serta Pb (timah hitam).
Sementara itu, asap rokok disebutkan memiliki kandungan lebih dari 100 senyawa. Senyawa berikut ini sering disebut-sebut, yaitu: NH3 (amonia), As (arsen), C4H10 (butana), Cd (cadmium), CO (karbon monoksida), HCN (hidrogen sianida), CH3OH (metanol), naphthalene, C6H5OH (phenol), polonium-210, C7H8 (toluena), CO (NH2)OC2H5 (uretan)
Di antara zat-zat yang tersebut di atas, ada beberapa yang disebut-sebut sangat berbahaya, yaitu arsen, cadmium, hidrogen sianida, polonium dan karbon monoksida.
Wuih! Terkesan rokok lebih berbahaya dari asap kendaraan bermotor, sekalipun jika disuruh memilih “menghisap mana?”, saya tetaplah suka rokok. Nggak sudi menghisap asal knalpot.
Studi Komparasi
Kembali pada pertanyaan “bahaya mana?”. Ada cara untuk menjawabnya, yaitu dengan uji komparasi memakai hewan coba, entah tikus atau kelinci. Pada hewan coba itu dipapari masing-masing jenis asap itu, pada konsentrasi yang berbeba-beda.
Dari uji komparasi itu, dapat diketahui jawaban pada konsentrasi berapa asap mana akan mengakibatkan kematian dan masalah kesehatan jangka panjang (kanker, jantung, dsb.) melalui uji jaringan pada hewan coba.
Idealnya, atas nama kesehatan nasional, pemerintahlah yang menginisiasi hal ini. Bisa menggunakan dana cukai rokok atau pajak kendandaraan bermotor.
Saya, sih, berharap, jika hasil uji laboratorium itu membuktikan asap kendaraan bermotor jauh lebih membahayakan –sebagaimana kenyataan empirisnya— maka pemerintah selanjutnya perlu mengeluarkan kebijakan yang keras sifatnya untuk mereduksi asap kendaraan bermotor.
Misalnya, jumlah pemakaian mobil dan motor pribadi dibatasi, angkutan umum khususnya kereta bawah tanah diperbanyak, jalur sepeda diperbanyak dan dibuat aman-nyaman, trotoar diperlebar huntuk memfasilitasi para pejalan kaki, dan di trotoar yang lebar itu tumbuh banyak pohon-pohon besar untuk melindungi pejalan kaki dari sengatan matahari, serta bangku-bangku untuk orang-orang yang ingin sekedar istirahat.
Jika itu terjadi, percaya deh, jumlah wisatawan di kota-kota yang menerapkan hal itu akan meningkat. Kota juga akan terasa lebih ramah, karena lebih banyak terjadi interaksi yang sehat antar warga kota, selain karena oksigen yang lebih banyak terhirup dibanding gas buang kendaraan bermotor.
Dan jika benar hal itu terjadi, saya akan senang sekali. Saya bisa duduk di salah satu bangku di trotoar di bawah pohon trembesi yang rindang… sambil merokok!