Kedua karya kaligrafi ini berasal dari Turki dan merupakan koleksi Zayed National Museum Abu Dhabi. Yang pertama merupakan karya Mehmed Sefik (1820 -- 1880) dan yang kedua dari masa Kekaisaran Ottoman/Utsmaniyah, kurang lebih antara tahun 1600-1800.
(Foto-foto lainnya dapat dilihat di Instagram saya "middleclasstraveller".)
Di samping karya-karya tadi, terdapat pula beberapa lukisan terkemuka, di antaranya potret diri Vincent Van Gogh (1887 M), lukisan "Young Emir Studying" karya Osman Hamdy Bey, "La Belle Ferronniere" karya Leonardo da Vinci, lukisan "Arrangement in Grey and Black No.1 (juga dikenal dengan "Whistler's Mother")" karya James McNeill Whistler, dan lain sebagainya. Lukisan Whistler ini merupakan salah satu mahakarya seniman Amerika yang paling populer di dunia dan sering disandingkan sebagai Mona Lisa dari era Viktoria. Rasanya tidak perlu foto-foto lukisan tersebut saya pajang di sini, karena tentu sudah lazim yang menampilkannya di dunia maya.
Selain itu, terdapat pula karya-karya seni kontemporer, termasuk beberapa karya yang bagi saya pribadi tidak berkesan, bahkan nampak biasa saja, namun ternyata merupakan karya seni yang cukup bernilai. Mungkin memang benar bahwa kecantikan itu terletak di mata yang memandangnya.
Salah satu koleksi seni kontemporer karya Josef Albers (1963 & 1959) yang menurut saya tidak ada istimewanya:
Sebenarnya ada satu lukisan yang benar-benar ingin saya lihat namun justru tidak ditampilkan, yaitu Salvator Mundi ("Juru Selamat Dunia" dalam bahasa Latin), salah satu mahakarya Leonardo da Vinci. Lukisan yang menggambarkan wajah Yesus Kristus ini merupakan lukisan termahal yang pernah dilelang di dunia, yang dibeli oleh Museum Louvre Abu Dhabi bulan November lalu dengan harga 450 juta dolar Amerika ( Rp 6.2 triliun)! Menurut penjaga museum, lukisan ini memang belum ditampilkan untuk umum, entah mengapa. Mungkin diperlukan ruang khusus dengan sistem penjagaan yang khusus pula untuk menjaganya dari tangan-tangan jahil.
Namun kunjungan kami tetap berkesan walaupun tanpa Salvador Mundi. Kalau boleh jujur, saya bahkan lebih menikmati kunjungan ini dibandingkan kunjungan saya ke Louvre Paris beberapa tahun silam. Jumlah koleksi yang tidak terlampau banyak dan juga jumlah pengunjung yang tidak sampai membludak seperti memberikan kami waktu dan kesempatan yang cukup untuk benar-benar menikmati berbagai karya seni yang ditampilkan tanpa merasa terburu-buru atau dikejar waktu.
Untuk menutup tulisan ini, saya ingin membagikan sebuah kutipan dari penyair sufi kenamaan Jalaluddin Rumi, yang dipajang di pintu masuk museum ini: