Dalam Rijsttafel, bentuk akulturasi budaya yang dapat kita temukan diantaranya etiket dan tata cara perjamuan serta peranti makan ala Eropa dengan jenis makanan pokok ala orang pribumi.Â
Di Eropa, khususnya di acara jamuan-jamuan resmi, budaya makan mereka diawali dengan makanan pembuka (appetizer), lalu makanan utama, dan diakhiri dengan makanan penutup. Peranti makan yang mereka gunakan adalah piring, pisau, sendok dan garpu ditambah meja dan kursi.Â
Sedangkan budaya Indonesia sendiri terlihat dari kebiasaan makan penduduk pribumi yang mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok dengan berbagai lauk-pauknya.Â
Selain itu perpaduan budaya dalam Rijsttafel juga dapat terlihat dari menu makanan yang disediakan, seperti misalnya [1] Menu Belanda: bruine bonen soep (sup kacang merah), huzarensla (selada Belanda), Indische pastel (pastel tutup), dan zwartzuur (ayam suir-suir) dengan sentuhan rempah-rempah Indonesia; dan [2] Menu pribumi (Indonesia): nasi kebuli, dawet, sayur menir, gado-gado dan lainnya.
Dampak positif dari pertemuan budaya yang terjadi dalam Rijsttafel pada masa kolonial berujung pada lahirnya fenomena baru dalam budaya makan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, dari kebiasaan makan yang pada umumnya duduk lesehan, menggunakan piring kayu atau daun pisang, dan menyuapkan makanan dengan menggunakan tangan, menjadi budaya makan masyarakat pribumi yang lebih sopan dan higienis, yakni dengan menggunakan peranti makan seperti sendok, garpu, pisau dan lain-lain (Puspasari, 2021).Â
Sampai sekarang, di Indonesia sendiri sisa-sisa budaya Rijsttafel masih ada. Seperti misalnya dalam hal cara makan dan cara perjamuannya. Selain itu konsep penghidangan banyak menu makanan dalam Rijsttafel juga masih dipraktikan di Indonesia dengan adanya transformasi dan nasionalisasi yang menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia seperti konsep buffet atau prasmanan di berbagai acara formal.Â
Mengutip perkataan Fadly Rahman, penulis buku "Rijsttafel", kepada situs Hypeabis.id bahwasanya perbedaan konsep rijsttafel masa kolonial dengan prasmanan masa sekarang adalah bentuk pengambilan makan dimana pada masa kolonial pelayan langsung datang ke meja, tapi sekarang kita mengambil sendiri hidangan di meja (Felise, 2021).Â
Selain itu berbagai hidangan lauk pauk dari kedua bangsa ini masih terus bertahan sampai sekarang. Bahkan beberapa menu Belanda, seperti semur (smoor) dan perkedel (Erikadel), berkembang menjadi kekayaan makanan nusantara yang dimodifikasi dengan rempah-rempah Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H