Akhirnya, mencoba bertanya pada gelapnya malam dan bintang yang berkelip. ternyata mereka juga hanya tersenyum penuh misteri sambil menari begitu gemulai dalam sinar gemerlapnya.
Kucoba kembali bertanya, pada bayu yang sedang asyik bercanda dan menggoda cemara, namun nampaknya mereka tak peduli dengan kebingungan yang bergelayut di benakku.
Hanya kebisuan dan tanya memenuhi sudut-sudut hati yang menjalar hingga membuatku menjadi termangu bodoh.
Upaya tanyaku sia-sia belaka, hingga akhirnya kuputuskan untuk bertanya dan meminta penjelasan dari dirimu, Kompasiana.
Namun, lagi-lagi upayaku gagal untuk mendapat jawaban yang kuharap.
Akhh, sudahlah aku tak terlalu memedulikan hal-hal yang tak perlu untuk aku tahu. Karena semua itu nanti hanya menjadi omong kosong belaka.
Aku tak mau juga, jika tanyaku akhirnya hanya jadi omong kosong yang sia-sia.
Bagiku, dirimu berkenan dan menerima apa adanya aku itu saja sudah cukup, sekalipun hanya sebagai seorang penjual bakso keliling kampung.
Setelah merenung sejenak, ternyata goresan dari penulis "Puisi Omong Kosong"  tentang segala perkara itu  bukan sekadar tulisan kosong  tanpa arti.
Semakin kau sajikan aksara tercipta dihadapanku, semakin aku mencintai dan merindukanmu. Karena dari semua yang kau beri, kudapatkan segala yang kurindukan, sekalipun satu menit yang kau berikan, serasa seribu tahun bagiku.
Â