“Terkadang pinjam kas sekolah ataupun kalau Ibu pas pegang duit Om,” katanya.
Uang sebesar Rp. 20 ribu ia belanjakan membeli roti. 30 bungkus roti, ia jual seharga Rp 1000/ roti. Untung Rp. 10 ribu. Beruntung, roti jualannya selalu habis dibeli teman-temannya. Maklum jam panjang di sekolah, butuh makanan pengganjal perut. Sementara jajan makanan berat di Kantin sekolah dirasa masih lumayan mahal bagi beberapa teman sekolahnya. Seringnya tambal sulam untuk kebutuhan lain membuat modalnya selalu habis terpakai. Namun niat dan tekad untuk selalu berjualan selalu menyala. Satu hal pendorong terkuatnya adalah “wajah ibunya.”
“Aku harus memikirkan keluarga, ga tega jadi beban Ibu. Aku pengen fokus belajar juga untuk sekolah lebih tinggi,” ujarnya.
Dulu Ibunya bekerja membantu mengurus anak, membersihkan rumah, mengepel, mencuci baju serta menyetrika. Sekarang seiring setelah jatuh sakit, tenaganya tak cukup kuat untuk mengerjakan ragam pekerjaan itu. Praktis hanya menyetrika baju yang sanggup Ibu Riri lakukan untuk mencari penghasilan. untuk sekedar makan seadanya dan mencukupi kebutuhan ketiga anaknya.
Setiap bulan uang sewa rumah petak menjadi pikiran utamanya. Beruntung Riski dan adiknya Ari Ramadhan yang masih duduk di SMP 17, tak banyak rewel soal uang. Cuman adik perempuan Risky, Anisa yang duduk di kelas 6 SD, yang membutuhkan uang setiap harinya minimal Rp. 5000,-. Maklum ke sekolah mesti menggunakan angkot soalnya lumayan jauh. Rp. 4000 pulang pergi, sisa Rp. 1000 untuk uang jajan.
“Saya juga kadang ikut catering kalau ada tawaran Om,” cerita Risky.
Ada seorang Bapak temannya yang bekerja di catering. Jika ada pesanan Risky turut membantu sebagai pelayan. Sifatnya sementara saat ada acara saja. Dan itu frekuensinya juga tak banyak. Bisa sebulan sekali atau bahkan lebih.
Risky sadar bahwa pendidikan sangat penting, begitu pula ditekankan ibunya. beruntung ada sedikit-sedikit bantuan untuk tambah-tambah uang perlengkapan meski tentu saja tidaklah cukup untuk Riski dan adiknya. Ada unit dhuafa ibu-ibu di sebuah perumahan yang tiap 3-4 bulan sekali memberikan sedekah kisaran Rp. 200-300 ribu. Sementara dari pihak sekolah, melalui guru BP, ada uang saku untuk anak tak mampu sebesar Rp. 100 ribu untuk 2-3 bulan setiap kali. Cukupkah?
Paling tidak saat ini mereka masih bisa menjalani kehidupan sehari-harinya. Ibu Riri pun menekankan keikhlasan pada anak-anaknya. “Rejeki sudah diatur, pokoknya ada aja yang membuat kita bisa jalani kehidupan sehari-hari,” tutur Bu Riri.
Lalu apa cita-cita Risky?
“Saya ingin melanjutkan kuliah sambil kerja Om, syukur dapet beasiswa biar tidak menjadi beban Ibu,” katanya.