Mohon tunggu...
rizqa lahuddin
rizqa lahuddin Mohon Tunggu... Auditor - rizqa lahuddin

hitam ya hitam, putih ya putih.. hitam bukanlah abu2 paling tua begitu juga putih, bukanlah abu2 paling muda..

Selanjutnya

Tutup

Money

Kioson, Startup Cerdas dan Potensial di Masa Depan

20 November 2015   18:26 Diperbarui: 20 November 2015   18:42 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="kioson"][/caption]Saya sering sekali belanja online. Mungkin juga anda. Jika ditanya alasannya, pertama adalah kelengkapan barang. Misalnya saat saya ingin membeli laptop merk xx dengan tipe LP-1022 warna hijau. Dengan mudah barang yang saya inginkan secara spesifik tersebut mungkin tersedia di salah satu toko online di Indonesia. Tetapi jika anda tinggal di kota kecil macam Pacitan misalnya, mungkin toko komputer lokal tidak memiliki tipe tersebut, apalagi yang berwarna hijau.

Dengan adanya belanja online, segala macam jenis barang  hampir bisa dicari untuk dibeli. Jikapun tidak ada di Indonesia, salah satu toko online bahkan sudah bermitra dengen ecommerce asal china dan amerika untuk bersedia mengirimkan barang secara satuan ke Indonesia walaupun jangka waktunya memang agak sedikit lama.

Kedua adalah kemudahan. Dengan kondisi perkotaan yang semakin macet, serta waktu bekerja yang semakin banyak (lembur, dll), setiap waktunya adalah berharga. Rasanya sayang menghabiskan waktu, bensin dan uang untuk mengantarkan saya pergi, membeli dan membawa pulang sebuah barang jika seandainya barang tersebut bisa datang sendiri ke depan rumah saya.

Tetapi anehnya masih ada lho beberapa teman yang saya kenal, bahkan yang terhitung masuk ke kelompok generasi muda, yang takut berbelanja online. Pertama alasannya adalah keamanan. Berbelanja online mengharuskan kita mengeluarkan uang terlebih dahulu baru kemudian mendapatkan barang. Apalagi penipuan belanja online masih sering terjadi.

Kedua, masalah budaya. Membeli barang jika tidak melihat barangnya itu tidak "sreg", tidak "manteb", atau masih ada ketidaknyamanan dan ketidakpercayaan kalau-kalau. Maksudnya misalnya barang tidak sesuai spesifikasi, rusak saat diterima, ukurannya tidak pas, atau bahkan barang tidak segera sampai. Masih banyak konsumen yang menuntut ada penanggung jawab yg bisa dihubungin atau dituju jika sesuatu tidak sesuai dng yg diinginkan.

Menggabungkan MLM, Amazon dan Gojek. 

Hal tersebut pernah terlintas di pikiran saya. Bagaimana jika ada suatu "model bisnis" dimana siapapun yang mendaftar (memiliki toko, handphone / tablet dan sedikit modal) untuk menjadi "affiliate" dari semua ecommerce yang ada di Indonesia. Seorang affiliate diharuskan memiliki toko apapun secara fisik (kios di mal, ruko, warung, atau rumah biasa) yang mampu menjadi perantara antara toko online dan konsumen. Skemanya mungkin seperti ini:

Pemilik Barang --> website ecommerce --> affiliate --> konsumen.

Konsepnya sederhana. Jika dipikirkan, membeli barang secara online ini hampir mirip dengan membeli barang dari oriflame, herbalife atau sophie paris. Sama-sama hanya disuguhkan gambar. Tetapi kenapa orang lebih percaya skema MLM dibandingkan ecommerce? Karena dalam MLM ada "seseorang" yang bisa menjadi perwujudan fisik dari barang tersebut.

Affiliate adalah orang yg mengambil peran seperti seorang downline dalam MLM.

Dalam skema di atas, pemilik barang adalah penjual sebenanya. Mari kita contohkan barangnya adalah sebuah kaos unik yg dibuat handmade seperti lukisan dengan penjual yg berlokasi di Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun