Mohon tunggu...
Kosmas Mus Guntur
Kosmas Mus Guntur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis

Menjadi aktivis adalah panggilan hidup untuk mengabdi pada kaum tertindas. Dan menjadi salip untuk menebus Amanat Penderitaan Rakyat (AMPERA).

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada 2020, Menuju Panen Raya Parpol?

12 Maret 2020   08:35 Diperbarui: 12 Maret 2020   08:39 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit Ilustrasi: Yoseph Sudarso Hardo

Hemat penulis, pola lama ini adalah sebagai peluang atau pintu masuk mahar politik. Dimana setiap calon yang mendaftar nantinya akan diseleksi.
Biasanya, proses seleksi ini yang menarik, praktek jual beli, tawar menawar sudah mulai didorong oleh setiap partai politik. Siapa yang mata uang atau nominalnya besar maka dialah yang diusung oleh partai tersebut. Soal dia berkualitas itu urusan belakangan yang penting pelincin duluan.

Salah satu contoh di Kabupaten Manggarai ini misalnya, salah satu kandidat berinisial SS pernah diberi harapan palsu (PHP) oleh partai politik. Waktu tahap pendaftaran dan penjaringan, partai menegaskan untuk "mendukung tanpa mahar." Namun, pada proses penetapan di KPU semua partai balik "kanan" karena tidak ada "pelicin."

Hemat Penulis, salah satu cara untuk mengurangi praktek Jual beli partai (mahar politik) adalah mengubah pola "buka lapak". Dengan mengubah pola ini setidaknya mengurangi praktek mafia partai tidak untuk memberantas atau menghapus.

Salah satu dari sembilan poin berdirinya partai politik adalah melibatkan masyarakat untuk melakukan tahap penjaringan yang kemudian didorong oleh partai bersama masyarakat untuk bertarung pada hajat demokrasi kapitalis ini.

Tahap ini, hampir tidak pernah dipakai oleh partai politik. Mestinya pola lama ini perlu dirubah. Partai Politik harus memasang radar disetiap Kepengurusan Pimpinan Anak Cabang (PAC) sampai pada tingkat kepengurusan Ranting Partai untuk menjala atau menjaring kader yang potensial dan berintegritas serta memiliki rekam jejak dan pengalaman organisasi yang jelas dalam kancah politik. Jika melalui penjaringan itu mendapat kader, maka itulah yang kemudian didorong oleh partai politik bersama masyarakat dengan catatan tanpa embel-embel (Mahar Politik) lagi.

Rakyat dalam sistem demokrasi kapitalis ini pada akhirnya tidak lebih hanya sebagai "tumbal politik". Sistem kapitalis itulah yang melanggengkan penguasa duduk dan terlegitimasi di kursi kekuasaan.

Keadaan demikian terjadi, berawal dari sistem Pemilu dalam demokrasi kapitalis baik untuk memilih kepada daerah atau kepala pemerintahan pusat-- yang meniscayakan biaya yang sangat besar. Mereka yang tidak memiliki modal, atau tidak disokong oleh para pemodal, bisa dipastikan tidak akan bisa lolos dalam bursa pencalonan. Sehingga kolaborasi, hubungan "mutualisme" antara pengusaha atau investor, dengan calon penguasa mesti terjadi. Di sinilah visi, misi, kredibilitas, dan idealisme calon kepala pemerintahan pada akhirnya akan tersandra.

Penulis Adalah Presidium Germas PMKRI Cabang Jakarta Timur, St. Petrus Kanisius dan Alumni Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Borobudur, Jakrta.

Tulisan ini sebelumnya sudah dipublikasikan di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun