Mohon tunggu...
kornelius agustinus
kornelius agustinus Mohon Tunggu... -

saya suka menulis dan membaca :D

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Negara Gila Bola - Pelajaran dari mimpi negara bola

1 Januari 2011   02:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:05 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sifat yang selama ini sangat susah ditemui dari tokoh partai politik yang ada. Justru selama ini tokoh partai politik ini seakan mencintai sepak bola dan bidang olah raga lain yang tampaknya disukai masyarakat. Namun ketika orang-orang perhatiannya tidak ada, maka merekapun “hilang” tanpa perhatian sama sekali.

Tokoh-tokoh itu sepertinya “mencari muka” di hadapan masyarakat. Mereka pikir masyarakat dapat dibohongi. Padahal masyarakat mengerti benar mana yang tulus hati dan mana yang mengandung “udang dibalik batu”.

Mantan kapten ini justru membawa angin politik baru. Dia puji dengan tulus lawan politiknya. Tidak ada satupun kritik yang dia berikan. Hanya janji kampanye, satu hal saja: “negara kita dapat maju jika kita bangun bersama”

Dia selalu mencontohkan, tanpa kebersamaan negara ini tidak akan pernah maju. Kebersamaan yang ada di sepakbola dia terapkan di tim suksesnya dia. Dan itu menyebar di partai yang dia bela. Partai yang dia bela pelan tapi pasti mempengaruhi masyarakat.

Sportifitas dan kebersamaan didengungkan dan menjadi motto partai mereka. Dan dia memenangkan pemilu dengan mengejutkan. Orang melihat kesederhanaan dan kebersamaan yang ditampilkan. Masyarakart sudah muak dengan kepalsuan yang mereka lihat selama ini.

--

Pujian awal dari kejatuhan. Mantan kapten yang menjadi presiden ini tahu persis apa yang terkandung dari pujian. Pujian yang dia terima dulu saat membela timnas pernah membuat tim mereka takabur saat awal-awal bangkit.

Masyarakat takjub ternyata tim mereka dapat berjaya di luar negara. Betapa selama ini maju ke piala dunia sepertinya mimpi. Maka mengalirlah pujian dari media masa. Ternyata pujian ini disamping menaikan semangat dapat juga menjadi racun. Ada pemain yang merasa “marah” karena yang dipuji adalah sang kapten, sangat sakit hati. Dalam permainan jika dia memegang bola dia akan berikan ke pemain lain, tidak pada sang kapten. Ternyata pemain-pemain lain pun seperti itu.

Sifat individunya muncul, jika sudah di depan gawang, maka nafsu ingin mencetak gol begitu merajalela. Tidak memperhatikan pemain lain dan tidak peduli. Yang ada dalam pikirannya ketika dia mencetak gol, pasti besoknya ratusan juta akan melihat dan memuji kecermelangan dia di media masa, bukan sang kapten.

Sang kapten mengetahui “racun” yang berkembang di dalam timnya, dia kumpulkan semua teman-temannya. Dia bercerita tentang racun yang sedang melanda tim mereka. Jika tidak dituntaskan, maka mereka adalah tinggal nama saja. Racun itu ialah : “pujian”.

Dia mulai memupuk rasa kebersamaan antar pemain mereka. Kebersamaan ini akhirnya tumbuh akrab. Tidak dengan kata-kata tapi ditunjukkan melaui perbuatan nyata di dalam permainan maupun dalam pergaulan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun