Dengan kata lain, misi itu bukan saja tujuan Allah, tapi misi adalah tanggungjawab kita manusia ciptaan Allah untuk menolong orang-orang yang papah. Â Â
Sebuah Kesaksian pribadi.  Sebelum saya menikah, saya sudah memprogramkan setiap bulan  untuk ada porsi (budged) menabur yang disebut dengan Program Menabur Benih.Â
Setelah nikah pun, saya diskusikan dengan istri, tentang program ini. Â Saya minta pendapat beliua: apakah beliau setuju atau tidak. Puji Tuhan, beliau pun sangat setuju dan kami jalankan sampai saat ini.Â
Secara jumlah, tidak banyak. Â Tetapi, kami ingin konsisten dan menyediakan porsi untuk berbagi dengan orang lain. Â Tidak hanya sesama orang Kristen, tapi juga orang non-Kristen.Â
Ada dua tujuannya yaitu untuk menolong orang yang papah. Â Tetapi juga agar "maksud kemurahan Allah ialah menuntun orang lain kepada pertobatan." Â Hal ini yang ditegaskan Rasul Paulus dalam Roma 2:4. Â
Mengapa disebut orang lain bisa bertobat melalui pertolongan kita? Â Mungkin selama ini, orang terbiasa dengan hidup pelit, tidak berbagi dengan orang yang papah. Â Padahal secara materi berkecukupan bahkan lebih. Â
Namun, ketika orang melihat kita yang hidupnya pas-pasan bahkan berkekurangan, tapi kita belajar memberi. Â Membuat hati mereka tergugah oleh tindakan kita.
Di hati kecilnya mungkin berkata: "Saya yang punya materi lebih kok sulit memberi? Mengapa mereka berkekurangan bisa melakukan kebaikan." Â Lalu ia pun belajar berbagi kepada orang yang papah. Â
Bapak/Ibu Sahabat Allah. Â Akhirnya, saya merangkumkan kedua alasan mengapa kita harus berhati misi. Â
Pertama, Karena DNA manusia ciptaan Allah sejak awal adalah manusia yang didesain untuk berbagi dengan orang lain. Â Kedua, Karena Perkataan Tuhan Yesus sendiri agar kita menolong orang-orang yang papah.Â
Allah selalu punya alasan ilahi mengapa Ia memberkati hidup kita lebih dari daripada orang lain. Â Orang yang mengerti tujuan ilahi Sang Pencipta pasti berbelaskasihan untuk menolong orang-orang yang papah.
Saya ingin mengakhiri khotbah ini dengan beberapa pertanyaan perenungan. Â Pertama, apakah kita sudah menyadari bahwa kita adalah Ciptaan Allah yang telah diberikan makanan yang berbiji?Â
Kedua, bagaimana dengan setiap berkat yang kita terima selama ini? Â Apakah semuanya bermuara untuk kepentingan dan kenikmatan kita sendiri? Â Atau apakah Anda sudah mengerti mengapa Anda diberkati hidupnya lebih daripada orang lain? Â