4. kecewa karena ketidakadilan,Â
5. kecewa karena orang pernah memperlakukan mereka dengan pilih kasih. Â
6. Bahkan kecewa dengan diri sendiri yang tidak maksimal dalam mengerjakan tugas-tugas, padahal waktu cukup banyak.Â
Mengapa ini saya tanyakan? Â Saya rindu mata kuliah ini tidak sekedar informasi masa lalu dari tokoh-tokoh yang sudah tidak ada lagi. Namun, saya sedang menggiring mereka kepada satu pemikiran ini:Â
tokoh-tokoh dalam sejarah gereja masa lampau adalah manusia ciptaan Allah seperti kita. Mereka pun pernah ada dalam berbagai tantangan dan tekanan dari berbagai pihak, mulai dari keluarga, organisasi agama, lingkungan, bahkan pemerintah. Â Mereka pernah kehilangan keluarga, harta hingga nyawa mereka sendiri demi sebuah perjuangan dan kebenaran.
Melalui proses yang tidak mudah, mereka akhirnya mencetak sejarah. Â Mereka dikenang, dibukukan bahkan cerita hidup dan karya mereka terus jadi inspirasi dan pembelajaran di ruang -ruang akademik, agama, sosial, budaya dan politik hingga media sosial sampai saat ini bukan. Bahkan jadi bahan kajian lebih lanjut oleh orang atau institusi terkait. Â
Saya mendoakan agar mereka pun demikian. Tidak harus seperti tokoh-tokoh dalam sejarah gereja masa lampau. Â Tapi mereka bisa dipakai Allah untuk mencetak sejarah bagi hidup pribadi, keluarga bahkan orang lain dalam konteks panggilan, kebutuhan dan tantangan yang unik.
Hal yang mengharukan adalah dalam setiap obralan itu, saya menyisipkan kisah Yusuf dalam Alkitab. Di mana Yusuf pernah punya cerita masa lalu yang kelam sebelum ia menjadi pemimpin di Mesir. Â Bagaimana perlakuan ketidakadilan saudara-saudaranya terhadap dirinya. Hendak menjualnya, membuang ke dalam sumur bahkan merekayasa dirinya sudah dimakan binatang. Sungguh perlakuan yang sangat tidak manusiawi bukan?
Namun, Allah menyertai Yusuf sehingga Yusuf berhasil. Â Yusuf menjadi tangan kanan Firaun yang berkuasa untuk mengelola pasokan makanan di Mesir. Yusuf diberkati oleh Tuhan. Yusuf menjadi orang kepercayaan di Mesir.
Ketika terjadi kelaparan, keluarga Yusuf mendapatkan dampak kelaparan itu. Akhirnya saudara-saudara Yusuf pun pergi ke Mesir. Kesempatan ini sebenarnya bisa dijadikan Yusuf ajang balas dendam. Â Namun, Yusuf tidak melakukan itu. Â
Hingga kali ketiga mereka datang. Â Kesempatan ini menjadi moment yang sangat emosional. Â Yusuf terlalu bisa untuk membalas dendam. Â Yusuf bisa mengurung hingga membunuh keluarganya dengan sangat mudah. Namun, sekali lagi Yusuf tidak melakukan itu.
Yusuf punya perspektif yang berbeda telah diubahkan oleh Allah, yaitu pengampunan dan penerimaan.Â
Yusuf keluar sejenak, menangis hingga seluruh istana mendengar tangisan Yusuf. Â Pernyataan pamungkas Yusuf sangat menarik dalam Kejadian 45:5-8, demikian: