Mohon tunggu...
Kornelis Ruben Bobo
Kornelis Ruben Bobo Mohon Tunggu... Dosen - Pendeta dan Dosen

Olahraga: Bola Kaki, Volly, Futsal, Badminton, Traveling, Makan, Berkunjung

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Makna "Tidur Nyenyak" dalam Kejadian 2:21

28 April 2024   19:00 Diperbarui: 28 April 2024   19:04 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi man sleeping. sumber gambar: (unsplash.com)

Hallo Sahabat Kompasiana!  Apa kabar?  Saya berharap kita dalam keadaan sehat!  Kesempatan ini saya akan memberikan edukasi tentang makna "tidur nyenyak" dalam Kejadian 2:21, "Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN  Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging."  

Pada ayat ini, Allah diibaratkan seperti seorang ahli bedah yang membius pasiennya sebelum melakukan operasi.  Allah membuat manusia "tidur nyenyak" (Ibrani: tardemh). Kata tardemh yang dipakai sekitar tujuh kali dalam Perjanjian Lama, mengacu ke keadaan tidak sadar (seperti dibius) sehingga tidak tahu atau tidak melihat.  

Penyebutan "tidur nyenyak" juga ditemukan dalam kisah Abraham yang sudah menyiapkan daging binatang dibuat tidur nyenyak (Kej. 15:12) ketika Tuhan mengikat perjanjiannya.  Begitu pula ketika Saul dan anak buahnya yang mengejar Daud berkemah di bukit Hakhila, Tuhan membuat mereka tidur nyenyak (tardemh) sehingga Daud bisa mengambil tombak dan kendi di sebelah kepala Saul tanpa ada yang tahu (1 Sam. 26:12). 

Ungkapan "tidur nyenyak" menggarisbawahi ketidaktahuan dan kepasifan manusia dalam penciptaan perempuan. Penciptaan perempuan sepenuhnya adalah karya Allah.  Manusia tidak tahu apa-apa dan sama sekali tidak mengambil bagian di dalamnya. Atas dasar pemikiran ini, orang menyebut "Jodoh di tangan Tuhan." Dalam pengertian bahwa Penolong Yang Sepadan adalah Anugerah Allah. 

Tidur nyenyak telah menghalangi manusia menjadi saksi penciptaan sang penolong yang sepadan.  Namun kondisi seperti itulah yang dibutuhkan agar Tuhan dapat membuatkan dan memberinya penolong yang sepadan. Manusia harus mengakui bahwa ia tidak tahu segalanya. Ia tidak boleh sok tahu agar bisa membangun dialog dengan penolongnya.

Ketika manusia tidur nyenyak,  Tuhan mengambil salah satu rusuk (zel) dari manusia dan dari rusuk itu Ia membangun perempuan. Jadi, sama sekali tidak dikatakan perempuan berasal dari laki-laki atau lebih rendah dari laki-laki.  Perempuan hadir sungguh-sungguh karena anugerah Allah. 

Perempuan yang dibuat untuk memberi hidup kepada manusia, agar manusia tidak punah, dibuat dari tulang rusuk. Ia pun diberi nama Hawa, yang berarti "ibu semua yang hidup" (Kej. 3:20). Jadi ada kemiripan. Perempuan dilihat sebagai pembawa kehidupan. Selain itu, tulang rusuk terletak di dekat hati.  Artinya, perempuan  begitu dekat di hati pria dan selalu berada dalam relasi yang amat mendalam dengan laki-laki. 

Terlepas dari makna di atas, pengambilan tulang rusuk Adam membawa pesan teologis yang mendasar. Tuhan menuntut kesiapsediaan untuk memberikan, untuk berani kehilangan sesuatu bila ingin mendapat penolong yang sepadan. Adam harus bersedia kehilangan satu rusuknya. 

Penerapan sederhananya adalah: Jika Anda putus dengan pacar, diputuskan atau memutuskan, atau jika Anda ditolak cintanya, di PHP-in,  jangan kecewa, dan patah arang, sebab itu bagian dari kesiapsedian untuk kehilangan sebelum Allah memberikan Penolong yang Sepadan. 

Tidak sok tahu dan siap sedia kehilangan merupakan dua syarat mendasar untuk memiliki penolong yang sepadan, partner dialog. Tidak sok tahu mengandaikan kesiapsediaan untuk mengakui dan menerima keterbatasan dalam mengetahui. Pengakuan ini tidak gampang, apalagi kalau ini dirasa sebagai suatu kekurangan, suatu kehilangan. Namun ia akan terasa ringan bila orang mengarahkan pandangan ke kepada penolong yang sepadan.

Ketika seseorang menyadari semua yang ia miliki adalah anugerah Allah, kehilangan sesuatu tidak dirasakan sebagai sebuah kehilangan (tidak kecewa, tidak sakit hati, tidak dendam, dll).  Karena bagaimana mungkin ia merasa kehilangan apabila apa yang ada padanya itu adalah anugerah, bukan miliknya? Apalagi kalau ia menyadari bahwa kehilangan itu adalah jalan untuk mendapatkan anugerah (Penolong yang Sepadan dari Allah) yang diterimanya.  

Tulisan ini bukan sekedar kebenaran teoritis.  Saya secara pribadi mengalaminya.  Sebelum saya menikah dengan istri saya saat ini, saya telah "kehilangan" banyak hal sebelum Tuhan memberikan Penolog yang Sepadan saat ini.  Proses itu sangat tidak mudah karena melibatkan hati, pikiran, perasaan, tindakan, tenaga, biaya bahkan nama baik karena dianggap "play boy."  

Saya telah menjalin hubungan pacaran sebanyak 9 kali.  Istri saya saat ini adalah pacar saya yang kesepuluh dan terakhir.  Jika menoleh ke belakang, ternyata banyak hal yang "hilang" tetapi itulah cara Tuhan mempersiapkan diri saya sebelum Ia memberikan Penolong yang Sepadan.  

Mungkin Anda diantara pembaca, atau temannya, keluarganya, anaknya, saudaranya, kenalannya yang pernah berada di posisi seperti saya.  Jangan kecewa!  Jangan putus asa.  Karena akan tiba waktunya Allah memberikan Penolong yang Sepadan.  Mungkin kita kurang "tidur nyenyak" dan kebanyakan sok tahu!  Hehehee.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun