Mohon tunggu...
Kornelis Ruben Bobo
Kornelis Ruben Bobo Mohon Tunggu... Dosen - Pendeta dan Dosen

Olahraga: Bola Kaki, Volly, Futsal, Badminton, Traveling, Makan, Berkunjung

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Memikirkan Ulang tentang Pacaran: Belum Nikah/Sedang Pacaran Wajib Tahu!

22 April 2024   16:13 Diperbarui: 22 April 2024   16:14 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pacaran. (sumber gambar: freepikc.com)

Ketika Anda mendengar atau menyebut istilah pacar atau pacaran, apa yang terlintas di pikiran Anda? Menurut KBBI, pacaran dari kata dasar pacar berarti teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih, kekasih.  Juga berarti belahan diri, belahan jiwa, biji mata, buah hati, bunga hati, cahaya mata, kekasih, kesayangan, mahkota hati, mahkota jiwa, pujaan hati, tambatan hati.  

Kemudian, pacaran = berpacaran artinya bercintaan, berkasih-kasihan, bermesraan, bersuka-sukaan, indehoi.  Jadi, pacaran adalah suatu hubungan di antara kedua orang: laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada cinta kasih dimana keduanya bercintaan, berkasih-kasihan, bermesraan, bersuka-sukaan dan indehoi.

Menurut saya pribadi, pacaran adalah proses saling mengenal di antara kedua orang: laki-laki dan perempuan yang sedang saling mencintai, di mana hubungan mereka itu didasarkan pada cinta kasih, visi serta tujuan hidup yang jelas dan bukan nafsu, motivasi liar dan posesif tidak terkendali.  

Istilah pacaran dan pacar itu sendiri tidak pernah ada dalam Alkitab. Jika tidak pernah ada, mengapa kita orang Kristen menggunakan istilah ini?  Bagi anak muda Kristen, Apakah kita tetap menggunakan istilah pacaran dan pacar?  Jika tidak, kita harus menyebut dengan istilah apa?  Bagaimana kita seharusnya memahami dan memberikan makna yang benar tentang pacaran dan pacar?

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya memberikan analogi tentang istilah tritunggal yang juga tidak pernah ada di dalam Alkitab. Namun, pemikiran-pemikiran atau kebenaran-kebebaran dasar mengenai tritunggal terdapat di dalam Alkitab.  Demikian juga dengan istilah pacaran atau pacar.  Meskipun tidak ada istilah ini di dalam Alkitab, namun secara implisit (tidak langsung), pengajaran, prinsip-prinsi dan gagasan yang menjadi arahan mengenai pacaran, proses membangun hubungan disebutkan di dalam Alkitab.

Dalam buku Tata Gereja dan Peraturan Pelaksanaan GSJA di Indonesia, Kongres XXII, Surabaya, 8-12 Agustus 2011, hal. 16, menyebutkan Pengakuan Iman GSJA, khusus Point pertama : "Alkitab adalah Firman Allah yang diilhamkan dan tanpa salah; satu-satunya kaidah yang mutlak dan berwenang bagi iman dan perilaku manusia." Itu berarti, ketika kita ingin membahas pacaran, maka Alkitab merupakan kaidah bagi iman dan perilaku berpacaran. 

Rasul Paulus dalam 2 Timotius 3:16 menegskan bahwa  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  Jadi, secara implisit, Alkitab memberikan kaidah, pendidikan atau ajaran mengenai prinsip-prinsip dasar dalam membangun dan membina suatu hubungan, seperti pacaran.    Berikut, saya akan membahas beberapa prinsip Alkitabiah tentang pacaran!

Kejadian 2:18-23; 

2:18 TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." 2:19  Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.  

2:20  Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.  2:21  Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.  2:22  Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.  2:23  Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."

Berdasarkan beberapa ayat di atas, saya akan menganalisa bagi kita.  Kejadin 2:18 mengandung pokok persoalan kesendirian dan solusi dari Allah.  Pertama, Persoalan Kesendirian!  

Frase, "Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja," mengandung pengertian bahwa menurut Allah, kesendirian itu tidak baik. Kejadian 1:4, 12, 18, 25 dan 31 dicatat bahwa Allah menilai semua yang diciptakan adalah baik, sungguh amat baik (Ibrani: tov). Namun, setelah Allah menciptakan semuanya, justru Allah melihat ada yang "TIDAK BAIK (Ibrani: lo tov."  Apa itu yang tidak baik? Manusia seorang diri saja.  Jadi, persoalan atau topik utama yang ingin disampaikan dalam Kejadian 2:18 adalah KESENDIRIAN.     

Matthew Henry (1662-1714), salah satu penafsir Alkitab PL dan PB mengatakan: Kesendirian itu membuat manusia merasa tidak nyaman, sebab manusia merupakan makhluk yang suka bergaul.  Sungguh menyenangkan baginya apabila bisa bertukar pengetahuan dan kasih sayang dengan makhluk sejenis, untuk memberi tahu dan diberi tahu, untuk menyayangi dan disayangi.  Ia perlu menjalin relasi kasih dengan orang lain, orang yang berbeda dengan dirinya (laki-laki dan perempuan).  

Allah yang penuh belas kasihan merasa iba terhadap kesendirian manusia.  Manusia tidak mempunyai makhluk lain dengan kodrat dan kedudukan yang sama dengannya, serta yang dapat diajaknya bercengkerama dengan akrab.  Sekarang, Allah yang membentuk manusia itu, Allah yang mengenal manusia itu dan Allah yang tahu apa yang baik baginya, Allah yang lebih tahu daripada manusia itu sendiri, berkata, "Tidak baik apabila ia terus-menerus seorang diri."

Itu sebabnya, frase "TIDAK BAIK, KALAU MANUSIA ITU SEORANG DIRI SAJA" merujuk kepada relasional, fungsional dan produktifitas (perkembangbiakan).  Kejadian 1:26-28 sangat jelas berbicara bagian ini, di mana Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, membentuk suatu lembaga keluarga yang bersifat monogami (heteroseks bukan homoseks).   Allah memberkati (Ibrani: barakh), dan memerintahkan untuk "Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhi bumi, taklukan dan berkuasa."  

Dengan kata lain, Allah berpesan kepada manusia: laki-laki dan perempuan untuk berelasi, berfungsi dan produktif.  Nah, untuk berelasi, berfungsi dan berkembangbiak, tidak bisa sendiri.  Itu sebabnya, Allah melihat, KESENDIRIAN adalah sesuatu yang TIDAK BAIK.  Dalam pengertian, tidak bisa berelasi dengan sesama manusia (mau dengan siapa kalau sendiri), tidak bisa berfungsi (berfungsi = normal; tidak berfungsi = tidak normal) untuk mengerjakan proyek besar Allah (Kejadian 1:26; 2:15), bahkan tidak bisa berkembangbiak (tidak selamanya identik dengan punya anak, tapi hidupnya produktif).  

Hendry Cloud dan Jhon Townsend,  dalam buku berjudul, Membangun Hubungan Cinta Yang Berhasil, Batas-Batas dalam Kencan dan Pacaran mengatakan agar "Pacaran memberi orang tempat untuk bertumbuh dan belajar dalam keamanan orang-orang yang dapat membantu mereka berkembang. Lalu apa solusi dari Allah tentang kesendirian ini?  Ini pokok kedua, jadi tunggu part 2 ya! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun