Jelas, yang saya tulis ini bukan berasal dari keilmuan nutrisi dan gastronomi pribadi yang sangat cekak.
Terobosan pengurangan jejak karbon ini saya peroleh dari pengampuan daring dari salah satu institusi yang tidak cekak di sana, Ivy League.
Bagaimana kebijakannya begitu dalam?
Tak terlalu sibuk mereka menuding knalpot, cerobong asap atau saluran kombusi karbon lainnya sebagai sasaran tunggal yang berselera.Â
Atau, Perserikatan Bangsa-Bangsa itu secara intuitif ikut-ikutan menuding keras penghasil emisi karbon hingga selalu terpojok tak berdaya.
Adalah arif dan bijaksana jika dimulai dari yang terdekat,yaitu emisi karbon dapur rumah dan emisi karbon saluran makan tubuh yang selama ini merunduk saja, sembunyi dari tudingan.
Peran unik kudapan lokal (local food) jarang dan bahkan tak ditoleh. Padahal dekat sekali dan sangat berpengaruh bagi akumulasi jejak karbon.
Sepertinya kalah lincah saja dengan tangan-tangan yang menjulur gapai frozen foods di peti-peti yang kadang masih ber-CFC.
Tak perlu banyak mikir dan persiapan khusus untuk menjejalkan kudapan beku atau makanan yang berteknologi tinggi itu mulut.Â
Atau, lebih suka riang berlarian mengejar makanan cepat saji (fast foods) untuk menghibur hari-hari yang makin terkubur junk food.
Banyak, sih, yang merasakan kebutuhan mendesak untuk kurangi dampaknya terhadap bumi. Namun, apa daya, carnivore dilemma. Antara selera dan semena.Â
Meskipun sudah ada dan banyak cara ataupun usaha untuk meminimalkan jejak karbon, membuat perubahan pola makan itu adalah hal awal yang baik dan bijak.
Saatnya berjuang untuk makanan lokal agar menjadi pilihan pola makan yang lebih berkelanjutan dapat memangkas emisi karbon.
Sebab, bagaimanapun juga, produksi pangan berteknologi tinggi yang praktis dan taktikal itu de facto bertanggung jawab atas seperempat dari emisi karbon yang dihasilkan
Kesadaran harus terus digulirkan, bahwa pola makan dan pilihan makanan itu memiliki dampak signifikan pada jejak karbon (carbon print).
Memulai dari dapur rumah dengan apa saja yang dapat diusahakan dan layak dicoba agar benar-benar bisa mengurangi jejak karbon dari lezatnya sarapan, gurihnya makan siang, dan nikmatnya makan malam kita.
Tentunya langka pertama yang paling dekat adalah mendoktrin meja makan dengan kudapan  lokal sebagai ideologi bersantap.
Bagaimana filosofi kudapan lokal tersebut?
Bagaimana pula persepsi nilai konsumsi makanan lokal terhadap sikap, citarasa dan niat melahap masing-masing individu?
Yang pasti, kita tidak dipaksa jadi vegetarian atau sejenisnya yang minim jejak karbon.
Pengertian makanan lokal itu berparameter inklusif dan ramah definisi.Â
Dengan arif dan bijak pertimbangan jarak memperolehnya, kesegaran bahan, gizi, keunikan, nilai khas, serta potensi besarnya terhadap kemandirian lingkungan terdekat dalam proses dan perjalanan rantai produksinya.Â
Mereka bisa apa saja.Â
Yang mendesak adalah memiliki dampak yang signifikan atas minimnya dan memangkas hebat beban angkut transportasi yang berkarbon tinggi.
Sebab, alur angkut ini bertanggung jawab atas sebagian besar jumlah jejak karbon di akhir rantai produksinya.Â
Pangkasan jejak karbon transportasi makanan yang berlabuh di dapur kita, sangat jauh lebih penting dan berarti daripada selera kuliner yang berasal nun jauh di sana.Â
Sekali lagi, membeli makanan secara lokal membantu memperkuat ekonomi sekitar. Termasuk pasar-pasar tradisional dan kios-kios jajanan pedesaan.
Makanan lokal lebih segar daripada makanan yang dikirim dari antah-berantah.
Membeli makanan lokal seperti buah-buahan dan sayuran merupakan pusaka yang dapat membantu menjaga keragaman genetik dan pola makan.
Juga akan menjadi inisiatif bisnis makanan lokal membantu memperkuat jaringan dan komunitas.
Mungkin, makanan lokal yang segar itu sering dianggap mahal dan tidak nyaman.Â
Namun, pelahap memiliki banyak cara ekonomis untuk pilih makanan dengan jejak karbon yang lebih kecil.
Rencanakan makanan lokal Anda dan perjalanan belanjanya dengan bijak. Jika Anda membeli apa yang Anda butuhkan dalam jangkauan kesegaran bahan, Anda akan cenderung tidak makan di luar atau membuat perjalanan yang tidak perlu.
Belilah hanya apa yang Anda butuhkan guna menghemat waktu dan bahan bakar.Â
Selalu rencanakan perjalanan Anda ke pasar petani
dan peternakan lokal yang tidak banyak menggunakan kendaraan bermotor.
Membeli makanan yang sudah dikemas itu memerlukan energi untuk pengemasan. Dan itu tentunya ada jejak karbon yang dihasilkan.
Lebih bijak lebih memilih bahan yang dikemas oleh kulit alaminya. Semisal wortel  yang telah dibungkus rapi per beratnya, Bijak pilih yang belum terbungkus.
Itulah rencana kecil yang berharap besar manfaatnya dalam mendukung kebijakan-kebijakan rendah karbon yang menargetkan capaian Net-Zero Emissions (NZE) di tahun 2060.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H