Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Fiksi Ramadan: Hilal Telah Tampak, Aisyah!

23 Mei 2020   06:51 Diperbarui: 23 Mei 2020   09:22 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hilal telah tampak di atas puncak bayangan Gunung Penanggungan itu. Beberapa pemuda pesantren itu terlihat sibuk dengan peralatan optik yang tersusun gagah di atas sebuah tripod. 

Mereka tergabung dalam Sapala (Santri Pecinta Alam) yang mendapat tugas dari pondok pesantrennya untuk berpraktik melihat hilal dengan ilmu rukyat. Mendaki dataran yang cukup tinggi agar visibilitas bebas dan terbuka. 

Ekspedisi hilal santri pecinta alam ini beranggotakan 4 orang yang sudah mendapatkan pendidikan dan latihan dasar kepecintaalaman. Sehingga cukup aman dan memenuhi syarat untuk melakukan pendakian dan pengembaraan.

Sudah 4 jam mereka menelusuri trek pendakian. Misi ganda mereka cukup berat. Selain tugas melihat hilal juga melakukan mini session pemetaan benda-benda purbakala yang tercecer di jalur Jolontundo di Gunung Penanggungan itu. 

"Hilal telah tampak, Aisyah!" pekik Ahmad yang matanya masih menempel di bantalan karet teleskop itu.
"Alhamdulillah!" teriak mereka bersamaan. 

Kepul asap pembakaran ranting dari kayu-kayu kering nampak membumbung tinggi di puncak bayangan Gunung Penanggungan. Ia adalah sebuah tanah lapang di koordinat 737'21.2"S 11237'02.3"E.

Sore jelang maghrib itu, kabutnya lembut nya terasa mengisi pori-pori kulit. Seolah memberi kesempatan kulit untuk beradu langsung dengan hawa dingin khas pegunungan.

"Alhamdulillah akhirnya misi ini sukses," puji Ahmad  sambil berkemas untuk melanjutkan misi selanjutnya, pemetaan kilat beberapa reruntuhan candi-candi kuno di jalur turun Jolotundo malam itu juga.
"Kita akan upayakan sebelum subuh sudah sampai di base camp! Seru Aisyah.
"Ah, kamu pasti sudah kebelet cicip kue Lebaran, ya!" Ahmad bercanda. Tampak Aisyah tersungging manis, menambah kecantikan santriwati tomboy itu.
"Baiklah mari kita mulai agar beres sebelum waktu berbuka tiba," respon Aisyah dengan semangat.

Sejenak mereka menghela napas panjang. Tuk sekedar merasakan bolak-balik hati, antara nyeri dan ngeri, sepi dan keterasingan. Yang tak tahan menjadi  sebuah fobia yang menakutkan. 

Namun, itu tak akan pernah terjadi bagi mereka. Karena hati telah dihiasi dan dikuatkan oleh hikmah-hikmah yang mereka peroleh saat memulai perjalanan 4 jam yang lalu dari pos 1 pendakian Gunung Penanggungan.

Peralatan masak berdentingan keluar dari pembungkusnya. Mereka siap membuat kudapan berbuka ala kadarnya.  Puncak bayangan yang sunyi kini sedikit riuh oleh mereka. Api unggun telah menyala anggun, dan panci-panci mulai terpanggang di atas api. 

Tiba-tiba Aisyah tersentak berdiri mendekati jilatan api unggun yang mulai menari rendah yang telah dibangun oleh Ahmad. Sepertinya Aisyah mulai kedinginan dan ingin hangatkan tubuhnya.

"Infokan koordinat posisi kita ke pos pantau pendakian!" perintah Ahmad. Sepertinya dia adalah ketua tim.
"Siap!!" sigap Aisyah sambil menyambar handy talky jadul besutan negeri Paman Sam itu

Kemudian Aisyah sibuk dengan alat komunikasinya.

 "Aisyah, masuk! koordinat 737'21.2"S 11237'02.3"E. Cuaca cerah, ganti," lapor Aisyah ke base camp Sapala di Pondok Pesantren mereka. Kemudian terdengar balasan dari alat komunikasi itu. 

"Nah, inilah fungsi pengamatan hilal dengan rukyat," jelas Ahmad membuka pembicaraan sambil berkudap buka puasa.
"Jadi, lengkap, ya? Ilmu-ilmu falak akan gemilang berdampingan dengan ilmu optik?" tanya Zulfikar
"Benar!" jawab Ahmad.

Para santri pecinta alam pesantren itu telah berhasil mengamalkan ilmu rukyat atau aktivitas mengamati visibilitas hilal atau penampakan bulan sabit yang terlihat pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). 

Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Pengamatan untuk menentukan 1 Syawal ini dilakukan setelah Matahari terbenam.

"Bagaimana dengan ilmu hisab untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah?" tanya Aisyah. Dia satu-satunya anggota Sapala putri yang bersikeras mengikuti ekspedisi hilal itu.
"Intinya sama. Namun cenderung mengandalkan hitungan," jawab Ahmad.
"Yang terpenting jangan sampai terpecah belah dan ricuh dengan perbedaan penetapan 1 Syawal. Mereka punya cara dan dalil masing-masing," tambah Aisyah.
"Setuju!" Aklamasi mereka serempak. 

Memang, telah sering terjadi perbedaan itu. Karena pada dasarnya wujudul hilal (terbentuknya hilal) dan imkannur rukyat (kemungkinan terlihatnya hilal), keduanya bisa menjadi acuan dan sumber penetapan awal 1 Syawal. 

Dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.

Setelah Aisyah mengakhiri laporannya ke base camp Sapala pesantrennya via handy talky, sejurus kemudian ia berganti dengan telepon pintarnya. Dia menggoyang-goyangkan ke kanan kiri, jamak orang untuk mencari sinyal yang bagus bagi antarmuka media sosialnya, siap unggah foto-foto, sebuah aktivitas yang mungkin terlihat narsis.

Namun bagi sebuah pendakian itu sangat penting. Ketika kita menjadi seorang survivor yang mungkin tersesat, hingga netizen bisa melacak koordinat terakhir foto yang diunggah tersebut.

Hilal yang telah tampak seolah tersenyum bersama gemintang di atas sana tertawa mungil, menahan geli ke arah Aisyah. Apa yang dilakukan Aisyah menggemaskan, seakan jadi narahubung antara kekecewaan fakir sinyal dan rasa pantang menyerahnya. 

Aisyah tak menyerah dengan keadaan, mengangkat telepon genggamnya tinggi-tinggi, seolah ingin memberi tantangan kepada gemintang yang tertawa mungil tadi. Tetap nihil, sinyal terlalu lemah!

Gunung Penanggungan atau Gunung Pawitra yang berketinggian 1.653 mdpl itu  adalah gunung berapi kerucut dalam keadaan dormant atau kondisi istirahat, berada di Jawa Timur.. Posisinya berada di perbatasan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto (sisi barat) dan Kabupaten Pasuruan (sisi timur) dan berjarak kurang lebih 55 km sebelah selatan kota Surabaya.

Meskipun kecil, gunung ini memiliki keunikan dari sisi kesejarahan, oleh karena di sekujur permukaannya, mulai dari kaki sampai mendekati puncak, dipenuhi banyak situs kepurbakalaan yang dibangun pada periode Hindu-Buddha dalam sejarah Indonesia. 

Mereka santri pecinta alam yang peduli dengan nilai-nilai historis benda purbakala itu. Rutin melakukan pendataan, perawatan dan penjagaan atas benda purbakala yang bernilai historis tinggi itu. Kesalehan mereka dilatih untuk menghormati dan menghargai kearifan lokal agar tidak menjadi santri yang anarkis dan anti kearifan lokal beserta budayanya. 

Sedang di kaki gunungnya juga ada kegiatan yang sama mereka lakukun yaitu di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa) Watukosek, Pasuruan yang menjadi langganan pengamatan hilal tiap tahunnya. Kenakaragaman cara melihat hilal adalah khasanah keislaman yang harus dilestarikan.

"Mari kita lanjutkan misi!" perintah Ahmad. Mereka cepat berkemas. Siap melakukan pemetaan di malam hari dengan teknik dokumentasi malam terhadap beberapa reruntuhan candi purba di jalur turun Jolotundo, Trawas Mojokerto.

Mereka menuruni lereng-lereng Gunung penanggungan dengan ceria. Apalagi hilal sudah terlihat. Sepertinya mau ngebut saja untuk cepat sampai di base camp pondok pesantren untuk bersiap takbir dini hari. 

Aisyah yang puteri sendirian itu tampak kelelahan. Bernyanyi kecil sambil terus menuruni lereng-lereng curam dan terjal. Dikira nyayian kecil itu bisa meredam letih. Lelah tetaplah lelah. Rasa yang paling dikenangnya adalah saat Ahmad mengucapkan bahwa hilal sudah terlihat. Yang berarti bahwa Lebaran besok tiba. Pastinya si Ahmad akan segera mengucapkan selamat Idulfitri kepada bapak ibunya.

Kenapa momen ini begitu spesial bagi dirinya dan Ahmad, ah, itu urusan anak muda.

Kakinya meloncat kesana kemari menghindari cerukan jalur pendakian yang sebagian besar berupa bebatuan labil. Membuat gerakan indah pinggulnya yang lencir. 

Penghujung akhir pekan ini  adalah di awal candra. Almanak telah berbilang genap dengan warna romantisnya, aroma bersuka ria Lebaran yang kuat. Sebuah pentas penutupan warsa yang indah. Membunuh semua  arogansi makhluk dan siap berteriak panjang dan lantang: Hilal telah tampak, Idulfitri yang suci! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun