Ayat-ayat pilihan Ramadan bagian-21
Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang menyala-nyala. (Al-Muzzammil 12)
Menurut ayat di atas, jelas Tuhan melakukan penyiksaan (torturing) atas segala dosa dan kesalahan yang diperbuat hamba-Nya. Memang benar adanya menurut ayat di atas bahwa Tuhan selain Maha Pencipta juga Sang Penyiksa (Tormentor).
Lafaz Angkalan Wa Jahiman adalah satu diantara ikon neraka. Pemberitaan siksa neraka ini dikemas dalam gaya bahasa dengan penggunaan isim (kata benda) lafaz angkalan (belenggu) dan jahiman (api yang menyala-nyala).
Belenggu dan api yang menyala merupakan ikon terbesar sebagai alat siksa neraka yang dijelaskan dalam Surah al Muzzammil ayat 12 ini. Penggunaan frasa lafaz  angkalan wal Jahiman terlahir secara semiotik, di mana Tuhan berusaha menjelaskan kepada hamba-Nya dengan gaya ikonik yang mewakili dahsyatnya api neraka. Atau dengan kata lain, Tuhan menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti sebagai perwakilan dari sebuah torturing (penyiksaan).
Konsep triadik (sign, object, interpretation) adalah konsep dalam proses pemilihan frasa angkalan wa jahiman yang kemungkinan terlahir secara semiotika, di mana terjadi proses pemilihan kata-kata ikonik di atas (belenggu dan nyala api).
Tuhan memudahkan pemahaman ayatnya melalui konsep triadic quality yang dapat kita pelajari dengan bantuan Teori Charles S. Pierce.Â
Artinya, Allah Swt memperhitungkan kemampuan interpretasi umatnya, kemampuan daya semiotika umatnya. Inilah fase-fase semiotika yang terjadi pada pembentukan frasa ikonik pada lafaz angkalan wa jahiman (belenggu dan nyala api).
1. Fase pertama
Pembentukan ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol). Konsepsi neraka sebagai balasan amal kejahatan dan makar manusia kepada Tuhannya diikonkan dengan alat-alat penyiksaan (torture device) kepada kata "belenggu" pada lafaz angkalan dan bahan neraka pada lafaz jahiman yang berupa api yang menyala-nyala.
2. Fase Kedua
Setelah "ikon " neraka terbentuk maka selanjutnya proses pembentukan indeks (index) yang tercermin pada pemberian makna lafaz angkalan wa jahiman (belenggu dan api yang menyala-nyala) sesuai dengan kelas katanya.
3. Fase Ketiga
Fase terakhir adalah simbolisasi. Ketika perwakilan "torturing" merupakan kesepakatan untuk simbol benda yaitu "angkalan" (belenggu) dan "jahiman" (api yang menyala-nyala) sebagai simbol siksa.Â
Gramatikal
1. Inna (sesungguhnya), merupakan harfun musyabbaha bil fa'il.
2. Ladaina (di sisi kami), merupakan isim keterangan tempat yang diikuti kata ganti kepemilikan "kami" yang merupakan dhorof muta'alaqoh.
3. Ankalan (belenggu-belenggu), merupakan isim (kata benda)
4. Wajahiman (dan api yang menyala-nyala), merupakan isim (kata benda) yang mengandung penekanan pada arti pada "api".
Tafsir
1. Frasa kata dengan "wawu athof" pada lafaz angkalan (belenggu) dan jahiman (api yang menyala-nyala) pada al Muzzammil ayat 12 ini merupakan simbolisasi dari neraka yang terekstrak dalam proses semiotika yang melibatkan penetapan ikonik, indeksitas dan terakhir adalah simbolisasi.
2. Penyederhanaan proses semiotika frasa ankalan wa jahiman untuk dijadikan simbolisasi siksa neraka (hell torturing) merupakan adaptasi dari hal-hal yang ada di sekitar kita (al urf) atau adat budaya penyiksaan pada waktu itu (torturing device).
3. Konsep torturing pada dasarnya merupakan konsep dasar descipline and punishment di mana secara sunatullah manusia lebih takut pada rasa sakit daripada menumbuhkan peribadatan yang tulus dan ikhlas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H