Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Keterpingkalan Ini Ambyar di Hijaz

12 Mei 2020   05:06 Diperbarui: 12 Mei 2020   05:10 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puncak Jabal Rahma (Dok. Pribadi)

Pada beberapa Ramadan yang lalu, saya ditakdirkan untuk melakukan ibadah umroh di Bulan Ramadan. Tentunya momen ini sangatlah istimewa. Biasanya rata-rata biaya umroh di Bulan Ramadan melejit dan menjadi rebutan jemaah. Tanpa banyak pikir lagi, langsung saja genjot semangat untuk melakukannya. Jangan sampai momen ini sia-sia dan tak terkenang. 

Singkat cerita, dengan semangat ala pendaki gunung dengan segala gears dan pernik-pernik khas pendaki membuat tampilan yang cukup berbeda dengan jemaah lain.

Kekonyolan pertama yang akul akukan saat mendarat di Bandara King Abdul Aziz Saudi Arabia. Sambil menunggu antrian pembagian kartu Simcard seluler provider lokal, teringat bahwa aku belum salat ashar. 

Tanpa pikir panjang bak sigapnya seorang survivor dengan gairah jungle navigation, langsung saja aku keluarkan sebuah kompas magnetik untuk membidik arah kiblat. Bersajadah serban yang tergelar di sisi lalu lalang orang. Mencari musala juga tak mungkin dengan waktu yang sangat sempit itu. 

Menentukan arah kiblat dan waktu salat adalah salah satu tuntutan syara'. Pengetahuan ini penting untuk diketahui, agar ia tidak keliru dalam menentukan kemana ia harus menghadapkan mukanya ketika shalat Penentuan arah kiblat dengan kompas memang banyak resikonya. Kompas tangguh untuk menentukan arah utara dan selatan. 

Proses dalam mengukur arah sudut kiblat melalui arah matahari masih memerlukan perhitungan yang lebih cermat serta matang. Sebab nilai sudut deklamasi kompas pada setiap negara berbeda-beda. Dan, sialnya, saya lupa akan hal itu. Mungkin kurang konsentrasi karena lelah 9 jam penerbangan Jakarta-Jeddah.

Hingga titik kesadaran di otak ini berasa berada di hutan Indonesia saja. Tak pelak tembakan sudut kiblat ala deklinasi Indonesia pada sudut  21 25 21.05" Lintang Utara dan 39 49' 34.31" Bujur Timur terjadi dengan gaya kanibal di hutan, yang intinya mencari arah barat. 

Setelah yakin, tanpa ragu langsung takbiratul ihram hingga pada rakaat kedua sudut mata terpancing sebuah tanda merah yang massif dengan tulisan "Qiblah".  Bagai disambar petir, aku terus pertahankan salat, sambil melirik ke arah lalu lalang massa. Dan setiap kilasan tersebut, banyak mata yang tertuju padaku. Oh, my God!

Berkecamuk antara terus dan batalkan saja. Aku hiburlah dengan ayat-ayat global: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah 115)

Kepalang tanggung, pikirku. Setelah salam, tinggal menanggung malu saja, hahahaha. Ketinggalan ini tidak sampai di situ saja. Jelang kepulangan dengan menuju ke bandara yang sama, ada sedikit kecerobohanku, memakai jaket tanpa bahan baju atau kaos di lapisan dalamnya. 

Keputusan ini bulat karena semua baju dan kaos sudah tak karuan baunya dan kotor tentunya. Jelas tak enak kalau dipakai. Mungkin dengan tambahan lilitan lebar serban bisa membantu agak elegan dan tidak risih. 

Sebagaimana diketahui secara umum bahwa demi keamanan bandara, jaket yang kenakan juga harus dilepas dan diperiksa menggunakan X -ray. Hal ini sudah menjadi sebuah standarisasi keamanan bandar udara.

Umumnya tidak banyak orang memerhatikan cara berpakaian di bandara atau pesawat terbang. Demi terlihat keren atau fashionable, tidak sedikit orang memilih busana yang rumit sehingga menyulitkan diri sendiri saat pemeriksaan di bandara.

Dan lagi-lagi kurang konsentrasi akan hal itu. Dan tibalah giliran antrian itu. Aku hanya bengong. Akhirnya petugas imigrasi berowokan itu menegur dengan bahasa Inggris aksen Arabnya.

Kujawab semampunya, intinya sudah gak ada baju cadangan lagi sambil nekad mulai menurunkan ritsleting jaket. Dan, anehnya si petugas dengan gestur kakunya berkata, "No...no....no!!"Hahaha, itu petugas pria, loh! Begitu mudahnya meloloskan dalam hal tersebut saat itu. Entah, sekarang apa selonggar saat itu.  

Dari keterpingkalan ini, ada hikmah yang bisa dipetik. Pertama, jangan sombong dengan kemampuan yang secuil itu. Kedua, berpakainlah yang sopan dan rapi untuk urusan ibadah. 

Selamat menjalankan ibadah puasa, sobat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun