Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bulan sebagai Penanda Waktu

19 Mei 2020   18:08 Diperbarui: 19 Mei 2020   18:22 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Ayat-ayat pilihan Ramadan bagian-19

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (Al-Baqarah 189)

Di dalam Al-Qur’an sering dijumpai ayat yang menunjukkan bentuk “tanya jawab” (al su’al wal jawab). Termasuk pada ayat ini, Al-Baqarah 189, juga dijumpai ayat yang menunjukkan bentuk tanya jawab (al-su’al wal jawab) sebagai berikut:

1. Al-Su’al (pertanyaan): Lafaz “Yas aluunaka ‘anil halli” (mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit)

2. Al-Jawab (jawaban): Qul hiya mawaaqiitulinnaasi (katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia)

Pertanyaan dan jawaban dalam Al-Quran merupakan gambaran dari berbagai hal yang terjadi (asbab nuzul) dan hal lainnya. Tentunya dengan jawabannya sebagai solusi dari sebuah ayat yang berjenis “al-su’al wal jawab”.

Sinodik (peredaran bulan) tersebut digunakan dalam Islam untuk menentukan waktu-waktu peribadatan serta menjadi dasar penanggalan sistem lunar (komariyah).  

Fase peredaran berawal dari lafaz "ahillah" merupakan bentuk jamak dari lafaz "hilal" sebagai tanda permulaan dengan tampilan kecil tipis kemudian terus bertambah hingga penuh dengan cahaya (purnama).  Lalu kembali sebagaimana semula. Keadaannya ini tentunya tidak seperti matahari yang tetap.  

Katakanlah kepada mereka, "Ia adalah tanda-tanda waktu mawaaqiit yang merupakan bentuk jamak dari miiqaat (bagi manusia) untuk mengetahui waktu bercocok tanam, berdagang, idah wanita, berpuasa, dan berbuka mereka (dan bagi haji) yang di-athaf-kan atau dihubungkan kepada manusia.

Artinya, semua fase peredaran bulan penting untuk diketahui waktunya. Seandainya bulan tetap dalam keadaan yang sama, tentulah hal itu tidak dapat digunakan sebagai penanda waktu.

Bulan memantulkan sinar matahari ke arah bumi dari permukaannya yang tampak dan terang, sehingga terlihatlah bulan sabit. Apabila, pada paruh pertama, bulan berada pada posisi di antara matahari dan bumi, bulan itu menyusut. Ini berarti bahwa bulan sabit baru muncul untuk seluruh penduduk bumi. 

Dan jika bulan berada di arah berhadapan dengan matahari, ketika bumi berada di tengah, akan tampak bulan purnama. Kemudian purnama itu kembali mengecil sedikit demi sedikit sampai kepada paruh kedua. Dengan begitu, sempurnalah satu bulan komariah selama 29,5309 hari. 

Atas dasar fase peredaran tersebut dapat ditentukan penanggalan Arab. Sejak dari munculnya bulan sabit hingga tampak sempurna. Bila bulan sabit itu tampak seperti garis tipis di ufuk barat, kemudian tenggelam beberapa detik setelah tenggelamnya matahari, maka sudah dapat dilakukan ru'yah terhadap bulan baru

Dengan cara tersebut dapat ditentukan dengan mudah penanggalan bulan komariah. Perputaran bulan itulah yang mengajarkan manusia tentang tata-cara penghitungan bulan, termasuk untuk Bulan Haji.

Adapun bentuk “al-su’al wal jawab” pada Al-Baqarah 189 ini adalah berjenis “jawab maushul” atau pertanyaan dan jawabannya terdapat pada satu ayat dan tidak terpisah dengan ayat selanjutnya. 

Contoh dari bentuk al su’al wal jawab jenis “jawab maushul” antara lain: Surat al-Baqarah ayat 215, 217, 219, 220, dan 222.

Pada Al-Baqarah 189 di atas, redaksi yang digunakan adalah redaksi tanya jawab. Yaitu, dengan menggunakan bentuk lafaz” sa’ala” untuk digunakan sebagai pertanyaan tentang bulan sabit (al-ahillah).

Sebagaimana kita ketahui bahwa pertanyaan lazim menggunakan isim “al istifham” (kata tanya). Namun, Al-Qur’an juga menggunakan kalimat “sa’ala” atau yas’alunaka yang menunjukkan secara langsung bahwa konteks ayat tersebut adalah berupa pertanyaan.

Penggunaan kalimat “sa’ala” atau “yas’alunaka” sebagai pertanyaan dapat kita jumpai pada:

1. QS. al-Baqarah: 186, 189, 215, 217, 219, 220, 222
2. QS. al-Maidah: 4
3. QS. al-Anfal: 1
4. QS. al-Isra’: 85
5. QS. al-Kahfi: 83
6. QS. Thaha: 105
7. QS. al-Nazi’at: 42

Al-su’al wal jawab pada Al-Baqarah 189 merupakan bentuk komunikasi antara Rasulullah Saw dengan para sahabatnya saat terjadi pertanyaan, tepatnya tentang perubahan fase bulan (sinodik) yang sekarang kita kenal dengan sinodik bulan: bulan baru, bulan sabit, perbani awal, cembung, purnama, cembung dan perbani akhir.

Gramatikal

1. Yas aluunaka ‘anil halli (mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit) merupakan gabungan antara: fi’il muddhori’ pada lafadz dan dhomirnya pada lafaz “yasaluunaka” serta jar wal majrur pada lafadz “‘anil halli”.

2. Qul hiya mawaaqiitulinnaasi (Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji) merupakan gabungan antara:fi’il amr dan dhomirnya pada lafaz “qul hiya”, khobar lafaz hiyaa pada lafaz “mawaaqitu”dan jar wal majrur dan ma’tufah pada lafaz linnaasi wal hajj”.

3. Walaysal birru bi anta’tul buyuuta min dhuhuuriha
(Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya), merupakan gabungan antara:harfun wawu isti’nafiyah dan fi’il madhi pada lafaz “walaysa”, isim marfu’ bi dhomma dan harfun jar pada lafaz “birru bi anta”, maf’ul bih pada lafaz “al buyuuta” dan jar wal majrur pada lafaz “dhuhuuriha”.

4. Walaakinal birro manittaqoo (dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya), merupakan gabungan antara:  harfun wawu istidrak pada lafaz “wa”, harfun musyabbah bil fa’il pada lafaz “laakin”, isim dari lafadz laakin pada lafaz “birro”, isim maushul pada “man” dan fi’il madhi pada lafaz “ittaqoo”.

5. Waktul buyuuta min abwabihaa (Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya), merupakan gabungan antara: harfun wawu isti’nafiyah, fi’il amr dan maf’ul bih pada lafaz “waktulbuyuuta”, jar wal majrur pada lafadz “min abwabihaa”.

6. Wattaqullooha la’allakum tuflikuna (dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung), merupakan gabungan antara: harfun wawu ‘athof, ma’thufa dan lafaz jalaalah pada lafaz “wattaqullooha”, harfun musyabbah bil fa’il dan dhomir pada lafaz “la’allakum tuflikuun”.

Tafsir

1. Bulan adalah ciptaan-Nya yang melengkapi takdir kehidupan astonomi serta geospasial.
2. Bulan juga sebagai penentu waktu-waktu ibadah.
3. Polemik antara heliosentris dan geosentris tidak mengubah kedudukan bulan sebagai penanda waktu.
4. Bulan itu beredar dan bersinodik (berfase). 

Referensi:

PP. Alhasyim, Irab Al-Qur'an
Corpus Qur'an, Quranic Grammar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun