Salah satu bentuk negara kuasi modern pertama adalah negara yang dirintis oleh Ahmad Shah Abdullah Masoud.
Dia bukan seorang presiden. Abdullah Masoud hanyalah seorang panglima perang (warlord)Â mujahidin yang berjuang meraih kemerdekaan Afghanistan dari tangan Soviet.
Warlord menurut arti leksikal yang diberikan oleh barat kepada militer timur (Cina) adalah panglima perang yang berkuasa di suatu daerah. Seorang warlord di Cina adalah individu berwibawa yang mempunyai banyak tentara militan dan loyal serta hobi berperang.
Adapun arti pragmatis menurut Lucian Pye dalam bukunya Warlord Politic Conflict And Coalition in The Modernization of Republican China, disebut dengan istilah Tujun atau gubenur militer provinsi.
Pendapat ini didukung oleh James E. Sheridan dalam bukunya Chinese Warlord the Carrier of Feng Yuh-Siang, menyebutkan bahwa Tujun memang merupakan pelaku utama dari warlord itu sendiri.
Ada beberapa keistimewaan nalar politik Warlord Ahmad Shah Abdullah Masoud yang merupakan cerminan anomali dari panglima perang pada umumnya.
Abdullah Masoud berhasil menggunakan nalar politiknya secara maksimal. Salah satu kelebihan nalar politiknya adalah mampu menembus batas kewajaran sebuah negara kuasi yang pasti lumpuh di sektor diplomasi luar negerinya.
Quasi-state juga tidak memiliki kohesi kelembagaan yang sempurna. Maka dari itu diperlukan nalar politik yang tajam untuk bisa menciptakan kontrol teritorial dan dapat membuka hubungan diplomatik yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh negara kuasi.
Afghanistan yang banyak dihuni suku-suku pejuang dengan panglima perangnya masing-masing itu lebih mengutamakan kemenangan dan kekuasaan regional daripada mempunyai nalar politik untuk sebuah kemenangan yang lebih besar, yaitu kemenangan nasional.
Jadi, rata-rata mereka para panglima perang antar suku sudah puas dengan kemenangan regional yang sangat sempit dan terbatas.
Lain halnya dengan warlord yang bergelar Singa Panjshir ini. Dia berusaha mendapatkan kemenangan yang lebih besar. Abdullah Masoud selalu memiliki visi nasional daripada hanya puas pada ambisi regional.
Visi nasional ini bertujuan untuk merebut dan memusatkan kekuasaan. Sesuatu yang selalu konsisten dia perjuangkan ketika diplomasi ke luar negeri.
Kepuasan baginya adalah paling tidak mampu merintis sebuah negara kuasi. Hanya dengan negara kuasi dapat diwujudkan sebuah negara empiris yang berdaulat penuh (sovereign state).
Dengan memiliki seorang warlord yang mempunyai nalar politik tajam dan berkualitas, maka sebuah quasi-state yang didambakan mempunyai keistimewaan.
Nalar politik yang cemerlang itu diwujudkan sebagaimana disebut di atas dengan usaha menjalin hubungan diplomasi khusus yang disebut wartime diplomacy.
Kalimat yang tepat untuk mendefinisikan kata majemuk wartime diplomacy adalah rebellions rarely succeed without foreign support (pemberontakan jarang sukses bila tidak didukung oleh kekuatan asing).
Sebagaimana definisi umum bahwa negara kuasi (quasi-state) adalah sebuah entitas politik yang tidak mewakili negara yang berdaulat. Namun, pemerintahan negara kuasi sepenuhnya sudah memiliki otonomi. Termasuk yang diperjuangkan oleh Abdullah Masoud ini.
Dia mampu memanfaatkan fungsi bangsa (nation)Â dengan sekelompok besar orang yang terhubung oleh sejarah, budaya atau kesamaan lainnya untuk menggalang kekuatannya.
Biasanya seorang panglima perang tidak dianggap sah di kancah politik domestik dan juga dipandang tidak relevan di kancah internasional. Namun tak berlaku bagi Abdullah Masoud.
Karier politik Ahmad Shah Abdullah Masoud yang sukses ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor. Selain mampu melakukan wartime diplomacy dengan baik, dia juga seorang pemimpin yang karismatik dengan kemampuan bertahan hidup serta mahir taktik perang gerilya.
Dia juga mampu memproyeksikan otoritas secara eksternal melalui pengembangan bentuk diplomasi khasnya.
Nalar politiknya mampu mengembangkan strategi legitimasi kompleks hingga melampaui batas wilayah teritorial sebuah negara kuasi yang sangat terbatas itu guna membangun hubungan dengan pihak asing.
Tepat pada tanggal 14 April 1988 kekuasaan Soviet di ambang kehancuran dan siap menandatangani perjanjian Jenewa. Konsekuensi dari perjanjian tersebut adalah menarik pasukannya dari Afghanistan.
Abdullah Masoud diduga ditawari posisi menteri pertahanan di rezim komunis, serta diberi kepemimpinan wilayah otonom timur laut yang akan dibentuk. Namun, dia menolak kedua tawaran itu. Baginya sebuah negara kuasi lebih berwibawa daripada menjadi anjing penjajah.
Walupun berjasa dalam merintis negara kuasi, Abdullah Masoud hanya menduduki menteri pertahanan melalui perjanjian Peshawar, sebuah perjanjian bagi-bagi kekuasaan yang ditandatangani oleh para pemimpin politik utama di pengasingan Pakistan pada tanggal 24 April 1992.
Mulai saat itu pula Abdullah Masoud bersama Presiden Burhanudin Rabbani mulai mengendalikan Ibu Kota Kabul. Dengan demikian mereka diakui oleh masyarakat internasional sebagai pemerintah resmi Afghanistan. Walaupun hanya sebatas negara kuasi.
Meskipun mereka tidak dapat memenuhi tuntutan kenegaraan empiris. Namun, cukuplah lantang untuk menjadi perwakilan sebuah negara kuasi (quasi-state). Sehingga model quasi-state ala Abdullah Masoud diakui internasional, namun tidak mempunyai kedaulatan de facto.
Tepat pada September 2001, Abdullah Masoud dibunuh oleh agen al-Qaeda. Presiden Afghanistan, Hamid Karzai akhirnya menganugerahkannya sebagai Pahlawan Nasional Afghanistan.Â
Referensi:
Jamestown.org, The Age of The Warlord is Coming to an End in Afghanistan
Gsdrc.org, State and Quasi Stata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H