Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

RUU Cipta Kerja Stabilkan Surveilans Makroprudensial

20 April 2020   05:03 Diperbarui: 20 April 2020   05:30 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) adalah kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien.

Pentingnya mempertahankan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di masa pandemi ataupun pasca-pandemi adalah hal yang sangat krusial.

Kenapa begitu?

Semua kebijakan makroprudensial yang diambil diharapkan agar mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal akibat pandemi.

Termasuk pula mengusahakan agar alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional hingga stabilitas keuangan terjaga.

Sebagaimana dipahami bahwa kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan yang memiliki tujuan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan risiko sistemik.

Berdasarkan PBI 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial, risiko sistemik didefinisikan sebagai potensi instabilitas akibat terjadinya gangguan yang menular pada sebagian atau seluruh sistem keuangan karena interaksi dari faktor ukuran, kompleksitas usaha.

Sistem pembayaran yang bermasalah juga pada akhirnya dapat menyebabkan instabilitas sistem keuangan, begitu pula gejolak sistem keuangan yang dapat menyebabkan sistem pembayaran tidak berjalan lancar.

Keterkaitan inilah yang melatarbelakangi kepentingan Bank Indonesia (BI) untuk selalu berupaya menjaga SSK di Indonesia. Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) akan selalu berupaya supaya sistem keuangan tetap stabil sehingga terhindar dari krisis.

BI juga merupakan otoritas yang memegang mandat moneter serta sistem pembayaran yang stabilitasnya sangat terkait dengan stabilitas sistem keuangan.

Dalam pelaksanaan mandat dan wewenang untuk menjaga SSK, Bank Indonesia (BI) memiliki beberapa payung hukum sebagai berikut:

Peraturan Bank Indonesia 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial dan Peraturan Dewan Gubernur 17/17/PDG/2015 tentang Kerangka Kebijakan Makroprudensial.

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, Bank Indonesia memiliki mandat untuk melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Mandat ini juga mencakup pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap perbankan dan elemen sistem keuangan lainnya, bekerja sama dengan institusi lain yang berwenang.

Pendekatan yang digunakan dalam penerapan kebijakan makroprudensial bersifat komplek. Dalam artian, setiap lininya tercakup dan bersifat menyeluruh terhadap elemen sistem keuangan. Termasuk elemen yang berhubungan dengan ketahanan surveilans (pengawasan).

Kebijakan makroprudensial merupakan penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan. Adapun mandat utama kebijakan ini berfungsi untuk menciptakan intermediasi yang seimbang dan berkualitas keuangan Bank Indonesia.

Dengan memperkuat kebijakan dan surveilans makroprudensial juga sangat menentukan daya peliharaan terhadap SSK (Stabilitas Sistem Keuangan).

Fluktuasi di sektor moneter akibat pandemi dapat mengganggu SSK. Termasuk instabilitas sistem keuangan akibat pandemi juga dapat menyebabkan terganggunya stabilitas moneter.

Karena itu, fokus kebijakan tidak hanya pada lembaga keuangan saja, namun juga mencakup elemen sistem keuangan lainnya seperti pasar keuangan, korporasi, rumah tangga dan infrastruktur keuangan.

Termasuk pula kebijakan terhadap UMKM yang kuat hubungannya dengan keuntungan yang ditawarkan oleh RUU Cipta Kerja dalam hal penyerapan tenaga kerja.

Dengan RUU Cipta Kerja, kebijakan makroprudensial bisa terbantu dengan kelancaran penyerapan tenaga kerja dan proyek-proyek padat karya.

Bagaimanapun juga, kebijakan makroprudensial berhubungan dengan banyak lini penyangganya yang terdiri atas lembaga keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan, serta perusahaan non keuangan, tenaga kerja dan rumah tangga.

Semua elemen di atas saling berinteraksi dalam pendanaan dan atau penyediaan pembiayaan pertumbuhan perekonomiannya. Kalau makroprudensialnya mantap, maka kesehatan lembaga keuangan secara individu juga ikut sehat.

Nah, salah satu pilar penguat utama penguat mandat makroprudensial adalah masalah penyerapan manpower atau tenaga kerja sebagaimana yang tersebut di atas.

Manpower atau tenaga kerja merupakan bagian dari elemen-elemen yang menstabilkan usaha surveilans (pengawasan) makroprudensial.

Dua faktor di atas, baik manpower ataupun ataupun makroprudensial mempunyai hubungan kuat dengan pengembangan UMKM (Usaha Kecil Mikro Menengah). RUU Cipta Kerja memang didesain untuk memberikan kemudahan dan perlindungan UMKM (Usaha Menegah Kecil dan Mikro).

Sektor ini pun saat ini turut terdampak imbas Covid-19. Dengan RUU Cipta Kerja akan menumbuhkan kembali ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan peningkatan serta perlindungan kesejahteraan pekerja.

RUU Cipta Kerja sangat cocok sekali untuk mendukung kebijakan makroprudensial dengan memperhatikan salah satu tugas BI yang terkait erat dengan UMKM.

Penyerapan tenaga kerja yang baik akan menumbuhkan UMKM menuju tahap yang diharapkan dapat mendukung ketahanan makroprudensial.

Tak dapat disangkal bahwa UMKM memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena memberikan sumbangan yang signifikan khususnya dalam pembentukan produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja.

Salah satu kelebihan UMKM adalah memiliki ketahanan ekonomi yang tinggi sehingga dapat menjadi penopang yang kuat bagi stabilitas sistem keuangan dan perekonomian.

Permasalahannya, pengembangan UMKM masih menghadapi berbagai kendala, salah satunya dari sisi akses keuangan. Jika lini terganggu, maka kemampuan penyerapan tenaga kerja juga kecil. 

Kebijakan makroprudensial yang mendukung UMKM, diharapkan dapat mengurangi bahkan mengatasi reses yang diakibatkan oleh pandemi. Terutama pasca-pandemi yang diperkirakan akan menyisakan banyak pengangguran.

Kenapa RUU Ciptakerja dapat menciptakan kestabilan intermediasi yang seimbang dan kualitas keuangan BI (bank Indonesia) lewat kebijakan makroprudensialnya?

Pertama, hal ini disebabkan antara lain oleh karena faktor-faktor keterbatasan dan kemampuan UMKM dapat segera diatasi seperti dalam meningkatkan akses keuangan UMKM untuk naik kelas.

Dengan naiknya kelas keuangan UMKM, maka terciptalah lini-lini yang padat karya. Dan tentunya ini menyerap tenaga kerja yang lumayan besar.

Kucuran-kucuran dana segar dari investor asing sebagai mitra UMKM akan memberikan jalan naiknya kelas keuangan UMKM. Termasuk pula untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan digital.

Kedua, RUU Ciptakerja akan membantu kebijakan makroprudensial dengan membuka peluang bagi investor asing untuk masuk ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Kerjasama yang diterapkan dengan menggunakan sistem kemitraan untuk mempersiapkan UMKM agar lebih berdaya saing. Salah satu cara untuk mencapai hak tersebut adalah dengan permodalan yang kuat.

Ketiga, investasi perlu dibuka, untuk itu perlu perangsang yang sudah disediakan di dalam pasal-pasal RUU Cipta Kerja.

Investasi yang dibuka lebar-lebar oleh RUU Cipta kerja juga bertujuan uuntuk mengurangi gap antara pelaku kecil dan besar. Selain itu, pengembangan UMKM bertujuan pula untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan manajerial SDM serta inovasi dari UMKM itu ssendiri.

Dengan manajerial yang baik, maka peluang usaha lebih besar tercipta beserta keuntungannya. Termasuk manajerial tenaga kerja yang diharapkan bisa melambung tinggi angka pemenuhannya.

Keempat, setiap misi yang diemban BI (Bank Indonesia) tak lepas dari kebijakan makroprudensial. Terutama kebijakan-kebijakan yang berpihak pada pengembangan UMKM yang sangat menyerap tenaga kerja ini.

Dan itu semua telah disediakan oleh RUU Cipta Kerja yang sangat memihak UMKM dari sisi kesempatan untuk bermitra dengan investor.

Kelima, sebagai bank sentral, BI memiliki kepentingan untuk menjaga SSK. Hal ini terkait dengan fungsi BI sebagai Lender of the Last Resort (LOLR) atau otoritas yang berwenang menyediakan likuiditas pada saat krisis.

Agar tidak terlalu beresiko dengan likuidasi, maka kebijakan pengembangan UMKM oleh Bank Indonesia juga perlu dilakukan untuk mendukung pencapaian tugas utama Bank Indonesia, yaitu menjaga stabilitas moneter.

Ini jelas merupakan tugas berat tanpa didukung oleh elemen-elemen kecil namun sangat menentukan seperti keberadaan UMKM dan tenaga kerjanya. Termasuk cerdas berprilaku yang harus direapkanoleh oleh masyarakat sebagai bagian dari elemen di atas. 

Mandat-mandat mulia tersebut harus terus dijaga dalam rangka mewujudkan visi Bank Indonesia menjadi Bank Sentral yang berkontribusi nyata terhadap perekonomian Indonesia. Termasuk perhatiannya terhadap UMKM dan tenaga kerjanya lewat kekuatan dan keuntungan RUU Cipta Kerja.

Referensi:

1. IMF, Basics Macroprudential

2. BI, Stabilitas Sistem Keuangan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun