Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Hukum

5 Kesalahpahaman Umum tentang Omnibus Law

9 April 2020   04:38 Diperbarui: 9 April 2020   04:45 1450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Munculnya istilah Omnibus Law dengan RUU Cipta Kerja-nya, membuat warga bereaksi sesuai dengan pemahaman masing-masing. Mulai dari legal hukum hingga kedalaman pemahaman terhadap pasal-pasalnya. 

Pro dan kontra pastilah terjadi. Masing-masing pihak memberikan alasan dan opininya dengan tensi kekuatan pemahaman dan umpan balik yang variatif. 

Adapun yang kurang paham atau yang belum sama sekali, sebagian besar mengikuti opini atau pendapat kelompoknya saja. Adapun yang paling fatal adalah bersikap masa bodoh saja.

Inilah lima poin kesalahapahaman umum terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

1. Omnibus Law Ilegal 

Omnibus Law atau Omnibus Bill adalah sebuah undang-undang yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda. Keberadaannya berfungsi untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus. 

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan perubahannya sendiri tidak mengenal istilah omnibus law. Namun, keberadaannya tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut dan memiliki sejumlah manfaat. 

Unik, kan?

Apabila dilihat dari pengertian dan ketentuan tersebut, maka Omnibus Law tentunya legal sebagai undang-undang tetap yang berkedudukan di bawah Undang-Undang Dasar. Namun, ia lebih tinggi kedudukannya dari jenis peraturan perundang-undangan lainnya. Oleh karena keunikan tersebut, sebagian warga menjadi bingung. 

Legal atau telah menyalahi aturan perundangan? Tentunya setelah melihat isi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut, kebingungan dan kebimbangan lenyapnya sudah. 

Sebenarnya Omnibus Law itu sendiri hanyalah merupakan metode atau konsep saja. Sebuah cara radikal dalam pembuatan peraturan yang menggabungkan beberapa aturan yang secara substantif berbeda-beda untuk menjadi sebuah peraturan besar. 

Adapun fungsinya sebagai payung hukum (umbrella act) yang legal dan kuat. Peraturan ini diundangkan untuk mencabut beberapa aturan yang selanjutnya dinyatakan tidak berlaku lagi, baik untuk sebagian maupun secara keseluruhan.

 2. Omnibus Law bertele-tele

Oleh karena tidak ada larangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, maka akan terasa efisien ketika perubahannya terangkum dalam kerja cepat  dan efisien. Cara tersebut berupa pembentukan Omnibus Law yang sifatnya mengakomodasi beberapa materi muatan sekaligus. Nantinya, Undang-Undang hasil konsep Omnibus Law bisa mengarah sebagai undang-undang payung yang efektif dan efisien. 

Hal ini dikarenakan Omnibus Law akan mampu mengatur secara menyeluruh tanpa adanya parsial yang remang-remang. Di samping itu, Omnibus Law  sekaligus mempunyai kekuatan hukum terhadap aturan yang lain. Dengan begitu, tidak akan ditemui lagi perancangan yang bertele-tele dan menghabiskan serta memboroskan semua potensi. 

Efisiensi Omnibus Law bisa digunakan dan diaplikasikan di Indonesia sebagai upaya penyeragaman kebijakan pusat dan daerah yang berimbang dalam menunjang iklim investasi. Dengan kata lain, Omnibus Law adalah shortcut atau cara singkat sebagai solusi perombakan peraturan perundang-undangan yang dinilai saling berbenturan dan merugikan warga. 

3. Omnibus Law suburkan korupsi 

Konsep liberal dan kebebasan akses pada klaster Omnibus Law Cipta Kerja bisa digunakan oleh Pemerintah untuk mengatasi persoalan kriminalisasi pejabat negara. Selama ini, banyak pejabat pemerintah yang takut menggunakan diskresi dalam mengambil kebijakan terkait penggunaan anggaran, karena jika terbukti merugi, ia bisa dijerat dengan tindak pidana korupsi. Dengan Omnibus Law, pejabat dapat berkreasi bebas sesuai keinginan program dan tentunya harus dapat diawasi dengan mudah dan sifatnya independen. 

4. Omnibus Law merusak lingkungan

Pasal-pasal yang berkenaan dengan kelestarian lingkungan hidup juga diprioritaskan. Soal ijin lingkungan, di antaranya termasuk Pengajuan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat, artinya lebih terkontrol dan mempunyai wibawa hukum. 

Hal ini dapat menjadi perhatian pengusaha atau pemodal yang memperhatikan dan memberi fokus pada sustainability atau keberlanjutan bisnis mereka kedepannya. Pasal-pasal dalam Omnibus Law tentunya terbukti sangat peduli terhadap isu lingkungan. Perizinan Substansi RUU Pertanahan yang masuk RUU Cipta Kerja memang seakan-akan memunculkan Hak Pengelolahan Lahan (HPL) yang tak terbatas.

Namun, tidaklah seperti itu. Hak ini merupakan jenis hak baru yang kuat dan luas karena dapat diberikan kepada instansi pemerintah, BUMN/BUMD badan hukum yang ditunjuk pemerintah. Namun, tetaplah sesuai prosedur, terutama yang berkaitan dengan Amdal (Analisis Dampak Lingkungan).

Warga perlu tahu bahwa Pasal 129 RUU Cipta Kerja menyebutkan HPL sebagai pemberian jenis hak atas tanah negara, di mana tanah yang belum dilekati hak merupakan tanah negara. Artinya, lahan-lahan liar yang berpotensi merusak lingkungan juga akan semakin diperkecil dan dikelolah.

Dengan adanya pasal tersebut, penguasaan tanah yang terlantar adalah upaya negara untuk  menjaga kelestarian lingkungan dan agar tidak salahgunakan pihak-pihak yang ingin mengeruk keuntungan dengan cara merusak kelestarian alam.

5. Ombibus Law rugikan buruh 

Bidang ketenagakerjaan yang berkenaan dengan “unemployment benefit” semisal fasilitas bagi mereka yang terkena dampak pemutusan kerja jelas akan selalu mendapat perhatian dari perundangan ini.  

Pemerintah telah menyiapkan untuk urusan buruh ini meliputi cipta lapangan kerja yang didukung oleh kemudahan perizinan pengusaha serta memberikan bentuk fasilitas jaminan kehilangan pekerjaan oleh faktor tertentu semisal peruysahaan bangkrut atau ditutup izinnya karena melakukan pelanggaran administratif. Untuk urusan PHK ini telah dimasukkan dalam fasilitas BPJS Ketenagakerjaan.

Bagi buruh yang kehilangan pekerjaan akibat penutupan perusahaan akan mendapatkan layanan cash benefit yang meliputi upah lanjutan, pelatihan, penempatan kerja yang baru maupun penempatan kerja di pos-pos yang relevan lainnya. 

Hal ini akan dapat dilakukan apabila UU sistem jaminan sosial SJSN direvisi oleh RUU Cipta Kerja Omnibus Law. Bagi mereka yang kehilangan pekerjaan akan diberikan fasilitas tersebut sepanjang perusahaan atau yang bersangkutan telah menjadi bagian dari peserta aktif dari pihak BPJS Ketenagakerjaan.

Keuntungan lainnya adalah wacana kartu pra-kerja pada RUU Cipta Kerja yang akan ikut diluncurkan karena di undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law tersebut telah disiapkan konsep padat karya untuk jaminan kerja yang terkait dengan kehilangan pekerjaan guna melengkapi jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan kesehatan lainnya. 

Menguntungkan, bukan? Jadi, jangan salah paham lagi!

Source

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun