Mohon tunggu...
konten energi
konten energi Mohon Tunggu... Dosen - Solusi energi untuk ekonomi & lingkungan yg berkelanjutan

Penulis adalah PhD Candidate dari Lab of EEcon, Graduate School of Energy Science, Kyoto University. Dosen di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Industri, Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mekanisme Pasar Energi yang Merugikan Konsumen

27 Juli 2020   08:05 Diperbarui: 27 Juli 2020   11:34 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ibaratnya, saat kita ingin makan kue yang lezat, tapi justru pasar menyediakan peralatan dan bahan memanggang, seperti mixer, tepung dan telur. Jika permintaan terhadap kue adalah permintaan terhadap penerangan, maka mixer adalah lampunya, dan tepung adalah listriknya. 

Mekanisme pasar energi saat ini meminta konsumen untuk meracik dan memanggang sendiri kuenya. Dalam hal membuat kue, syukurlah sudah banyak resep yang tersedia, yang mencantumkan informasi tentang jenis bahan, takaran terbaik dan temperatur udara yang dibutuhkan untuk membuat kue yang lezat. 

Namun bahkan dengan adanya resep tersebut, masih saja ada tepung yang tercecer, dan masih banyak orang yang gagal membuat kue yang seperti diharapkan. Untungnya di pasar kue banyak penjual kue di pasar untuk memenuhi permintaan konsumen terhadap kue lezat.

Tapi tidak demikian dengan pasar energi. Masyarakat awam tidak memiliki kapasitas untuk memilih alat elektronik yang efisien, tidak memiliki pengetahuan memadai tentang cara mengoperasikan peralatan agar listrik yang dikonsumsi optimal dan tidak tahu cara mendapatkan hasil yang diinginkan. 

Tidak ada resep yang tersedia bagi masyarakat awam untuk menghasilkan penerangan yang nyaman untuk membaca, untuk tidur, untuk ruang keluarga. 

Tidak ada resep terbaik bagi keluarga, untuk mengoperasikan kipas angin agar tidak masuk angin, tapi ruangan tetap sejuk. Tidak ada satupun. 

Dengan keadaan yang demikian, bagaimana mungkin meminta konsumen untuk melakukan pengendalian konsumsi listrik? Takarannya saja tidak jelas.

Selain itu, kita bisa saja mengendalikan diri untuk makan kue, karena kita bisa memperkirakan efek kenyang atau jumlah kalori dari makan 2 atau 3 buah kue. Kita juga bisa melihat dengan jelas, berapa kue yang sudah dimakan, dan berapa kue yang hilang, untuk dijadikan acuan mengatur konsumsi kue dan mencegah kehilangan di masa yang akan datang. 

Tapi dalam hal listrik, semua itu tidak tampak. Tidak ada efek yang mirip dengan rasa kenyang setelah mengkonsumsi listrik, dan kehilangan listrik rasanya seperti tidak kehilangan apapun. Lalu, bagaimana mungkin masyarakat awam mampu mengendalikan konsumsi listrik?

Bagaimana dengan edukasi untuk diet listrik?

Banyak studi psikologi yang menunjukkan bahwa secara umum, seringkali timbul gap antara kesadaran, pengetahuan dan perilaku. Termasuk dalam 'perilaku hijau'. Memiliki pengetahuan tentang vampir energi tidak akan selalu diikuti dengan perilaku hemat energi. Memiliki kesadaran tentang dampak lingkungan dari konsumsi listrik berbahan bakar fossil tidak akan selalu diikuti dengan keputusan untuk membeli AC hemat energi .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun