Yang kedua, adalah pasangan suami istri yang sudah fix bercerai. Yang mereka tanyakan bukanlah 'apakah perceraian pilihan terbaik atau bukan', tapi  bagaimana cara dan apa syaratnya untuk bercerai. Lalu bagaimana cara mengkomunikasikannya ke anak, dan apa yg harus dipersiapkan menghadapi kehidupan setelah perceraian nanti. Â
Kenapa diperlukan Konseling Pra perceraian?
Karena orang jarang sekali yang punya pengalaman bercerai. Rata-rata orang tidak pernah bercerai, dan melakukan sesuatu yang belum pernah, akan membingungkan. Akan banyak pertanyaan yang muncul. Oleh sebab itu mereka harus memaparkan dengan jelas ekpektasi, kekhawatiran dan ketakutan-ketakutannya jika sudah bercerai nanti.
Lalu apa saja yang dibahas? Semuanya. Misalnya, apakah suami dan istri sudah siap secara mental? Bagaimana emosional pasangan? Bagaimana cara merapikan sejarah dan mengelolanya. Jika ada pasangan yang sudah 20 tahun mau bercerai tentulah tidak mudah, dan akan merasa sedih. Bagaimana deal dengan emosi ini, belum lagi bagaimana menghadapi hubungan ini di masa depan karena walau bercerai masih terkait dengan urusan anak.
Tak hanya secara mental dan emosional, Konselor juga akan membantu pasangan siap secara spiritual dan finansial. Seperti yang kita ketahui, proses perceraian akan memakan biaya yang tidak sedikit, apalagi jika dilakukan tanpa persiapan, biasanya proses sidang akan memakan waktu berlarut-larut. Â
Konselor juga akan mengakomodir semua isu yang terkait, dengan berusaha semaksimal mungkin meminimalisasi dampak negatif yang bisa terjadi. Menghindari sebisa mungkin "keributan" yang mungkin terjadi di sidang perceraian.
Pasangan yang akan bercerai memang sebaiknya membicarakan dulu secara detail apa yang akan dihadapi nanti, baik dalam proses perceraian atau setelahnya. Salah satu yang terpenting adalah masalah anak. Bagaimana hak asuh anak  serta relasi ke depannya nanti. Karena biar bagaimanapun, suami isri walaupun sudah bercerai, masih terikat sebagai ayah dan ibu dari anaknya.
Mental anak-anak pun juga harus disiapkan untuk menghadapi kehidupan baru ini. Bagaimana kesiapan psikologis anak untuk hidup tanpa kedua orang tuanya dalam satu atap hingga juga membahas bagaimana menghadapi sikap keluarga besar yang cenderung masih memandang negatif perceraian.
Terutama dampak ke anak tentu harus diantisipasi sebaik mungkin, sehingga kemungkinan anak-anak akan mengalami dampak psikologis yang cukup berat, hingga menganggu emosional dan mental mereka, dapat ditekan serendah mungkin.
Pada dasarnya, tugas konselor adalah meminimalisir ekses negatif yang akan timbul, dan berusaha agar perceraian selesai dengan baik-baik, dan mendapatkan win-win solution untuk kedua belah pihak. Jangan sampai perceraian menjadi getir dan diwarnai keributan, atau berselisih di pengadilan.
Intinya, perceraian bukanlah sesuatu yang diinginkan, bahkan sesuatu yang bisa disebut 'musibah' dalam sebuah rumah tangga. Namun jika memang harus bercerai, hindarilah ugly divorce, yang menyebabkan 'pertempuran', dan sakit hati berkepanjangan di kemudian hari. Lakukan perceraian secara elegan dan bisa mengakomodir ekspektasi kedua belah pihak.