“Buru-buru banget num, ada apa?” Tanya Rengganis melihat gerak-gerik Hanum.
“Emmhh iya nis.” Jawab Hanum singkat.
Tanpa menunggu Rengganis yang sedang memikirkan gelagat Hanum, Hanum pergi tanpa banyak bicara ia berjalan lurus dan tidak menuju arah kelas. “Ada apa dengan Hanum?” tersirat dalam benak Rengganis.
Dengan suasana koridor yang sepi Hanum terasa lebih aman dibandingkan sebelumnya, “Huft.” Hanum menghelakan nafas setelah berhasil menghindar dari teman-temannya. “Hey!” panggil seorang lelaki yang berdiri dihadapannya. “Eh Amar” Jawab Hanum gelagapan. Amar duduk di samping Hanum yang tampak sedikit pucat. “Kau baik-baik saja?” Ucap Amar sambil menyodorkan sebotol air minum. Hanum hanya menggelengkan kepalanya untuk memberikan isyarat bahwa ia tidak apa-apa kepada Amar. “Di minum dulu” ucap Amar memberikan air tersebut kepada Hanum. “Terimakasih”.
Aroma harum semerbak Narcissus papyraceus menyelimuti malam yang indah, indah dimata empat pasang mata dengan perasaan berkelut cinta. “Kau sangat cantik malam ini.” Ucap Amar apa adanya. “Kau bisa saja.” Jawab Hanum tersipu malu. Bagaimana dua tahun yang dilalui bersama dengan status yang didasari dengan rasa suka, bak bintang yang tak dapat dipisahkan dengan malam. Tangan berpegang erat Mata itu saling berbicara tanpa syarat “selamat tinggal kehormatan”.
“ Kau lihat Hanum tidak?” tanya Rengganis pada teman sebangkunya.
“Tidak nis, sudah dua hari aku tidak melihatnya.”
Secercah lembaran putih bertebaran di ruang tidur Hanum, “Amak maafkan Hanum.” Kalimat itu sudah berpuluh ulang kali keluar dari mulutnya. Satu bulan yang lalu balasan surat Amak baru saja tiba, Amak sedang sakit di kampungnya itu saja tetangganya yang membalas surat Hanum.” Hancur Hanum hancur Amak” Hanum memeluk erat dirinya dengan tangisan membasahai wajahnya.
Cahaya itu menembus bilik kamar Hanum, cuaca siang ini sangat panas, panas matahari menyengat menembus pori-pori kulit membuat siapa saja berkeringat. Keringat itu menetes membasahi pakaian yang dikenakannya, ingat akan pakaian pemberian ibu aisyah sekilas ucapan itu tersirat kembali ‘Jangan tinggalkan sholat dan kewajibanmu nak, jika ada sesuatu yang terjadi di perantauan sana, pergilah kau ke surau basuhi dirimu berwudhu bersujud lah pada tuhanmu nak’ tangisan kembali pecah membasuhi wajahnya, ingat akan semua yang sudah terjadi pada dirinya.
“Saudara Amar!” Panggil seorang bapak berseragam abu
“Iya benar saya Amar.”