Eka Besse Wulandari juga saya tanya soal perokok perempuan. Eka, penikmat rokok yang baru saja menyelesiakan strata satunya di Fakultas Ssastra ini menjawab, “Kalau saya sih biasa saja. Tidak perlu merasa keberatan dengan pandangan lelaki soal perekok perempuan. Buat apa mendengar ocehan seperti itu. Jangankan lelaki, perempuan sendiri juga kadang memandang perempuan yang merokok itu tidak wajar. Tapi tuhan menciptakan ribuan mulut dan dua telinga. Kita tidka bisa menutup semua mulut, tapi kita bisa menutup telinga. Hidup ini perlu dinikmati.
***
Beberapa teman lelaki yang memiliki pandangan buruk terhadap perokok perempuan kemudian saya ajak untuk menonton film Mereka yang Melampaui Waktu (MYMW), di salah satu kampus. Kebetulan, kegiatan Beranda Budaya mengadakan pemutaran film dan dipilihlah film tersebut. Berdurasi sekitar 30 menit, film itu memperlihatkan bagimana lelaki dan perempuan yang telah berumur tujuh puluh sampai delapan puluh tahun masih sehat dan beraktivitas seolah ia masih muda.
Setelah menonton film MYMW, diskusi soal rokokpun dimulai. Teman yang saya ajak terlihat antusias. Ia mulai membuka pikirannya dan akhirnya sadar bahwa rokok dapat dinikmati oleh semua kalangan. Ia juga sadar, betapa rokok juga memiliki manfaat kesehatan. Tentu, selain budaya dan ekonomi.
Salah satu yang menjadi bahan diskusi adalah dipilihnya rokok sebagai benda wajib yang dibawa jika berziarah ke makam tua. Seperti di kampung saya, Takalar – dan beberapa daerah di Sulawesi Selatan, rokok dijadikan salah satu pelengkap jika berziarah ke makam tua ataupun tempat-tempat yang dianggap keramat. Rokok yang dibawa itu diletakkan dekat nisan atau di bawah pohon.
Ini membuktikan kaitan rokok dengan kehidupan berbudaya kita sangatlah erat. Meskipun diakhir diskusi tidak ada yang berani menyimpulkan apa maksudnya. Ini mungkin disebabkan karena kurnagnya, ataubahkan tidak ada penelitian soal itu.
Saat kami berdua pulang, ia kemudian memberikan penjelasan kepada saya, “Yang penting sebenarnya adalah etika merokok. Tentu gaya hidup sehat juga perlu.” Saya membenarkan, apapun yang berlebihan dan tidak diimbangi pasti akan berdampak buruk. Bahkan jika seseorang tiap waktu hanya beribadah dan tidak memikirkan kesehatannya tentu akan berdampak buruk.
Ibe S Palogai
sumber : http://komunitaskretek.or.id/?p=3067
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H