Mohon tunggu...
Komunitas Kretek
Komunitas Kretek Mohon Tunggu... lainnya -

Komunitas Kretek lahir atas kesadaran bahwa kretek adalah salah satu produk budaya bangsa Indonesia yang unggulan. Adalah cita-cita kami bersama untuk membela para penghayat budaya kretek, termasuk di dalamnya pelaku industri kretek dari hulu ke hilir, konsumen kretek, pemerhati kretek, kalangan akademisi, dan pecinta budaya kretek lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kiri-kanan Wisata Kretek (Bagian 1)

4 November 2014   22:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:38 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

30 September 2014

Mereka memulai perjalanan dari Warung Mas Kali, Yogyakarta. Sekitar 30-an peserta dan panitia menyemut di badan bus, menata ransel dan barang bawaan. Mereka akan berlayar ke Kudus dan Temanggung, destinasi penting untuk mengetahui seluk-beluk industri kretek. Melihat dari dekat, hulu sampai hilir produksi kretek yang sehari-hari mereka isap.

Suasana di dalam bus mirip pertemuan-pertemuan komunitas, sedikit riuh. Beberapa panitia lalu-lalang, membagikan minuman dan makanan kecil. Seseorang berdiri di depan, bicara dengan megafon, memberi petunjuk-petunjuk yang diperlukan selama perjalanan. Sesekali beberapa orang nyeletuk, diikuti celetukan dan gelak-tawa yang lainnya.

Ayu duduk sendirian di barisan kursi nomor tiga bagian kiri. Sedianya ia duduk bersama Agus Mulyadi, seorang selebriti asal Magelang yang sedang naik daun. Tapi Mulyadi, yang pernah mendaku sebagai pemuja Sukarno sang flamboyan, ternyata tak punya cukup nyali untuk duduk bersamanya.

Beberapa lelaki mencoba menggoda Agus. “Gimana, Gus? Kugantikan posisimu?”

Agus cuma cengengesan di bangku belakang.

Jika suatu saat anda berjalan di trotoar kota Anda dan berpapasan dengan orang yang mengenakan kaos bertuliskan “Merokok gak apa-apa yang penting hafal Pancasila”, ingatlah, Mulyadi adalah otak di balik kata-kata yang baik dan estetik itu. Setelah kaosnya laku keras, Ia mencoba peruntungan di dunia buku, dengan judul yang napasnya sama: “Jomblo gak apa-apa yang penting hafal pancasila.” Menerbitkan buku memang membuat Mulyadi makin terkenal, tapi tidak membuatnya mendapatkan pacar.

Agus tidak merokok. Alasannya, topografi wajahnya kurang memungkinkan baginya untuk menjadi ahli sedot. Dengan gagah berani ia proklamirkan kepada dunia, “Saya lebih suka disedot, daripada menyedot.”

Meski bukan tukang kebal-kebul asap tembakau, Mulyadi bukan bagian dari kelompok orang yang anti-rokok. Secara bersahaja, ia bisa melihat nilai-nilai dalam sebatang kretek. Nilai ekonomi, nilai budaya, hingga nilai kesehatan jomblo. Popularitas dan wawasan yang semakin meluas ternyata tidak membuatnya menjadi jumawa. Ia masih adil dalam melihat dan memahami realitas di sekitarnya.

Mulyadi pula yang mencetuskan slogan paling luar biasa yang pernah dihasilkan oleh seorang jomblo. Semboyan yang kemudian menjadi pegangan hidup, sering diwiridkan di kala sendiri, dan diteriakkan dengan lantang di keramaian oleh seluruh jomblo di dunia dan akhirat: “Rokok kretek di tangan kiri, kopi hitam di tangan kanan. Tinggal jodoh yang masih di tangan Tuhan!”

Ada semangat zaman yang menggelegak di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun